Selena adalah seorang wanita yang dikenal sebagai single mom padalah dirinya belum menikah. Selena menanggung status itu karena ia menjadi ibu seorang Lionel Arkana yang merupakan anak dari sang kakak yang meninggalkan anaknya begitu saja dan kabur bersama pria lain setelah disakiti suaminya, Devon Robert Leodinas.
Ya, Lionel yang kini menjadi anaknya adalah anak dari Devon Robert Leodinas dan Bianca Acella kakaknya.
Selama eman tahun, Selena pusatkan semua hidupnya untuk Lionel putra tersayangnya.
Namun, bagaimana jadinya jika Devon Robert Leodinas seorang bapak biologis Lionel tiba-tiba kembali dan menghantui Selena setelah enam tahun menghilang?
Akan kah Devon tahu jika seorang anak yang memanggil Selena Momy adalah anaknya sendiri? Dan akankah Devon tahu jika ternyata ia mempunyai seorang anak dari mantan istrinya yang tak lain adalah kakak Selena?
UPDATE SETIAP HARI SENIN SELASA & RABU ‼️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibun Neina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Before
Satu jam sebelum kejadian
Devon berdiri di salah satu sudut ruangan kantor yang dipenuhi kaca, pandangannya tertuju pada sosok wanita yang berjalan cepat di seberang ruangan. Langkah kakinya tegas, penuh dengan keyakinan yang membuatnya semakin menarik perhatian siapa pun yang melihatnya. Namun bagi Devon, wanita itu lebih dari sekadar menarik. Itu adalah Selena—wanita yang pernah mengisi hatinya dan sekarang tampaknya ingin melarikan diri dari kehadirannya.
Devon tidak menyangka bahwa ketika dia memutuskan untuk mengambil alih perusahaan ini, ia akan menemukan Selena disini. Sebuah kebetulan yang terlalu sempurna untuk diabaikan. Pandangan Devon tidak pernah lepas dari Selena, bahkan saat Hendrik menghampiri dan berdiri di sampingnya, mengikuti arah pandangan Devon.
"Apakah dia staf di perusahaanmu?" Devon bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari Selena.
Hendrik yang merasa penasaran dengan arah pembicaraan ini mengangguk. "Ya, dia manajer pemasaran di perusahaanku. Ada apa? Apa kau tertarik padanya?" Suaranya terdengar santai, tapi kemudian Hendrik kembali bersuara, "Mundur saja, Devon. Dia sudah bersuami dan punya anak."
Devon tersenyum masam, seolah meremehkan kata-kata itu. "Suami katanya," gumamnya dengan nada penuh sinisme. Sebuah ide picik tiba-tiba melintas di benaknya, membuat senyumnya semakin melebar.
"Pecat dia, dan pindahkan dia ke perusahaanku. Aku akan menjadikannya sekretaris pribadiku."
Hendrik seketika menoleh, terkejut bukan main. "What the hell? C'mon, bro. Apa kau sungguh-sungguh?"
Tanpa ragu, Devon mengangguk. “Ya, aku sungguh-sungguh. Akan kuberi apa yang kau mau jika kau memindahkannya ke perusahaanku.”
Hendrik menghela napas, tahu betul bahwa Devon tidak mudah digoyahkan saat sudah memutuskan sesuatu. "Tapi itu tidak mudah. Aku harus meminta persetujuannya dulu, baru aku bisa memindahkannya."
Devon menggeleng dengan tegas, matanya masih tertuju pada Selena yang kini berbicara dengan seseorang di seberang ruangan. "Tanpa persetujuan. Pindahkan dia tanpa persetujuannya."
Hendrik kembali menghela napas, merasa terjebak antara keinginan Devon dan prosedur yang ada. "Baiklah, akan kucoba," jawabnya akhirnya, meski dia tahu ini tidak akan mudah.
Setelah percakapan berakhir, Hendrik hanya bisa menggelengkan kepala dengan cemas. Ia tahu Devon serius dengan apa yang dia katakan. Ketika Devon menginginkan sesuatu, dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkannya, tidak peduli seberapa sulit atau tidak etis jalannya.
Dengan senyum tipis yang penuh rencana, Devon mulai merencanakan langkah-langkah selanjutnya. Dia tahu bahwa memindahkan Selena tanpa persetujuannya akan menjadi tantangan, tetapi dia juga tahu bahwa dia punya kekuatan untuk membuat segalanya terjadi. Baginya, ini bukan hanya soal mendapatkan Selena kembali; ini soal membuktikan bahwa dia masih memiliki kontrol atas hidupnya, bahkan setelah bertahun-tahun berlalu.
Devon sudah bisa membayangkan Selena di kantor barunya, bekerja dekat dengannya setiap hari, dipaksa menghadapi perasaan yang selama ini Selena coba pendam. Bayangan itu memberi Devon kepuasan tersendiri meski dalam hati kecilnya, ada keraguan apakah ini benar-benar cara yang tepat untuk mendapatkan wanita yang ia cintai. Tapi, Devon sudah terlalu jauh untuk mundur sekarang. Devon yakin, dengan waktu dan kedekatan, Selena akan kembali padanya. Dan kalau pun tidak, setidaknya dia sudah mencoba segalanya.
"Tunggu saja, Selena," bisik Devon pada dirinya sendiri, "Kita akan seperti dulu lagi, lebih cepat dari yang kau duga. Kali ini aku berjanji tidak akan menyakitimu."
*****
Selena berjalan dengan langkah cepat menuju parkiran, napasnya berat dan pikirannya berkecamuk. Dia tahu tindakannya tadi benar-benar tak terduga bahkan mungkin bodoh, tetapi perasaannya sudah memuncak. Semua emosi yang ia pendam selama ini, telah menuntunnya untuk mengambil langkah drastis itu. Namun Selena tidak peduli. Yang Selena inginkan sekarang hanyalah pergi dari sana, menjauh dari semua keributan dan dari Devon, yang tiba-tiba datang ke perusahaan tempatnya bekerja.
Ketika Selena membuka pintu mobilnya dan hendak masuk, suara langkah kaki yang cepat tiba-tiba menghampiri membuatnya terhenti. Selena menoleh dan mendapati Devon. Wajahnya yang tadi penuh dengan senyum menyebalkan kini berubah menjadi ekspresi marah yang menakutkan. Devon berjalan cepat mendekatinya, dan sebelum Selena bisa bereaksi, Devon sudah berada di hadapannya.
"Selena!" Devon memanggil nama Selena dengan nada yang tak bisa ditahan, suaranya rendah namun penuh kemarahan. "Apa yang kau pikirkan tadi?!"
Selena mendengus dan tanpa menunggu jawaban Devon, ia membanting pintu mobilnya, lalu berbalik menghadap Devon dengan sorot mata penuh kemarahan. "Apa yang aku pikirkan? Aku mencoba melarikan diri dari kekacauan yang kau bawa! Mengapa kau datang ke perusahaan tempatku bekerja, Devon?! Aku yakin ini bukan kebetulan!." jawab Selena dengan nada tinggi.
Devon menggeram, tangannya mengepal. "Mengapa aku datang? Tentu karena perusahaan ini adalah milikku. Apakah aku tidak boleh datang ke perusahaan ku sendiri?.” jawab Devon, suaranya semakin menekan.
Selena menatap Devon tajam, amarah dan ketidakpercayaan membara dalam dirinya. “Jangan berpura-pura, Devon! Kau bisa mengurus perusahaan besar lain milikmu, tapi justru memilih datang ke sini? Jangan pikir aku tidak tahu maksudmu. Kau tidak datang untuk urusan bisnis—kau datang untuk ku! Kau tahu betul aku bekerja di sini, dan kau sengaja ingin menyeretku kembali ke dalam hidupmu!."
Devon yang sebelumnya mencoba menahan diri semakin merasa terpojok. Dan Selena tidak memberinya kesempatan untuk menjawab. "Kau egois, Devon! Kau pikir semua orang hanya bisa menjadi bagian dari permainanmu? Aku punya kehidupan sendiri sekarang, dan kau pun begitu!” Suaranya penuh ketegasan, memperlihatkan bahwa Selena tidak akan menyerah dengan mudah.
Devon menatap Selena dengan intensitas yang sulit disembunyikan. Matanya menyala, mencerminkan perpaduan antara kemarahan dan sesuatu yang lebih dalam, lebih mendalam. Devon melangkah lebih dekat, hingga jarak di antara mereka hampir tak ada lagi.
"Aku egois, Selena? Mungkin," jawab Devon. Suaranya rendah namun penuh dengan ketegasan. "Tapi aku tidak peduli. Kau benar, aku datang kesini untuk mu. Kau bisa menyebutnya apa pun yang kau mau, tapi aku tahu kau merasakannya juga. Kau bisa berteriak, mendorongku, dan mencoba lari dariku, tapi tatapan matamu tak bisa berbohong. Masih ada cinta di sana, Selena. Kau masih peduli padaku, meskipun kau mati-matian mencoba menjauhiku."
Devon melangkah lebih dekat lagi, hingga wajah mereka hampir bersentuhan. "Kau bisa mencoba melupakan, tapi perasaan itu tetap ada. Aku tahu karena aku merasakannya juga. Kau pikir aku akan melepaskan mu begitu saja? Kau salah besar. Aku datang ke sini untuk menuntaskan apa yang belum selesai di antara kita. Kau dan aku, kita berdua tahu bahwa ini belum berakhir."
Suaranya semakin menekan, menantang Selena untuk menolak apa yang dikatakannya. "Katakan, Selena. Katakan padaku bahwa aku salah. Katakan bahwa kau benar-benar sudah melupakanku. Tapi tatap mataku dan buktikan bahwa kau benar-benar tak merasakan apa pun lagi." lanjut Devon, tatapan matanya penuh dengan determinasi dan keyakinan bahwa Selena takkan bisa melakukannya.
Selena berusaha mempertahankan sikap tegasnya, tapi kata-kata Devon menghantamnya lebih keras dari yang Selena kira. Jantungnya berdetak kencang, dan meski Selena ingin menyangkal semuanya, ada bagian dalam dirinya yang tak bisa berbohong.
Selena menghela napas panjang, mencoba mengumpulkan keberaniannya. "Kau terlalu percaya diri, Devon," jawab Selena, suaranya bergetar meski ia berusaha tetap tegar. "Aku sudah memilih jalan hidupku. Aku sudah menikah. Cinta kita sudah lama berakhir, dan aku… aku sudah melupakanmu." jawab Selena berbohong. Kata-kata itu terasa berat di lidahnya, seakan setiap kata adalah kebohongan yang dia paksakan keluar. Mata Selena tak bisa menahan untuk sesaat menatap mata Devon, dan di sana ada perasaan yang tak bisa ia sembunyikan, secercah kerinduan yang dalam.
Selena memalingkan wajah, merasa dadanya sesak. "Kau tidak bisa datang ke sini dan mengacaukan hidupku hanya karena kau tak bisa menerima kenyataan, Devon. Aku bukan lagi milikmu, dan aku tidak bisa kembali ke masa lalu." lanjut Selena.
Selena tahu betul ia sedang mengkhianati perasaannya—bahwa meski dia mencoba sekeras mungkin, ada bagian dari dirinya yang masih mencintai Devon. Bagian dari dirinya yang tak pernah benar-benar bisa melupakan pria di hadapannya ini. Tapi Selena tidak bisa, Selena hanya ingin hidup tenang sekarang. Bersama Lionel putra tersayangnya.
kl ga egois mh ga mngkin dlu nkah sm kk'ny selena,sdngkn dia sndri pnya hbungn sm selena....trs skrng tba2 dtng,trs sok mrsa mmiliki selena lg...ga tau diri kn km devon???
trnyta ada yg lbh smbong dr devon,sialnya dia clon istri ktanya...
Kira2 devon bkln tkluk ga y???
udh mmpir nih...slm knl....
jd selena dlu pcaran sm devon???trs knp nkahnya sm bianca???