“Glady, tolong gantikan peran kakakmu ! “ ujar seorang pria paruh baya tegas kepada putri semata wayangnya.
Glady Syakura, berusia 17 tahun harus menggantikan peran kakak angkatnya yang pergi begitu saja setelah menikah dan melahirkan kedua anaknya.
“Peran kakak ? “ tanya Glady bingung yang saat itu hanya tahu jika dirinya hanya membantu kakaknya untuk mengurus Gabriella yang berusia 6 bulan dan Gabriel yang berusia 4 tahun.
***
“APA ?! KAMU INGIN BERCERAI DENGANKU DAN MENINGGALKAN KEDUA ANAK KITA ?! “ teriak seorang pria tampan menggelegar di seluruh ruangan. Saat istrinya menggugat dirinya dengan alasan yang tak masuk akal.
“KAMU AKAN MENYESAL DENGAN PERBUATANMU, PATRICIA ! “
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dlbtstae_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Maafkan papa, nak!
Pagi itu, udara segar dan matahari yang baru terbit menciptakan suasana yang cerah dan penuh harapan. Gama mengendarai mobil dengan hati-hati menuju sekolah Gabriel, dengan Glady duduk di sampingnya dan Gabriel di kursi belakang, tertawa riang sambil menggoda adiknya, Gabriella, yang masih dalam gendongan. Hari ini adalah hari pertama Gabriel masuk sekolah diantar oleh Glady yang kini merasa campuran antara gugup dan bahagia. Meskipun belum ada kepastian tentang hubungan mereka, Ganesha, ibu Gama, dengan tegas meminta mereka untuk mengantar Gabriel bersama-sama.
“Daddy, bunda, hali ini Gabli senang sekali, bisa diantelin daddy sama bunda sama adek Ella juga ! ” seru Gabriel dengan semangat yang menggebu-gebu. Gama tersenyum, menoleh ke belakang untuk melihat wajah ceria putranya.
“Benar, sayang. Bunda juga senang bisa anterin Gabri berangkat sekolah, ” kata Glady lembut, mencoba menenangkan dirinya yang masih sedikit canggung berada dalam situasi ini. Di dalam hatinya, ada rasa hangat saat melihat Gabriel begitu bahagia. Kehadiran Glady di sisinya juga memberikan ketenangan, meskipun hubungan mereka masih belum pasti.
Glady tersenyum, menatap Gabriel melalui kaca spion. “Dan jangan lupa cerita ke bunda nanti ya, bagaimana kegiatan sekolahmu hari ini,” katanya dengan nada ceria. Glady sudah tidak kaku lagi saat dirinya menggunakan kata ‘Bunda’ saat berbicara dengan Gabriel dan Gabriella.
Saat mereka tiba di sekolah, Glady dan Gama keluar dari mobil untuk mengantar Gabriel. Mereka berdiri di depan gerbang sekolah, menatap Gabriel yang melompat-lompat kegirangan dengan ransel kesayangannya. Gabriella, yang masih dalam pelukan Glady, tersenyum lebar melihat kakaknya yang begitu bersemangat.
“Ayo,kita masuk ke dalam,” kata Gama sambil menggenggam tangan putranya. Glady mengikuti di belakang mereka, merasa sedikit canggung dengan tatapan beberapa orang tua lain yang melihat mereka. Mereka berusaha mengabaikan perasaan tidak nyaman itu dan fokus pada Gabriel.
Tanpa mereka sadari, seorang pria yang kebetulan melewati sekolah tersebut melihat mereka dari kejauhan. Pria itu, yang ternyata tetangga lama keluarga mereka dan juga teman dekat Ketua RT, memperhatikan dengan cermat. Kecurigaan yang sudah lama tertanam di benaknya langsung muncul kembali ketika melihat Gama dan Glady bersama-sama mengantar Gabriel.
“Ternyata rumor itu benar adanya, “ gumam pria itu.
Pria itu dengan cepat mengambil ponselnya dan memotret mereka dari samping, tepat saat Gabriel memasuki gerbang sekolah dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia merasa yakin bahwa ini adalah bukti yang dia butuhkan untuk membenarkan semua rumor yang sudah beredar. Tanpa menunggu lama, pria itu segera mengirimkan foto tersebut ke grup keluarga RT, tempat semua gosip tentang lingkungan mereka biasanya bermuara.
“Glady, ku kira kamu gadis yang baik. Ternyata kamu benar-benar menjadi orang ketiga di rumah tangga kakakmu sendiri. Sungguh membuatku kecewa ! “
Di sisi lain, Gama dan Glady yang tidak menyadari apa yang baru saja terjadi, mengucapkan salam perpisahan kepada Gabriel yang dengan antusias melambai sebelum berlari ke arah teman-teman kelasnya. Setelah itu, mereka kembali ke mobil dengan hati yang sedikit lega.
“Terima kasih sudah mau ikut, Lady,” kata Gama dengan suara pelan saat mereka sudah berada di dalam mobil. “Aku tahu ini tidak mudah untuk kita semua.”
Glady menatap Gama sejenak sebelum mengangguk. “Kita lakukan ini demi Gabriel dan Gabriella,bang. Aku ingin mereka bahagia,” balasnya. Ada kehangatan dalam suaranya, meski ada ketidakpastian yang menyelimuti hubungan mereka.
Tanpa mereka sadari, dalam beberapa menit saja, foto mereka sudah tersebar di antara para tetangga. Beberapa orang tua yang juga berada di sekolah saat itu mulai menerima pesan yang berisi gambar tersebut dengan tambahan komentar yang penuh spekulasi. Bisik-bisik mulai terdengar, dan rumor yang sebelumnya hanya berupa bisikan di balik pintu kini seakan-akan menjadi kenyataan yang tak terbantahkan.
"Sudah kuduga mereka ada hubungan! Lihat saja, mereka berdua mengantar Gabriel ke sekolah. Pasti benar ada sesuatu antara Glady dan Gama," komentar seorang ibu di grup keluarga RT.
“Kalau benar begitu, kasihan Patricia. Dia pasti sangat sakit hati, makanya dia nggak pernah terlihat lagi. Mungkin malu,” balas yang lain.
Percakapan di grup semakin ramai, dan gosip tentang hubungan Glady dan Gama mulai menyebar semakin luas. Kabar ini pun akhirnya sampai ke telinga Ketua RT, yang merasa perlu segera bertindak sebelum rumor ini semakin mengancam kedamaian di lingkungannya. Akan tetapi, pernyataan Lediana dan Patricia membuat mereka susah untuk menghubungi Glady maupun Gama.
Sementara itu, Glady dan Gama yang masih dalam perjalanan pulang, tidak menyadari bahwa dunia mereka sedang diguncang oleh satu foto. Mereka mengobrol santai tentang bagaimana Gabriel akan beradaptasi di sekolah saat pertama kali pindah kesekolah barunya,dan bagaimana Gabriel mencoba menjaga suasana hati tetap ringan dan positif.
Namun, telepon Gama mulai bergetar di atas dasbor mobil, dan pesan demi pesan mulai masuk. Dia mengernyit, merasakan firasat buruk, tetapi memutuskan untuk tidak membuka pesan-pesan itu dulu. Dia ingin menikmati sedikit ketenangan ini sebelum menghadapi dunia luar yang mungkin sudah dipenuhi dengan rumor dan spekulasi.
Mereka akhirnya tiba di rumah, dan saat Glady mengeluarkan ponselnya, dia terpaku melihat begitu banyak pesan yang masuk dari Junik tetangga rumah keluarganya. "Abang... sepertinya ada sesuatu yang terjadi," katanya pelan, sementara Gama memandangnya dengan rasa ingin tahu yang sama.
Dan saat Glady membuka pesan pertama, dia sadar bahwa rumor yang beredar mungkin lebih kuat daripada yang mereka bayangkan. Rumor yang, tanpa mereka sadari, sudah dipecahkan oleh satu foto sederhana yang seharusnya hanya menangkap momen bahagia di hari pertama sekolah Gabriel.
“Ba–bagaimana mungkin, –”
*
*
*
*
Patricia berjingkrak senang di ruang tamu, wajahnya dipenuhi kegembiraan yang tampak jelas. Di tangannya, ponselnya menampilkan foto Glady dan Gama yang tengah mengantar Gabriel ke sekolah. Foto itu dengan cepat tersebar di seluruh kompleks, membuat Patricia dan ibunya, Lediana, merasa seolah-olah mereka baru saja memenangkan perang yang telah lama mereka perjuangkan.
"Sudah kubilang, Ma! Dengan foto ini, semua orang akan percaya kalau Glady memang perebut laki orang! Lihat saja, sekarang satu kompleks pasti membicarakan dia!" seru Patricia dengan penuh semangat, tatapannya penuh kemenangan.
Lediana, yang duduk di sofa dengan senyum licik di wajahnya, mengangguk setuju. "Bagus. Biar mereka semua tahu siapa Glady sebenarnya. Anak itu tidak bisa kita jangkau setelah mantan mertuamu membawanya pergi. Sekarang, kita tinggal duduk dan menikmati drama ini," katanya dengan nada dingin.
Jonathan, yang baru saja masuk ke ruangan, tertawa kecil saat melihat antusiasme Patricia. "Kalian benar-benar tahu bagaimana caranya memanfaatkan situasi, ya? Sekarang Lady pasti tidak akan punya muka lagi untuk muncul di depan umum. Semua orang akan berpikir dia sudah menghancurkan keluarga sendiri," ujarnya sambil mengambil ponselnya dan melihat foto itu dengan tatapan puas.
Patricia menatap suaminya dengan penuh kebanggaan. "Ini baru permulaan, Sayang. Dengan foto ini, reputasi Lady akan hancur. Kita akan pastikan dia tidak bisa melangkah tanpa dihantui oleh tuduhan ini," katanya dengan nada yang begitu kejam, membuat siapapun yang mendengarnya akan merasa geram.
Lediana menyeringai, menatap Patricia dan Jonathan dengan pandangan puas. "Kalian benar. Ini adalah langkah yang tepat. Dan sekarang, biarkan mereka semua merasakan akibat dari tindakan mereka sendiri," katanya dengan nada penuh kemenangan.
Mereka bertiga tertawa bersama, merayakan apa yang mereka anggap sebagai kemenangan besar, tanpa sedikit pun menyadari bahwa perbuatan mereka telah merusak kehidupan seseorang yang hanya berusaha menjalani hidupnya dengan damai. Pembaca yang menyaksikan ini pasti akan merasa marah dan kesal melihat betapa rendahnya mereka bertiga, yang dengan kejam memanfaatkan situasi demi kepentingan mereka sendiri, tanpa memikirkan dampaknya terhadap orang lain.
Sementara itu, seorang pria menatap marah tanpa bisa melakukan apa-apa untuk putrinya.,” maafkan papa, nak”