"Pergilah sejauh mungkin dan lupakan bahwa kau pernah melahirkan anak untuk suamiku!"
Arumi tidak pernah menyangka bahwa saudara kembarnya sendiri tega menjebaknya. Dia dipaksa menggantikan Yuna di malam pertama pernikahan dan menjalani perannya selama satu tahun demi memberi pewaris untuk keluarga Alvaro.
Malang, setelah melahirkan seorang pewaris, dia malah diusir dan diasingkan begitu saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Arumi Sudah Tiada!
Untuk beberapa saat Yuna terdiam dengan jemari saling meremas. Sepenuh hatinya seakan tak rela memberitahu kemungkinan di mana Arumi berada. Tetapi, tekanan dari Rafli dan juga Osman benar-benar membuat nyalinya ciut. Bahkan mereka tak menyisakan celah bagi Yuna untuk melarikan diri dari sana.
"Cepat katakan!" bentak Rafli, membuat Yuna terlonjak.
"Apa jaminan untukku kalau aku mau mengatakannya?"
Rafli menghembuskan napas panjang. Yuna seolah sedang menguji kadar kesabaran nya. Sementara Osman menatap tuan nya yang seperti sedang menahan amarah. Jika Yuna terus dibiarkan, entah apa yang akan dilakukan Rafli kepadanya.
"Tolong kerjasamanya dan jangan mempersulit, Nona," ucap Osman. "Saya menjamin Anda tidak akan dilaporkan ke polisi kalau mengatakan dengan jujur di mana Nona Arumi berada sekarang. Selain itu, Tuan juga akan mengaktifkan kembali kartu Anda dan juga fasilitas lainnya. Iya kan, Tuan?"
Osman melirik Rafli sambil menganggukkan kepala. Sementara Rafli hanya terdiam tanpa memberi sanggahan.
Mendengar janji manis itu, Yuna sedikit melunak. Tetapi, meskipun begitu ia tetap pada pendiriannya, yaitu menyembunyikan Arumi meskipun ia tahu.
"Baiklah, akan kukatakan!" jawabnya cepat. "Tapi maaf kalau aku harus memberitahukan ini. Arumi, sudah meninggal."
Jika Yuna pikir Rafli akan percaya dengan jawaban itu, maka salah besar. Karena kini Rafli sama sekali tak menunjukkan ekspresi terkejut atau pun sedih. Berita menyakitkan yang baru saja terlontar dari bibir Yuna malah membuatnya naik pitam.
"Osman, kubur dia hidup-hidup!" perintah Rafli.
Sepasang mata Yuna melotot. Jantungnya seperti hendak keluar dari rongga dadanya. Bagaimana mungkin Rafli yang seorang dokter itu memberi sebuah perintah kejam. Bukan kah itu menyalahi kode etik kedokteran?
Dan bagaimana pula ia memberi perintah membunuh dengan begitu santai. Seolah nyawa seseorang hanya lah mainan bagi mereka.
"Sebentar!" Yuna mundur beberapa langkah untuk memberi jarak aman antara diri nya dan dua lelaki itu. Tubuh nya terlihat jelas gemetar dengan wajah pucat layak nya mayat hidup. "Rafli, kau seorang dokter. Kau akan melanggar sumpahmu kalau sampai membunuh orang!"
Rafli menyeringai.
"Memang aku peduli?" Seringai di sudut bibir Rafli terlihat semakin menyeramkan. Kaki nya terayun maju, seiring dengan langkah Yuna yang terus mundur hingga punggung nya membentur dinding. "Kau bisa kejam, dan aku bisa lebih dari itu."
Meskipun intonasi Rafli terdengar santai, namun terasa sangat menakutkan bagi Yuna. Sekarang ia baru sadar bahwa laki-laki lembut seperti Rafli pun bisa berubah layak nya seekor harimau.
"Tapi untuk apa kau membunuhku? Itu tidak akan mengembalikan Arumi, karena dia sudah pergi untuk selama-lamanya." Yuna masih berusaha mencari-cari alasan. Ia tidak ingin hidup nya berakhir dengan menyedihkan seperti ini. Membayangkan nya saja ia tak sanggup.
"Aku tahu. Tapi setidak nya beban Bumi akan berkurang dengan melenyapkanmu. Populasi orang jahat pun akan berkurang. Bukankah begitu?"
"Tidak! Aku mohon jangan! Kau bisa memberiku hukuman lain, kan? Aku bisa jadi pelayan di rumahmu seumur hidupku untuk membayar kesalahanku!"
"Aku sama sekali tidak membutuhkan orang sepertimu, meskipun hanya untuk dijadikan pelayan." Rafli melirik Osman. "Apa yang kau tunggu, cepat eksekusi dia! Kau bisa meminjam salah satu senjata Kak Zian."
"Baik, Tuan."
Osman menerbitkan smirk sambil melangkah maju. Tatapan nya yang mengintimidasi membuat Yuna membeku di tempat nya berdiri.
"Tidak! Tolong jangan! Aku mohon ampuni aku!" Wanita itu mengatupkan kedua tangan di depan dada. Jika perlu ia akan berlutut untuk memohon. Tetapi seperti nya percuma. Karena Osman lebih mirip seperti pembunuh berdarah dingin. Tidak memiliki belas kasih.
"Setelah semua yang kau lakukan kepada Arumi dan Aika, apa kau mengira aku masih bisa memaafkanmu? Apa perlu aku ingatkan lagi apa yang sudah kau lakukan?"
"Tolong maafkan aku, Rafli."
Namun, Rafli tak peduli. Sekeras apapun Yuna memohon, pendirian nya sama sekali tak goyah.
"Bawa dia!"
"Jangan!" teriak Yuna. "Baiklah, aku akan katakan dengan jujur. Tapi tolong jangan bunuh aku!"
"Kalau begitu cepat katakan! Tidak usah banyak bicara hal lain yang tidak berguna," tambah Osman.
Yuna menarik napas dalam-dalam. Lalu memberanikan diri untuk menatap Rafli dan Osman secara bergantian.
"Sebenar nya aku tidak yakin, tapi aku mencurigai sesuatu."
Kerutan tipis terlihat pada alis tebal Rafli. Ia dan Osman saling lirik satu sama lain.
"Mencurigai apa?" tanya Rafli seolah tak sabar.
"Aku rasa Arumi ada di rumahmu. Dia adalah Alesha yang menyamar menjadi pengasuh Aika."
Selama beberapa saat Rafli membeku. Pikirannya langsung tertuju kepada wanita bercadar yang menjadi pengasuh putri nya itu. Dan hanya dalam hitungan detik, bola matanya sudah berkaca-kaca.
"Apa Anda sedang berusaha mencari jalan untuk melarikan diri dengan mengarang cerita?" tuduh Osman.
Yuna menggeleng dengan cepat. "Aku memang tidak yakin kalau dia benar-benar Arumi. Aku sempat melihat wajahnya saat pertama kali datang untuk menjadi pengasuh Aika."
Yuna kembali teringat di hari kedatangan Alesha. Saat itu ia merasa tidak asing mendengar suaranya.
"Tapi saat itu aku tidak mengenali wajahnya karena dia terlihat buruk rupa. Jadi aku pikir dia wanita lain."
Entah sudah sepucat apa Rafli sekarang. Sejak awal kedatangan Alesha di rumahnya, ia memang merasa memiliki magnet dengan wanita itu. Seperti ada ketertarikan yang tidak biasa. Selain itu, masakan Alesha sama persis seperti yang pernah dibuat Arumi.
"Bagaimana, Tuan?" tanya Osman. Sebenarnya ia belum yakin dengan jawaban yang diberikan Yuna.
"Ayo, kita pulang sekarang!" ucap Rafli.
"Baik, Tuan."
Yuna menghembuskan napas panjang. Lega, akhirnya bisa terbebas dari tekanan Rafli dan anak buahnya. Tidak apa-apa kalau tidak mendapatkan Rafli. Bukankah Osman bilang Rafli akan menggantikan kembali kartunya jika memberitahu keberadaan Arumi?
"Tapi sebelum pulang, minta mereka menjebloskan wanita ini ke penjara!" lanjut Rafli.
Kehilangan kata-kata, Yuna terdiam di tempat. "Apa maksudmu? Bukankan Osman tadi berkata kau akan membebaskanku dari tuntutan?"
Mendengar ucapan Yuna, Rafli seketika terkekeh. Ia menggelengkan kepala sambil berdecak. "Kau ini penipu ulung. Jadi seharusnya kau sudah tidak bisa tertipu lagi."
"A-apa?" Yuna gelagapan. Sorot matanya menatap tak mengerti. Ia memang belum menangkap ke mana arah pembicaraan Rafli.
"Yang tadi itu Osman hanya bercanda. Apa kau pikir aku mau melakukan semua itu? Jangan gila!"
Semakin pucatlah wajah Yuna. Sorot tajam ia arahkan kepada Osman yang saat ini sedang tersenyum licik.
"Sekarang Anda tahu bagaimana rasanya menjadi Nona Arumi saat Anda membohonginya, kan? Ya, seperti itu lah."
Rafli turut menyeringai.
"Ayo, Osman. Aku harus cepat pulang ke rumah dan menemui Arumi."
...***...