[ARC 1] Demallus-Hellixios-Rivenzha
Seorang perempuan terbangun di dunia lain dengan tubuh orang asing. Tak cukup dengan tak mengingat kehidupannya di masa lalu, sejak ia datang ke dunia itu, situasinya kacau.
Di kehidupan itu, nyawanya juga akan hilang hanya dengan satu kata dari seorang raja atau kaisar.
Namun, ia menemukan berbagai hal luar biasa dalam perjalanan, seperti makhluk sihir, teman seperjalanan yang menarik, dan alasan sekecil apa pun untuk bertahan hidup.
Meski tak terlalu dihargai, ia juga tak begitu peduli. Tapi kegelapan tak diketahui perlahan memanggilnya. Seolah memaksa melukai orang-orang yang mulai ia anggap berharga.
"Jika Anda menimbulkan kekacauan dan pergi ke jalan kegelapan di masa depan. Apa Anda bersedia membunuh diri Anda sendiri?"
Akankah kematian menjadi satu-satunya hal yang menunggunya lagi?
Give Me a Clue: Why Should I Stay Alive?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15. Iblis
Kaltaz menjelaskan jumlah monster dulu lebih banyak dari sekarang. Saat ini, memang ada monster yang dibiarkan bebas di alam dan jumlahnya selalu dalam kontrol. Hal itu dikarenakan hasil perjanjian beberapa negara untuk mencegah perburuan yang dapat memusnahkan suatu ras monster. Beberapa monster juga digunakan sebagai latihan para kesatria dan penyihir.
Tapi saat ini, cukup banyak monster yang keberadaannya sudah tidak ada atau nyaris tidak ada. Sebagai contoh Nightmare Walker, yang diperkirakan sudah musnah 900 tahunan yang lalu. Mungkin ada dari mereka yang lolos dan menyembunyikan diri sambil memulihkan kekuatan karena sihirnya melemah.
Bahkan ratusan tahun lalu, Nightmare Walker merupakan momok mengerikan, khususnya bagi para petualang dan penyihir dahulu yang masih mempelajari tentang perlindungan memori dan perlindungan bawah sadar.
Kaltaz menjelaskan bahwa hutan roh menjadi salah satu lokasi ujian karena merupakan tempat tinggal para monster, mereka menyukai kegelapan.
"Jika begitu sebaiknya kita melewati hutan roh saat matahari masih bersinar? Atau apakah itu sangat luas hingga kita tak akan sempat dan harus bermalam di sana?" tanya Aesel.
"Siang dan malam bukan masalah. Ini karena hutan roh memang selalu seperti malam hari meskipun siang. Lalu, jarak tempuh ke tempat selanjutnya dengan melewati hutan roh seharusnya tidak sampai setengah hari dengan kuda, hanya saja waktunya tidak menentu tergantung setiap orang yang melewati hutan itu. Terkadang ada yang hanya beberapa jam, ada yang berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan tak pernah keluar lagi dari sana, kemudian karena di sana sumber para monster, tentu banyak miasma yang akan melemahkan sihir dan membebani tubuh secara fisik," jelas Kaltaz.
Petualang yang lain tentu sudah mengetahui hal itu. Hanya Aesel yang mendengarkan penjelasan Kaltaz dengan seksama.
"Lalu, bagaimana cara kita melewatinya?" tanya Aesel.
"Kau tidak perlu mengkhawatirkan itu. Kau kan bersama kesatria Kaltaz, memangnya apa yang akan terjadi?" ucap Torah.
"Ya, jika ada yang mati. Itu pasti di antara kami berempat," ucap Alaster ringan seolah memang hal itu bukan masalah.
Jadi, ini memang berbahaya, pikir Aesel. Ia tak menyukai hal yang berkaitan dengan kegelapan dan sesuatu berbau mistis, katakanlah hantu, memangnya bagaimana cara mengalahkan hantu yang bahkan tak bisa disentuh atau tembus pandang? Akan bagus jika hanya dengan doa atau dengan merapal puja-puji.
"Jika memang Nightmare Walker sumber utama ancaman. Maka orang yang kemungkinan tak terpengaruh adalah saya dan nona Aesel." Kaltaz tentu saja ingat bagaimana penyihir agung bahkan tak bisa memasuki memori perempuan itu karena perlindungan bawah sadarnya. Meskipun Aesel sendiri tampaknya tak menyadari banyak hal, hanya insting atau refleks tubuhnya yang sedikit bagus.
Karena Nightmare walker adalah monster dengan tubuh yang tampak seperti kabut pekat hitam yang berkumpul, tentu sulit ditemukan dalam kegelapan.
"Kenapa Aesel?" kening Torah mengernyit.
"Kurasa itu karena tipe sihirnya, atau kalau tidak, ia pasti lebih hebat dari yang kita kira," ucap Alaster.
"Benarkah? Kalau begitu meskipun dalam misi ini saya diperintahkan untuk meminimalkan supaya nona Aesel tidak menggunakan sihir, saya jadi ingin melihatnya," ucap Arasidion.
Aesel juga ingin menggunakan sihir. Sayangnya saat menggunakan itu pun, ia tak tahu apa yang ia lakukan.
"Katanya sihir gelap juga mengeluarkan miasma meski jumlahnya sangat kecil dan langsung menghilang setelah beberapa detik dikeluarkan. Sebenarnya, saya juga ingin meneliti sihir itu, saya akan senang jika Anda mau jadi objek penelit—tidak, saya bercanda." Ivana buru-buru melarat ucapannya saat melihat tatapan peringatan dari Kaltaz.
Setelah itu, Kaltaz menyampaikan rencana untuk melewati hutan roh yang status bahayanya menjadi meningkat. Saat semua sudah paham tugas masing-masing, mereka bersiap dan kembali melanjutkan perjalanan menuju hutan roh.
Jalan yang mereka susuri cukup besar hingga dapat dilalui oleh setidaknya dua kereta kuda. Burung-burung sesekali terlihat, tampak normal dan tak berbeda dari dunianya. Tadi mereka juga berpapasan dengan kelompok lain yang menuju Hellixios.
"Apakah di jalan seperti ini memang tidak ada monster? Saya pikir akan ada yang menyerang kita," ucap Aesel.
"Jarang, apalagi jika siang. Biasanya monster lebih aktif di malam hari. Lalu, jalan ini memang dibersihkan rutin. Jika memang ingin mencari monster, biasanya tidak lewat jalan utama. Kita harus memasuki dan menelusuri jalan sendiri di hutan," jelas Kaltaz.
Aesel berpikir bahwa ia tidak akan bertemu monster dalam waktu dekat, apalagi menggunakan sihir.
Perjalanan menuju hutan roh jauh lebih lama dari yang Aesel duga. Mereka baru akan masuk saat sore hari. Benar saja, aura dari hutan itu terasa berbeda, gelap dan menakutkan. Perempuan itu tentu saja tak lupa bahwa ia agak tidak menyukai gelap.
"Apa tidak ada jalan lain?" tanya Aesel.
"Tidak ada, kecuali kita semua terbang di atas hutan. Tapi terlalu banyak kabut tebal dan ada yang bilang banyak monster pelahap dan roh jahat di atas hutan roh."
Terdengar sangat menantang, tapi sepertinya cukup berbahaya dan tidak mungkin mereka terbang untuk saat ini.
"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan. Bukankah sudah kubilang? Kau satu-satunya yang dilindungi di sini," ucap Torah.
Lalu, mereka semua mulai memasuki area hutan itu. Baru saja selangkah, hawa dingin terasa menusuk kulit sampai tulang. Angin berhembus kencang, sinar matahari sore kini sirna dan terhalang kabut hitam tebal serta dedaunan dan tumbuhan besar yang menghalangi cahaya masuk.
Tempat itu seperti dunia yang berbeda. Layaknya hutan gelap di tempat Demallus ketika Aesel melarikan diri. Gelap dan mencekam. Meski tak terlalu gelap dan semuanya masih bisa dilihat. Malah ada semacam serangga berbentuk kupu-kupu yang sayapnya terang. Suara-suara aneh yang asing, menambah suasana mistis.
Bisikan-bisikan halus dari balik pepohonan, lalu bayangan hitam yang bergerak cepat, serta sesuatu seperti roh putih terlihat terbang jauh di atas sana. Sekali lagi, tanpa Aesel sadari matanya berbinar. Ini menakutkan namun menakjubkan secara bersamaan. Setidaknya ia bersama orang lain sekarang.
"Meskipun sudah memasang pelindung transparan. Aku tetap merasa tertekan dan hawa di sini membuatku tak nyaman," ucap Alaster.
"Ah, rasanya sihirku tersedot perlahan," ucap Ivana.
"Hey, jangan mengatakan omong kosong. Kalian orang-orang lemah," ejek Torah.
"Bocah kurang ajar, aku akan melemparkanmu ke dalam mulut monster dan menyaksikanmu dimakan dengan senang hati," ucap Alaster.
Torah menoleh ke belakang dan menatap Alaster. "Coba saja, kau yang akan kubunuh lebih dulu," ucapnya lalu memeletkan lidah. Kemudian kembali menatap ke depan.
"Kalian jangan lengah, tetaplah waspada," ucap Arasidion.
Lalu, terdengar suara gemerisik dari area semak. Kaltaz memberikan isyarat agar mereka berhenti. Sesuatu tampak bergerak gesit. Ada suara aneh seperti benda kenyal, lalu ..., yang seolah memanggilnya tapi ia tak bisa menangkapnya dengan jelas.
"Nexa ..."
Jantung Aesel berdetak dua kali lebih cepat saat mendengar suara samar itu, membuat ia waspada.
Tapi tidak ada pergerakan atau pun serangan, dan pergerakan juga tak ada lagi. Bahkan, suara-suara lainnya juga menghilang.
"Apa itu sudah pergi?" ucap Ivana.
"Tampaknya begitu, mari lanjutkan perjalanan."
Mereka semakin dalam memasuki hutan roh. Tapi, tak sedikitpun terlihat ujung dari hutan itu. Malah semua tampak sama. Membuat Aesel bertanya-tanya apakah mereka melalui jalan yang benar. Tapi yang lain tampak biasa saja, jadi ia hanya diam.
Kaltaz menghentikan kudanya membuat yang lain di belakangnya ikut berhenti.
"Ada apa?" tanya Ivana.
"Sepertinya kita sudah masuk dalam perangkap," ucap Kaltaz.
"Apa?" Torah menaikkan sebelah alisnya.
"Sial, aku sudah menduga ada yang tidak beres sejak tadi." Alaster lebih siaga.
"Aneh tidak ada yang menyerang kita sama sekali. Padahal seharusnya semenjak menginjakkan kaki, setidaknya ada monster yang akan langsung menyambut kita, terlalu sunyi," ucap Arasidion.
"Apa yang salah? Satu-satunya hal yang kusadari hanya pemandangannya terasa sama dari tadi," ucap Aesel.
"Apa maksudmu dengan pemandangan yang sama? Bukankah kita sudah melalui tempat berbeda? Pohon besar dan rawa." Alaster mengernyitkan kening.
"Apa? Apa maksudmu?" Aesel lebih tak mengerti.
Semuanya diam.
"Apa dari tadi sebenarnya kita hanya berputar-putar? Atau diam di tempat?" tanya Torah.
"Kupikir jalannya memang seperti itu. Semua tampak sama. Tapi, apa memang kita sama sekali tak bergerak?" katanya sambil menatap gadis itu.
"Tunggu, ada apa dengan matamu?" Torah menatapnya dengan tatapan sulit diartikan, membuat yang lain ikut melihatnya dan menatapnya dengan tatapan sama, seolah ia makhluk aneh.
"Kenapa?"
Kaltaz merunduk, meraih dagu Aesel dan melihat wajah gadis itu. Bola matanya membesar sesaat setelah bertatapan dengan mata Aesel.
Daritadi, yang lain tak menyadarinya karena Aesel berada paling depan. Mereka juga tak menatap satu sama lain saat berbicara. Kaltaz pun yang berada satu kuda dengannya tak bisa langsung menatap Aesel.
"Iblis," ucap Ivana.
Mata perempuan itu yang semula putih dengan iris merah, berganti menjadi hitam dengan iris merah darah.
Alaster terkekeh kecil. "Yang benar saja, ini sangat menarik," katanya.
salut sihhhh...🤩