NovelToon NovelToon
Adil Untuk Delima

Adil Untuk Delima

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: Umi Fia

Berkisah Delima, seorang janda yang menikah lagi dengan seorang pria hanya bermodalkan ingin kejelasan tentang kematian suaminya. Ia hanya mencari kebenaran saja, apa suaminya meninggal karena kecelakaan jatuh di tempat kerja atau memang sengaja mengakhiri hidupnya karena alasan pinjaman online?. Atau memang ada alasan lain dibalik itu semua.

Pernikahannya dengan seorang pria bernama Adil. Mampu membuka beberapa fakta yang sangat ingin diketahuinya. Namun disaat bersamaan kebahagiaan rumah tangganya bersama Adil terancam bubar karena kesalahpahaman.



Mampu kah Delima mempertahankannya atau justru menyerah dengan keadaannya?.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Umi Fia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 15 Adil Untuk Delima

Adil sedang memeriksa laporan keuangan perusahaan sang Papa setelah mereka meeting bersama. Tentu saja Om Davis ikut terlibat karena laporan itu dari perusahaan yang dipimpin oleh Om Davis dan Om David.

Sejauh ini tak ada masalah dengan laporan itu, sampai ia menemukan angka yang sangat besar tertera di sana. Adil membaca setiap keterangan dengan jelas dan detail, mengecek setiap lembaran bukti pengeluarannya. Memang sinkron tak ada yang aneh. Namun nominal yang sangat besar itu menyangkut kompensasi atas kematian seseorang.

"Papa mendatangi rumah duka?" tanya Adil sambil meletakkan kertas laporannya.

Setahunya dan sudah menjadi keharusan pemilik perusahaan. Papa Handi akan selalu mendatangi keluarga duka untuk menyampaikan bela sungkawa secara langsung selain memberikan santunan yang telah tertulis dalam kewajiban perusahaan.

"Tentu saja seperti biasanya" jawab Om Davis sangat yakin.

Adil mengangguk-anggukan kepala.

"Keluarganya masih ada yang bekerja di perusahaan?." Tanya Adil lagi.

Sebab, sang Papa selalu memberikan kesempatan pada keluarga duka untuk menempati satu posisi yang sama atau posisi yang kosong di perusahaan. Sebagai bentuk empatinya pada keluarga duka yang kehilangan tulang punggung keluarga.

"Tidak ada, karena mereka menolaknya."

"Oh ya?" Adil cukup tak percaya. Karena baru sekarang ada yang menolaknya. Biasanya mereka, pihak keluarga akan senang untuk bekerja dan mengisi posisi yang ada di perusahaan.

"Dari informasi yang Om dengar, mereka sudah pindah tempat tinggal" Om Davis menimpali.

"Iya...iya...mungkin juga seperti itu." Adil lanjut lagi memeriksa laporannya hingga selesai.

Om Davis menarik napas lega saat semuanya telah ditandatangani Adil. Menandakan laporannya tidak ada masalah dan tidak akan bermasalah dikemudian hari. Biasanya akan segera diarsipkan.

Di lain tempat, Delima terdiam di tempatnya, di kamar luas milik Adil. Kamar miliknya juga karena ia istrinya Adil. Duduk sambil terus memikirkan perkataan Om David yang belum selesai.

Siapa yang telah merekayasa semuanya? Kakaknya yang mana? Papa Handi? Om Davis?. Kakak sekaligus pemilik perusahaan yang tentunya memiliki wewenang dan kekuasaan adalah Papa Handi. Jadi apa mungkin Papa Handi yang melakukannya?.

"Aku akan senang kalau nama kamu kembali baik, Mas." Gumam Delima lirik sambil menghapus bulir air mata yang jatuh berhasil melewati pipinya.

Perhatian Delima teralihkan saat handphonenya berdering pelan. Ada panggilan masuk dan ternyata dari suaminya saat handphone itu sudah ada di tangannya.

"Assalamualaikum, Mas."

"Waalaikumsalam, sayang. Lagi apa?."

"Lagi di kamar, Mas. Baru selesai membuat makanan untuk nenek. Mungkin sebentar lagi aku ke kamar nenek. Nenek minta makan di kamar."

"Iya, nenek tadi bilang sakit kepala. Nanti ada dokter ke rumah memeriksa kesehatan nenek."

"Iya, Mas. Mas lagi apa? Udah makan siang?. Makanannya masih enak enggak?."

"Masih enak sayang, ini Mas baru selesai makan."

"Iya, Mas."

"Ya udah Mas lanjut kerja lagi."

"Iya, Mas."

"I love you istriku sayang."

"Iya, Mas suamiku."

Delima segera memutus sambung telepon, ia tak ingin mendengar pertanyaan dari Adil. Delima menaruh handphonenya di atas nakas, sementara ia keluar kamar dan menuju dapur. Mengambil nampan lalu diisi dengan makanan untuk nenek.

Tok tok

"Nek, Delima boleh masuk?."

"Masuk, Delima."

Pintu terbuka dan Delima masuk lalu menaruh nampannya di sisi tempat tidur.

"Kepala nenek masih sakit?" tanya Delima sambil membantu nenek duduk. Bersandar pada tumpukan guling bantal yang telah disusunnya.

"Masih, biasanya kalau udah minum obat cepat membaik. Ini masih terasa sakit." Jawab nenek mengeluh.

"Mas Adil sudah menelepon dokter, mungkin sekarang sedang dalam perjalanan." Jelas Delima memberitahukan.

"Iya."

Lalu Delima mulai menyuapi nenek, untung saja napsu makannya masih baik jadi semau makanan dilahap sampai habis.

"Tunggu dokter aja ya nek minum obatnya?."

"Iya, kamu di sini saja temani nenek."

"Iya" Delima mengangguk. Lalu ia menaruh lagi nampannya di sisi tempat tidur.

"Mau aku pijat, Nek?." Delima menawarkan diri.

"Boleh" Nenek mengangguk lalu memposisikan dirinya membelakangi Delima. Ia meminta bagian leher saja yang dipijat pelan.

Tangan Delima sudah bergerak pelan, memijat leher nenek sesuai arahan. Nenek yang menikmati pun memejamkan matanya.

"Kamu KB enggak?" tanya nenek masih memejamkan mata.

Delima terdiam sejenak, kenapa hal itu tak terpikir olehnya. Bagaimana kalau secepatnya ia memiliki anak dari Adil sementara ia tidak memiliki perasaan terhadap Adil?. Apa yang harus dilakukannya?.

"Tidak, Nek." Jawab Delima jujur.

"Lebih baik kamu KB sampai kamu benar-benar bisa mencintai dan menerima Adil seutuhnya."

Sepertinya itu akan jauh lebih baik.

"Iya, Nek." Sahut Delima lemah.

"Setidaknya kalau pun nanti kamu masih belum mencintai Adil dan berniat meninggalkannya. Tidak terlalu berat bagi kalian tanpa kehadiran anak."

Berpisah? Meski Delima tidak mencintai Adil. Tapi ia tidak juga berpikir untuk mempermainkan pernikahan. Tidak pernah ia berpikir untuk berpisah walau setelah mengungkap kebohongan antara Om David, Om Davis dan mungkin Papa Handi.

Delima tak merespon perkataan nenek karena dokter yang baru saja datang dan langsung memeriksa kesehatan nenek. Dan hasilnya karena lambung nenek yang bermasalah jadi larinya ke sakit kepala. Dokter sudah meresepkan obat untuk lambung yang aman dikonsumsi.

"Biar saja saya yang belikan, Nyonya." Wati menawarkan diri setelah mengantar dokter.

"Tidak usah, Wat. Biar menantuku saja yang beli ke apotik. Ada yang harus dibelinya juga." Nenek lebih memilih menyuruh Delima karena memiliki tujuan.

"Jangan lupa yang nenek bilang tadi." Kata nenek lagi.

"Iya" sahut Delima mengangguk. Lalu keluar kamar dengan resep yang baru diambilnya dari Wati.

Obat lambung dan pil KB sudah ada di tangan Delima. Untuk meminum pil KB saja ia masih memiliki keraguan. Ada rasa rindu ingin memiliki anak lagi setelah kehilangan yang pertama. Namun bukan dari suami yang dicintainya. Apa itu bisa?.

"Kenapa dari tadi melamun terus?" tanya Sopian saat mereka dalam perjalanan pulang dari apotik menuju rumah.

"Emmm...Mas Sopian udah lama ikut Mas Adil?." Tanya Delima.

"Iya...lumayan lama." sahut Sopian tetap hati-hati berkendara.

"Selain sudah tahu Mas Adil, apa Mas Sopian lama juga mengenal keluarga Mas Adil?."

"Cukup mengenal aja tapi enggak yang mengenal-mengenal banget."

Delima mengangguk.

"Kenapa memangnya?." Sopian bertanya balik.

Delima segera menggeleng sambil tersenyum.

"Dikira ada apa." Kata Sopian ikut tersenyum.

"Dari ketiga anak Nyonya Daryati. Yang paling baik banget, dermawan, ya Tuan Handi. Makanya turun sama Mas Adil yang super baik banget. Di tambah lagi Nyonya Indira yang jauh lebih baik lagi tapi sayangnya menghilang. Tuan Davis sebenernya baik tapi sekarang sudah kemakan hasutan mak lampir jadi baiknya berkurang. Kalau Tuan David yang begitu-begitu aja. Seperti angin, bisa ikut sana bisa ikut sini." Jelas Sopian panjang lebar.

"Kenapa menghilang? Bukannya meninggal?." Tanya Delima penasaran.

"Katanya sih meninggal, tapi ada beberapa orang yang bilang hilang. Tuan Handi juga masih belum berhenti mencari Nyonya Indira. Tapi ini Nyonya Delima cukup tahu aja ya."

"Ishhh...kenapa jadi manggil Nyonya?." Delima tertawa malu dengan sebutan Nyonya.

"Panggil mbak aja, enggak apa-apa." Lanjut Delima.

"Nanti tanya Mas Adil dulu. Kalau boleh aku panggil mbak. Kalau enggak ya panggil Nyonya lagi." Sopian berusaha tetap sopan.

"Ngomong-ngomong, mak lampir siapa?."

"Istri Tuan Davis, si Meta."

"Kayanya aku belum pernah melihatnya."

"Mending jangan deh, orangnya rese. Si Meta sangat iri sama Nyonya Indira dan sering cari masalah. Makanya ada yang bilang kalau hilangnya Nyonya Indira ada hubungan dengan si Meta."

"Mas Adil tahu?."

"Mungkin tahu tapi enggak ada bukti ya mau gimana."

Delima terdiam lagi.

Ternyata keluarga harmonis yang diceritakan nenek tempo hari tak seharmonis kelihatannya.

Bersambung

1
Esti Purwanti Sajidin
aduhlah ikut deg2 an jg jadi nya
Teti Hayati
Mulai tegang...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!