"Jika aku harus mati, maka aku akan mati karena Allah dan kembali pada Allah, bukan menjadi budakmu."
"Hati - hati Jingga, Semakin tinggi kemampuanmu, maka semakin Allah akan menguji dirimu. Tetaplah menjadi manusia yang baik, menolong sesamamu dan yang bukan sesamamu."
"Karena semakin tinggi kemampuanmu, semakin pula kamu menjadi incaran oleh mereka yang jahat."
Dalam perjalanan nya membantu sosok - sosok yang tersesat, Rupanya kemampuan Jingga semakin meningkat. Jingga mulai berurusan dengan para calon tumbal yang di tolong nya.
Dampak nya pun tidak main - main, Nyawa Jingga kembali terancam karena banyak sosok kuat yang merasa terusik oleh keberadaan Jingga. Jingga semakin mengasah dirinya, tapi apakah dia bisa kuat dan bisa menolong mereka yang meminta bantuan nya? sementara nyawanya sendiri juga terancam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna Jumillah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPS. 15. Mimpi buruk.
Setelah menolong para murid yang kerasukan massal, Jingga pun pulang dengan keadaan kelelahan, ia sampai tidur di jalan. Gani hanya bisa menatap Jingga dengan tatapan khawatir karena ia berpikir semakin kesini sosok yang berhadapan dengan Jingga adalah sosok yang berbahaya.
Jingga bermimpi dalam tidur nya, ia bermimpi sedang berada di rumah lama almarhum Raka. Jingga sedang berjalan menaiki tangga dan menuju ke lantai dua dimana kamarnya dulu berada.
"Kenapa aku kesini, kan aku nggak boleh kesini sama papa." Gumam Jingga, tapi Jingga tetap melanjutkan langkah nya dan kini dia tiba di lantai dua dan berdiri di depan kamar nya dulu bersama mendiang Raka.
Jingga jadi mengingat semua aktivitas nya di rumah itu, kenangan - kenangan itu bermunculan dan dia merasa bernostalgia di sana. Yang paling Jingga ingat adalah Raka karena dia lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Raka.
"Orens!"
Jingga terkejut ketika dia mendengar suara mendiang Raka yang memanggil nya dari dalam kamar, jelas sekali itu adalah suara Raka. Dan entah mengapa Jingga seakan lupa bahwa Raka sudah meninggal, dalam mimpinya itu adalah masa dulu saat dia masih tinggal di rumah itu.
"Jingga! lu bisa nggak jangan bikin gue manggil dua kali!?" Teriak Raka dari dalam kamar.
Jingga mengulur kan tangan nya dan membuka pintu kamar itu, dan di dalam nya memang ada Raka yang sedang berdiri sambil berkacak pinggang menatap kearah nya. Jingga merasa tidak karuan, dia sangat merindukan sosok yang berada di depan nya tapi tiba - tiba dia juga ingat kalau Raka sudah meninggal.
"Bang Raka." Gumam Jingga.
Tapi Raka menatap nya dengan tatapan datar dan dingin, sama seperti saat awal - awal Jingga datang ke rumah itu.
"Nih! susu dari mama." Ujar Raka ketus lalu keluar dari kamar itu.
Jingga tertegun mendengar dan melihat segelas susu yang berada di meja belajar nya saat ini, kejadian nya mengingatkan dia pada hari dimana Raka mengantarkan susu untuk nya dulu.
'Kenapa aku di sini lagi? Bukan nya bang Raka udah meninggal?' Batin Jingga, dia di buat kebingungan.
Jingga hendak menyentuh gelas yang berisi susu itu namun tiba - tiba Raka kembali ada di sana dan menyentuh tangan Jingga seolah melarang Jingga menyentuh gelas itu. Tidak ada sepatah katapun yang Raka ucapkan, dia hanya diam dan menatap Jingga sambil tersenyum. Padahal sebelum nya Raka marah - marah dan keluar tapi sekarang dia berdiri di sebelah Jingga.
"BRAK!!" Tiba - tiba pintu tertutup dengan keras sampai Jingga menoleh kearah pintu karena terkejut, tapi saat ia kembali menoleh pada Raka, Raka sudah tidak ada..
Jingga pun mengurungkan niat nya menyentuh gelas susu itu dan dia kembali berjalan akan keluar dari kamar Raka, tapi saat Jingga hendak menyentuh gagang pintu tiba - tiba ia merasa seseorang berdiri di belakang nya saat ini.
Jingga melirik dan dari ekor matanya dia melihat sebuah rambut yang sangat panjang menjuntai di belakang nya dan wajah nya terbalik tepat berada di belakang telinga Jingga. Wajah berdarah - darah seperti terbakar dengan gigi - gigi yang sangat runcing tersenyum di belakang Jingga.
Lalu entah mengapa di depan Jingga saat ini bukan lagi pintu kamar Raka melainkan ujung jurang yang sangat dalam, sangat gelap dan mengerikan Jingga pun ketakutan karena dia takut dengan ketinggian. Tiba - tiba tubuh nya terdorong dan Jingga jatuh ke dalam jurang itu.
"AAAAAA!!!" Jingga berteriak dan saat itu juga dia bnagun dari mimpinya.
"Jingga, kenapa!?" Tanya Gani dengan khawatir karena Jingga tiba - tiba berteriak.
"Astagfirullah.. Astagfirullah.." Jingga sampai terengah - engah karena mimpi nya terasa begitu nyata dan kengerian dia jatuh dari Jurang juga seperti nyata sampai kedua kaki nya lemas sekarang.
"Kenapa!? Kamu mimpi buruk?" Tanya Gani dan Jingga mengangguk.
"Minum dulu." Ujar Gani sambil mengulurkan botol minum Jingga dan Jingga langsung minum dengan rakus.
Padahal posisi nya Jingga bahkan masih berada di salam mobil tapi dia bisa mimpi yang sangat buruk begitu saja. Gani mengambilkan tisue untuk Jingga agar Jingga mengelap keringat nya, dan saat itu juga Jingga merasa ada yang aneh dengan sekelilingnya. Banyak sekali Jingga melihat sosok - sosok yang bergentayangan, kebanyakan dari mereka adalah tumbal yang tidak terima dengan kematian nya.
'Ya Allah, kenapa seperti ini.. apakah sudah tiba waktunya yang Ghoib menyerang manusia?' Batin Jingga.
"Udah hampir jam enam sore jangan tidur lagi Ngga, pamali." Ujar Gani dan Jingga pun mengangguk.
"Makasih, Ni." Ujar Jingga karena Gani selalu ada untuk nya. Lalu tak lama mereka pun sampai di rumah.
Jingga masih saja memikirkan mimpi nya yang sangat aneh itu. Pasal nya sejak dari Raka meninggal dunia ia tak pernah memimpikan Raka, Raka sama sekali tak pernah datang ke mimpinya.
Jingga selesai mandi dan dia sedang berkirim pesan dengan Sari sekarang, Jingga sedang menanyakan apa kabar nya rumah mendiang Delima sekarang karena dia sama sekali tidak di ijinkan datang ke rumah itu oleh ayah Ilham. Sari bilang Rumah itu masih belum juga laku terjual dan bahkan semakin angker, Sari tidak pernah di ganggu oleh sosok apapun menurut nya karena Sari tidak peka dengan hal ghoib.
"Pasti itu cuma mimpi aja, Jingga.." Gumam Jingga, dia sangat berpikir berlebihan.
Saat Jingga hendak menjemur handuk nya di dekat jendela, dia melihat teteh putih yang menatap kearah nya, Jingga pun ingat teteh putih ingin mengatakan sesuatu hari itu saat meruqyah ayah Elang.. Hanya saja tidak biasanya teteh putih hanya di luar, biasanya teteh putih sering keluar masuk kamar Jingga bahkan tanpa Jingga panggil.
"Teteh, kesini.. Kenapa teteh di sana?" Tanya Jingga. Dan tiba - tiba teteh putih un masuk dan kini sudah duduk di meja belajar Jingga seperti biasanya.
"Teteh, aku lupa teteh mau ngomong sesuatu, teteh mau bilang apa?" Tanya JIngga.
Teteh putih melihat Jingga lalu dia tersenyum, tapi namanya juga kuntilanak tentu senyum nya seram dan mengerikan. Hanya saja di mata Jingga teteh putih ini baik, karena memang dia baik tidak jahat.
"Jingga, teteh mau pamit.." Ujar nya, Jingga pun tertegun.
"Pamit? Teteh mau kemana?" Tanya Jingga.
"Teteh udah nemu jalan terang, teteh mau pergi tapi teteh mau pamit dulu sama Jingga." Ujar nya, Jingga pun merasa sedih mendengar itu, bagaimanapun teteh putih sudah menemaninya sejak dia tinggal di rumah Ilham.
"Jingga jangan sedih, ya??" Ujar teteh putih karena dia bisa merasakan hati Jingga.
Jingga pun tersenyum, Jika di ijinkan dia ingin teteh putih terus bersamanya, dia merasa teteh putih sudah seperti ibu pengganti baginya walau dia kuntilanak.
"Enggak kok, aku nggak sedih. Aku ikut bahagia kalo akhirnya teteh udah nemuin jalan pulang, akhirnya teteh bisa ke tempat yang lebih baik." Ujar Jingga.
"Karena teteh di bantuin Jingga, makasih ya.. Jingga udah ingetin teteh banyak hal, udah ngajarin teteh banyak hal, teteh sayang Jingga." Ujar teteh putih, dan Jingga mengangguk sambil berkaca - kaca.
"Teteh mau pergi sekarang??" Tanya Jingga, dan teteh putih mengangguk.
"Jingga bantu doa buat teteh." Ujar Jingga, dan teteh putih tersenyum.
"Tapi Jingga nggak sendirian, kok. Ada yang jagain Jingga juga, ada banyak. Ada yang kayak teteh juga, tapi dia nggak pernah deket - deket Jingga." Ujar teteh putih.
"Kayak teteh??" Jingga bingung.
"Iya, kayak teteh bajunya juga putih.. Tapi dia nggak mau deket - deket sini, dia suka nya liatin Jingga dari jauh." Ujar nya.
Jingga pun kebingungan, dia tidak pernah melihat ada sosok kuntilanak lain yang mendekatinya, tapi sekarang teteh putih bilang ada sosok yang serupa yang melindungi Jingga juga.
"Banyak yang sayang Jingga, karena Jingga anak baik. Teteh pamit ya Jingga." Ujar teteh putih, dan Jingga mengangguk.
"Makasih teteh udah jadi temen Jingga.." Ujar Jingga, dan teteh putih tersenyum.
Akhirnya Jingga memejamkan matanya dan berdoa, Jingga bisa melihat wajah teteh putih tidak seram dan mengerikan lagi, tapi menjadi wajah aslinya yang cantik. Teteh putih tersenyum pada Jingga lalu dia berjalan kearah cahaya yang di maksud oleh teteh putih sebagai jalan pulang.
Teteh putih pun hilang, dan Jingga menangis setelah teteh putih akhirnya sungguhan pergi. Jingga menangis terisak - isak sendirian karena dia mengantar salah satu sosok yang dekat dengan nya.
Ada rasa tidak rela, tapi Jingga tahu bahwa setiap jiwa yang menyangkut akan menemukan masa nya untuk berproses. Jingga menghapus air matanya ketika ponsel nya berbunyi..
'Semoga teteh di tempatkan di tempat tang baik.' Batin Jingga.
BERSAMBUNG..
Bakar aja skalian dgn rumahnya. Jangan kasih kesempatan idup, berbahaya tuh orang
pokok Ny Makasih 😍,
Msh Ada 2 Jones Belum Ada Jodoh Ny tu