Di masa lalu... orang tua Sherli pernah berurusan dengan yang namanya polisi hingga harus berada di pengadilan. Sejak saat itu Sherli antipati dengan polisi tetapi di masa sekarang Sherli harus berhadapan dan ditolong seorang polisi yang bernama Kres Wijaya di kantor polisi. Apakah dengan adanya peristiwa tersebut penilaian Sherli tentang seorang polisi berubah atau justru gigih dengan penilaian sebelumnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Phine Femelia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ditagih
"Oh...tidak. Tidak jadi" kata Sherli menggeleng.
Kres melihat terus Sherli. Sherli khawatir dirinya salah menebak. Jabatan itu hal yang sensitif jadi Sherli memilih tidak melanjutkan.
"Jadi bukan cincin pernikahan? ...tapi Bapak sedih melepas cincin ini atau cincin tunangan?" kata Sherli pelan.
Kres berusaha melupakan semuanya.
"Untuk apa tetap dipertahankan? Dua tahun gue bertahan" pikir Kres pelan.
"Saya berniat dan yakin menjual"
Kres merasa lucu dengan pemikiran Sherli dan Sherli memberikan uang hasil jual cincin itu.
"Terima kasih"
Sherli mengangguk dan Kres mau berjalan pergi tapi tidak jadi.
"Kamu masih punya hutang ya?"
Seketika Sherli merasa tidak percaya.
"Ternyata ingat" pikir Sherli.
Sherli mengangguk.
"Iya, Pak. Saya memang punya hutang"
"Kapan kamu mau melunasi hutang kepada saya?"
"Ehm...secepatnya. Saya akan datang ke kantor Bapak"
"No"
"Maksud Bapak? Jadi cara saya melunasi gimana?"
"Calling"
"Pak, saya tidak boleh memegang handphone ketika jam kerja"
Kres mengambil nota jual cincin tadi dan mengambil bolpoin yang ada di dekat Sherli lalu mencatat nomor handphonenya dan Sherli tertegun dengan sikap Kres.
"Gue gak percaya seorang cowok apalagi polisi menagih hutang. Apa gak malu sama jabatannya?" pikir Sherli pelan.
Kres menyodorkan kertas bertuliskan nomor handphonenya dan meletakkan bolpoin lalu Sherli melihat tulisan tangan Kres dan menghela napas pelan.
"Kres Wijaya?" pikir Sherli.
Sherli mengangguk pelan dan melihat Kres.
"Saya akan segera melunasi tapi tolong kompensasinya. Saya cuma bisa mencicil"
Kres merasa heran dan tersenyum heran.
"Memangnya bisa mencicil? ...tapi baiklah. Saya terima kalau kamu mencicil" kata Kres dengan merasa konyol.
"Kenapa cara senyumnya seperti mengejek?" pikir Sherli pelan.
Sherli berusaha menelan salivanya karena berusaha tidak sebal.
"Memang kalau berhubungan dengan polisi bisa buat emosi gue mulai naik. Astaga...tapi satu sisi hutang memang harus dibayar" pikir Sherli lemas.
"Satu lagi"
"Apalagi, sih?" pikir Sherli.
"Saya belum pernah menikah atau tunangan. Masih umur 23 tahun" kata Kres yang akhirnya berlalu pergi dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan merasa konyol.
Sherli melongo.
"Maksudnya?" pikir Sherli.
Seketika Sherli merasa malu. Baru sadar dari seminggu yang lalu menganggap Kres sudah menikah atau tunangan.
"Cuma karena melihat cincin polos. Kenapa pikiran gue pendek? Astaga. Muka gue mau ditaruh mana?" pikir Sherli dengan merasa malu.
Sherli menepuk sebentar keningnya.
"Pantas saja dari tadi cara senyumnya mencurigakan" pikir Sherli dengan masih malu mengingat dengan percaya diri bicara begitu kepada Kres.
***
Sherli baru selesai mandi dan masuk ke dalam kamarnya. Seperti biasanya semakin malam kost itu ramai. Penuh dengan PSK yang main dengan korbannya. Mereka begitu menikmati. Sherli merasa tidak mengerti.
"Apa enaknya?" pikir Sherli.
Akhirnya memang Sherli tidak menghiraukan. Untuk apa? Yang penting dirinya tidak dijerumuskan apalagi sama Lailis. Selalu diberitahu kalau jangan sepertinya meskipun tidak dapat dipungkiri kadang Sherli tidak sengaja melihat mereka berpelukan atau berciuman tidak lihat tempat. Dalam kamar Sherli banyak berpikir.
"Gue punya hutang lima ratus ribu. Gimana caranya gue melunasi? Di sini waktu gue tinggal sebulan lagi sedangkan gaji gue bulan ini sudah terpotong uang kost, makan, pulsa dan tinggal tiga ratus ribu. Uang itu pas sampai akhir bulan. Kalau gue kurangi..." pikir Sherli.
Di atas mejanya Sherli mencorat coret kertas dengan tulisan anggaran. Sherli harus mengubah anggaran lagi.
"Apa bulan depan gue...? Benar juga...bulan depan gue sudah pulang jadi gak butuh uang banyak. Sampai rumah gue bisa minta dulu sama papa. Untung saja Ella berbaik hati membebaskan gue dari hutang. Sekarang gue harus menyisikan uang seratus ribu dan bisa atau gak memang harus irit makan biar bisa sampai akhir bulan. Jadi bulan depan tinggal melunasi empat ratus ribu" pikir Sherli.
Semakin lama Sherli mengantuk. Sherli sudah pusing dengan pengaturan uangnya karena memang sangat mepet. Keesokan harinya. Sherli bangun dan berpikir keras.
"Ditagih seolah merasakan dilempar batu besar. Sakit" pikir Sherli dengan menghela napas.
Sherli berhenti berpikir dan menopang dagunya.
"Kalau sudah ditagih begitu seharusnya gue mulai mencicil apalagi Pak itu menerima cicilan. Dasar polisi. Memang mata duitan" pikir Sherli sebal.
Sampai di toko sebelum mulai kerja Sherli kirim pesan dulu ke nomor Kres. Waktu di kost tadi Sherli sudah menyimpan.
Sherli : Pak, ini saya Sherli. Kapan Bapak ada waktu buat kita bertemu? Saya mau mencicil hutang
Sherli memasukkan handphone ke dalam tasnya dan berjalan ke depan untuk kerja. Sherli tersenyum kepada pemilik dan ikut ngobrol sampai pembeli datang. Sherli melayani seperti biasa. Ternyata sampai malam pun tidak ada balasan.
"Laporan terkirim ada jadi memang nomornya aktif tapi gue paham mungkin Pak itu sibuk" pikir Sherli.
Sherli jadi berpikir.
"Dipikir lagi gue merasa Pak itu sok ya? Padahal kalau gue lihat lambang di baju dinasnya belum sampai Aiptu" pikir Sherli.
Sherli berpikir keras mengingat tanda lambang Kres.
"Iya. Setahu gue memang belum sampai Aiptu tapi sudah songong" pikir Sherli dengan merasa malas.
Sherli memang tidak paham tentang tingkatan di kepolisian tapi dulu waktu SMA berurusan dengan polisi Sherli segera mencari info tentang itu karena terlalu sebal. Meremehkan karena tingkatan tidak tinggi tapi ternyata Sherli tertipu sendiri bahwa polisi yang berurusan dengannya memiliki jabatan tinggi yang memang terjun langsung di jalan.
***
Kres : Iya, Dik. Selamat pagi. Kita bisa bertemu di depan toko A tidak masalah. Setelah tutup toko
Sherli membaca pesan Kres.
"BODO AMAT. Hello, ini sudah berapa hari, Bapak Polisi yang Terhormat?" pikir Sherli dengan merasa sebal.
Sudah hampir seminggu Sherli baru dapat balasan.
"Gila. Sok sibuk ya? Kalau tingkatan perwira gue paham memang sibuk sepanjang masa" pikir Sherli malas.
Sherli sedikit membanting handphonenya di atas ranjang dan berbaring.
"Tauklah. Gue capek. Mau tidur saja" pikir Sherli.
Sherli memejamkan kedua mata. Belum lima menit Sherli membuka kedua matanya lagi.
"Memangnya gue gak mau kerja?" pikir Sherli.
Sherli bangun dan keluar dari kamar. Siap untuk mandi berangkat ke toko. Sherli masih menggerutu dalam hati.
"Apalagi dipanggil 'Dik'. Apa dia gak tahu nama gue? Memangnya gue adik Pak Polisi? Ogah. Gue gak mau jadi adiknya polisi" pikir Sherli sebal.
Sherli masuk ke dalam kamar mandi dengan tidak sengaja sedikit membanting pintu. Pagi ganti siang. Siang ganti sore. Sore ganti malam dan malam itu toko tutup lebih awal karena pemiliknya ada kepentingan.
"Jadi gue harus menunggu Pak itu? Gila" pikir Sherli.
Sherli menghentakkan kedua kakinya.
"Gue seperti dikerjai sama Pak itu" pikir Sherli dengan merasa tidak senang.