Ayuna, seorang mahasiswi berparas cantik dengan segudang prestasi yang pastinya selalu menerima beasiswa setiap tahunnya, sekarang ia duduk di bangku kuliah semester 5 di usianya yang telah masuk 19 tahun. Cerita hidupnya memang selalu dipenuhi kejadian-kejadian di luar dugaannya, seperti menikah dengan salah satu most wanted di kampusnya, Aksara Pradikta.
Aksara, laki-laki yang dikenal dengan ketampanannya yang mempesona, ia adalah orang yang tertutup dan kadang arogan. Ia menikah dengan Yuna tentu bukan berdasarkan rasa cinta, melainkan karena suatu alasan yang dipaksakan untuk diterima oleh dirinya. Dan tentunya setiap pernikahan selalu memiliki jalan terjalnya sendiri, begitupun untuk Aksa dan Yuna. Permasalahan yang awalnya hanya datang dari sisi mereka berdua rupanya tak cukup, karena orang-orang di sekitar mereka hingga masa lalu mereka justru menjadi bagian dari jalan terjal yang harus mereka lewati. Apakah akan tetap bersama sampai akhir?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon andi mutmainna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
15>>
09: 40 PM.
Yuna masuk ke kamar setelah bosan hanya menonton televisi sejak tadi. Ia mendapati Aksa yang sedang memainkan ponselnya di balkon seperti biasa. Tanpa menggubrisnya, Yuna beralih ke lemari untuk mengambil kasur lipat andalannya. Namun belum sempat Yuna mengambil kasur itu, tiba-tiba Aksa sudah menegurnya.
"Lo tidur di kasur."
"Gue nggak m--"
"Gue tidur di sofa ruang tamu," sambung Aksa lagi dan kemudian pergi keluar kamar.
***
Waktu menunjukan pukul setengah satu malam, tetapi Yuna tak kunjung tertidur juga. Sepertinya ia masih belum terbiasa dengan kasur Aksa atau mungkin ia malah kepikiran sang pemilik kasur itu?
Yuna bangun dari pembaringannya dan mengambil segelas air di atas nakas, ia meneguknya hingga habis.
"Hah, rasanya mau gila aja," gumamnya mulai frustrasi.
Setelah berpikir beberapa saat, Yuna akhirnya memutuskan untuk keluar kamar. Ia membuka pintu dengan perlahan dan langsung melongo kaget saat mendapati Aksa masih belum tidur dan hanya sibuk menonton televisi.
Gue udah tahu, anak orang kaya kayak dia nggak bakal bisa tidur di tempat yang nggak nyaman.
"Lo tidur di kamar aja," sahut Yuna seraya menghampiri Aksa yang duduk di sofa.
Aksa mendongak, membalas tatapan Yuna. "Nggak," tolaknya.
"Lo nggak bakal bisa tidur di tempat kayak gini!"
"Bisa," balas Aksa kemudian merebahkan badannya di sofa.
"Lo itu kenapa, sih?!" tanya Yuna dengan nada kesal. Namun sayangnya Aksa tak menggubrisnya sama sekali.
Yuna beralih ke dapur untuk mencari cemilan, mood-nya terusik karena Aksa. Ia duduk di meja makan sambil terus mengunyah cemilan andalannya. Dan tak lama Aksa muncul dan langsung ikut duduk di samping Yuna, ia bersender dengan kedua tangan dilipat di depan dada. Tak lupa tatapan yang selalu tertuju pada gadis di sampingnya, Yuna.
Yuna menghela napasnya. "Lo mau apa lagi?" tanya Yuna datar.
"Gue mau nanya soal Jae." Yuna langsung menoleh sempurna pada Aksa.
"Kok tiba-tiba bahas Jae?"
"Dia temen atau pacar lo?" ujar Aksa tak peduli dengan pertanyaan Yuna sebelumnya.
"Ya temen lah! Mana berani gue pacaran sama dia, mending gue jadi babu lo sama temen-temen lo seumur hidup."
"Gue udah bilang, gue nggak mau lo jadi babu!" sentak Aksa yang meninggikan nada suaranya.
Yuna mengerjapkan matanya beberapa kali, ia kaget ketika Aksa berbicara dengan nada tinggi padanya. Aksa yang menyadari Yuna kaget dengan sikapnya barusan langsung merasa bersalah.
"Gue nggak maks--"
"Gue nggak suka cowok kasar," ujar Yuna dengan raut kecewa. "Gue juga nggak suka cowok nggak jelas kayak lo. Gue nggak suka kalau lo buat gue bingung. Gue nggak suka kalau lo jahat sama gue. Gue juga nggak suka kalau lo tiba-tiba baik sama gue. Gue nggak suka lo ngelindungin gue dari temen-temen lo yang mau nindas gue. Gue nggak ...." Yuna tak bisa melanjutkan ucapannya, terlihat jelas air matanya mulai tergenang di pelupuk mata cantiknya.
Lega rasanya mengeluarkan kata-kata yang terus bersarang di otaknya. Ia merasa dipermainkan oleh sikap Aksa, yang kadang jahat kemudian tiba-tiba baik dan seakan-akan ingin melindunginya.
Yuna terus menunduk dan menangis, terserah apa yang akan Aksa pikirkan tentang dirinya, ia sudah tidak peduli. Yang jelas perasaannya telah berhasil di porak-porandakan oleh Aksa, dan itu sangat menjengkelkan bagi Yuna.
Aksa masih setia duduk di samping Yuna, ia masih diam dengan rasa bersalahnya. Setelah mendengar ucapan Yuna barusan, ia baru sadar kalau dirinya bukanlah orang yang pandai mengekspresikan perasaan. Aksa tidak berniat menyakiti Yuna sedikitpun. Memang ia memiliki sikap egois, tetapi ia sama sekali tidak ingin membuat Yuna menangis seperti ini.
Tanpa sadar Aksa sudah mengangkat satu tangannya, ia ingin mengusap kepala Yuna. Berharap gadis itu berhenti menangis. Namun sayang, Yuna tiba-tiba berdiri dari duduknya. "Gue mau tidur," ujarnya lalu pergi meninggalkan Aksa yang masih diam seribu bahasa.
•••
Keesokan harinya Yuna masuk kampus seperti biasa, dan siang ini sembari menunggu mata kuliah mereka, Yuna bersama dua sahabatnya, Salsa dan Jae memilih menunggu di kantin fakultas mereka.
"Jadi siapa nih yang mesenin makanan?!" celetuk Jae.
"Lo lah!" balas Salsa.
"Kok gue? Sekali-kali, ya, lo dong!"
"Udah-udah, gue aja! Lo bedua pesen makanan yang biasa, kan?" tanya Yuna seraya berdiri dari duduknya.
"Yoi!" jawab Salsa dan Jae bersamaan.
Yuna beranjak ke stand Mbak Nani, warung andalan mereka. Tepat saat giliran Yuna ingin memesan makanan, tiba-tiba ada yang mendorongnya keluar dari barisan antrean. Yuna terjatuh ke lantai dengan tidak indahnya. Ia meringis kesakitan karena kedua tangannya mendarat duluan di lantai. Saat ia mendongak, ia langsung tahu siapa yang mendorongnya, Sabrina.
Yuna menghela napasnya kemudian berdiri kembali, ia menatap Sabrina kesal, ingin sekali ia menerkam gadis sombong itu, tapi apalah daya nyalinya tidak sebererani itu.
"Apa? Mau ngelawan?! Bisa apa lo?!" ujar Sabrina menatap remeh ke Yuna.
Yuna menunduk kemudian kembali masuk ke barisan antrean paling belakang, ia memilih diam daripada meladeni Sabrina yang tak akan pernah puas mengganggunya. Ini sudah risikonya karena orang-orang mengenalnya sebagai babu Aksa.
Hampir sepuluh menit Yuna mengantre makanan, tetapi gilirannya tak kunjung tiba. Sedari tadi ia selalu disalip oleh mahasiswa lain, membuatnya kehilangan kesabaran. Tak lama Yuna berbalik pergi tanpa memesan makanan. Ia langsung menghampiri Jae dan Salsa yang hendak marah karena melihatnya tak membawa makanan yang mereka pesan. Namun belum sempat mereka mengeluarkan petuahnya, Yuna sudah lebih dulu berbicara.
"Perut gue sakit! Antreannya panjang. Kalian pesen sendiri aja, ya," ujar Yuna kemudian pergi keluar dari kantin.
"Lo baik-baik aja?!" pekik Salsa.
"Iya!" balas Yuna di ujung pintu kantin.
***
Hal yang paling Yuna takuti selama kuliah di sana akhirnya terjadi juga. Ia sudah menjadi bulan-bulanan mahasiswa lain, dan hal itu tidak akan berhenti sebelum ia keluar dari kampus itu.
Yuna terus berjalan dengan air mata yang mulai berkumpul di pelupuknya. Ia tak ingin ada orang yang melihatnya menangis di kampus, jadi ia harus mencari tempat persembunyian. Yuna hendak ke poliklinik, tetapi beberapa detik kemudian ia mengingat kalau di sana ada dokter jaganya. Dan pada akhirnya ia beralih ke toilet, ia yakin tempat itulah yang paling sepi sekarang.
Brak!
Yuna masuk ke salah satu bilik toilet dan langsung membanting pintu dengan sekuat tenaga, emosinya benar-benar sudah di puncak. Ia duduk di dudukan toilet dan tangisannya pun pecah sejadi-jadinya.
"Gue nggak suka dibuli. Baru awal aja udah kayak gini, gimana besok-besok? Gue bahkan nggak bisa ngela—" Ucapan Yuna terhenti saat seseorang mengetuk pintunya.
"Buka pintunya sebelum gue dobrak!"
Yuna langsung berhenti menangis dan segera menghapus air matanya saat mendengar Aksa di luar bilik yang ia tempati, jangan sampai laki-laki itu melihatnya yang menyedihkan begini. Setelah beberapa saat Yuna akhirnya membuka pintu dan tampaklah Aksa yang berdiri dengan tatapan datar seperti biasa.
"Lo ngapain di sini?! Ini toilet cewek," tanya Yuna memecah keheningan.
"Lo kenapa nangis?" Sontak Yuna langsung menunduk saat Aksa menanyakan alasannya menangis.
Ini semua gara-gara lo, Bego!
"Bilang sebelum gue cari tahu sendiri."
--
Jangan lupa like ya teman-teman🤍