Revisi
Ada beberapa hal yang dirasa kurang memuaskan, jadi diputuskan untuk merevisi bagian awal cerita.
Petugas kepolisian Sektor K menemukan mayat di sebuah villa terpencil. Di samping mayat ada sosok perempuan cantik misterius. Kasus penemuan mayat itu nyatanya hanya sebuah awal dari rentetan kejadian aneh dan membingungkan di wilayah kepolisian resort kota T.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon bung Kus, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ayam Panggang di Ruang Makan
Tabah berhenti di sudut ruangan. Dia menoleh ke belakang. Namun hanya ada kegelapan pekat dan kesunyian yang terasa mencekam. Dalam batinnya dia mengutuk diri sendiri kenapa harus bersikap sok berani hanya untuk terlihat gagah di depan Andre, juniornya.
Sebenarnya Tabah merasa ketakutan berada di sebuah ruangan terbengkalai sendirian. Apalagi dia harus mencari suara tangis perempuan yang tidak jelas asal-usulnya. Pekerjaan macam apa yang demikian itu? Tabah memukul dinding, menghasilkan gema yang membuat bulu kuduknya malah semakin meremang.
"Apa aku balik saja ya?" gumam Tabah penuh keraguan.
Setelah termenung beberapa saat, terlintas ide konyol di benak Tabah yakni menghitung kancing baju. Mengundi nasib dengan menghitung kancing, dulu sering Tabah lakukan saat masih duduk di bangku sekolah. Teringat dulu saat ujian kelulusan dia menghitung kancing untuk menentukan jawaban soal pilihan ganda. Dan nyatanya intuisi dari perjudian itu membawanya pada kelulusan.
"Lanjut, kembali, lanjut, kembali. .lanjut?" Tabah termenung sesaat.
Angin berhembus lirih dari arah luar. Meniup tengkuk Tabah perlahan. Laki-laki itu hendak mengulang menghitung kancing bajunya saat sebuah suara yang memekakkan telinga mengagetkannya.
"Lanjut saja PAAKK!"
Sebuah teriakan serak yang terasa dekat dengan daun telinga Tabah, tetapi tidak terlihat ada seorang pun di sekitarnya. Tabah terlonjak kaget dan segera berlari tak tentu arah. Napas Tabah tersengal. Dia mencapai sebuah ruangan dengan meja persegi panjang berdebu di bagian tengah. Ada tudung saji di atas meja.
"Sepertinya ini ruang makan," ucap Tabah sembari mengatur napas. Senter di tangannya tetap menyala. Cahaya dari senter itu tepat mengenai tudung saji yang terbuat dari rotan.
Tabah menelan ludah. Ada keanehan yang dia temukan. Tudung saji tampak bersih mengkilap, padahal meja makan terlihat sangat kotor penuh debu menghitam. Perlahan Tabah mendekati tudung saji. Dia berpikir mungkin saja ada petunjuk soal sosok yang meneriakinya tadi.
Pegangan bagian atas tudung saji sudah berada dalam genggaman tangan Tabah. Namun rasa takut dan kecemasan menguasai sebagian hatinya. Keringat sudah mengalir di kening Tabah sedari tadi. Bahkan ketiaknya pun terasa sangat basah dan lengket.
Dengan satu tarikan napas Tabah mengangkat tudung saji. Matanya menyipit bahkan hendak tertutup saking takutnya. Di dalam otak Tabah sudah terbayang hal-hal mengerikan. Potongan bagian tubuh manusia ataupun benda-benda sesajen, seperti gambaran-gambaran dalam cerita horor.
"Asyuu!" pekik Tabah kala tudung saji sudah terbuka sepenuhnya. Tidak ada hal menyeramkan seperti yang dia duga. Di balik tudung saji yang tertutup rapat hanya ada ayam panggang utuh dengan aroma lezat yang menggugah rasa lapar.
Tabah merasa aneh, bagaimana mungkin ada ayam panggang di dalam villa terbengkalai? Siapa juga yang sudi bersusah payah masak di tempat gelap, sepi, dan menyeramkan? Tapi Tabah tetap memeriksa ayam panggang di hadapannya.
Tabah menyentuh bagian paha ayam panggang. Masih terasa hangat. Yang artinya ayam itu belum terlalu lama diletakkan disana. Dia mencubit dan merobek bagian kulit ayam kemudian menghirup aromanya. Tidak ada yang aneh. Aroma ayam panggang yang sempurna. Buru-buru Tabah menutup kembali tudung saji.
"Berarti ada beberapa orang yang tinggal di tempat ini. Mungkin hari ini ada yang berkunjung, entah untuk tujuan apa. Kemudian mereka memasak, lalu ada yang terbunuh. Bisa jadi," gumam Tabah mengagumi dugaannya sendiri. Dia merasa bak seorang detektif handal. Memecahkan kasus, mendapatkan penghargaan, sudah terbayang di benaknya. Tabah mulai lupa dengan suara serak yang tadi meneriakinya.
Tabah kembali melangkah. Lampu senter diarahkan pada bagian ujung dapur. Ada sebuah pintu dengan cat warna hitam pekat. Tabah membukanya. Rupanya dia sampai di bagian dapur. Ruangan dapur yang tampak lebih luas dengan tiga tungku di bagian ujung.
Dapur terlihat lebih terang karena memiliki jendela besar dan cerobong pembuangan asap. Salah satu tungku tampak masih menyala. Ada sedikit kobaran api dengan aroma sangit pembakaran. Tabah semakin yakin ada orang yang menempati villa tersebut hari ini. Mungkin orang itu tengah bersembunyi.
Tabah mengendap-endap mendekat ke jendela. Dia mengintip keluar melalui kaca yang terpasang di dinding setinggi pinggangnya. Ternyata di bagian belakang dapur berupa jurang yang cukup curam. Pantas saja di ujung dapur tidak dipasang daun pintu. Tidak mungkin ada orang yang bisa masuk ataupun keluar dari sana.
Di dalam otaknya Tabah membuat denah villa terbengkalai itu. Bagian depan dan belakang berupa turunan bahkan tebing curam. Berarti villa itu berdiri di satu-satunya tempat lapang di area sekitar bukit desa Karang.
Tabah berpindah memeriksa tungku yang masih menyala. Bara apinya yang merah memberi kehangatan di tengah udara yang beku. Di atas tungku terdapat panci berisi air yang mendidih.
Samar-samar, Tabah mencium aroma lain di antara bau sangit dari bara api. Meskipun tipis aroma itu kian lama semakin menyengat.
"Wangi melati," gumam Tabah gusar. Seketika dia menunduk, mengorek-ngorek bara api di dalam tungku. Dia yakin aroma wangi tersebut berasal dari dalam tungku.
Di antara bara api yang terbakar, Tabah menemukan gulungan benda dibungkus daun pisang yang sudah terbakar sebagian. Ada secuil kemenyan dan beberapa tangkai bunga di dalamnya.
"Apa-apaan ini?" Tabah masih membolak-balik gulungan daun pisang dengan dahan kayu kering yang ujungnya sudah terbakar. Pada saat itu terdengar benda jatuh dari ruang makan.
"Siapa disana?!" bentak Tabah meninggikan suaranya. Meski demikian Tabah malah melangkah mundur. Rasa takut kembali menggerogoti hatinya. Suasana kembali hening. Tabah menelan ludah. Pandangannya tak lepas dari pintu hitam di sudut ruangan.
"Ndre? Andre?" panggil Tabah ragu. Tidak ada jawaban. Suasana tetap saja sunyi. Keheningan yang terasa panjang dan menakutkan. Tabah kembali berkeringat di tengah udara yang dingin. Dia mengusap dahinya.
"Pak Wariman yo? Hei! Heiii!" teriak Tabah sekali lagi. Dan tetap saja tidak ada jawaban. Tidak ada yang menyahut. Suara Tabah kembali ditelan kesunyian.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya Tabah memutuskan untuk keluar dari dapur. Dia mengepalkan tangan dan menggenggam erat senter sembari menarik daun pintu. Pekatnya kegelapan kembali menyergap.
Tabah mengarahkan sorot lampu senter pada meja makan. Tudung saji tidak lagi ada disana. Benda yang berasal dari rotan kering itu terjungkal di lantai. Ayam panggang pun lenyap.
"Bajilak. Kucing apa maling?" gumam Tabah seraya mengarahkan sorot lampu senter ke sembarang arah. Pada saat itulah sekelebat bayangan terlihat sekilas.
Sesosok makhluk berjalan membungkuk, nyaris merangkak. Gerakannya cepat dan lincah keluar dari ruang makan menuju ruang depan. Tabah yakin sosok tersebut yang sudah mengambil ayam panggang di meja makan.
"Hey! Berhenti! Maling brengsek! Eh maling ayam panggang," teriak Tabah sambil mengayun langkah. Dia tidak sanggup berlari karena perutnya yang buncit membuat tubuhnya terasa berat.