NovelToon NovelToon
Shortcoming

Shortcoming

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Balas Dendam / rumahhantu / Akademi Sihir / Persahabatan / Romansa
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Kravei

Istana dan dunia istimewa. Semuanya immortal, kuat dan ajaib, tapi dunia itu hanya ada di dalam mimpi. Itu yang Layla yakini sedari awal mimpi buruk menghantuinya.

Di mimpi itu, dia mengenal Atoryn Taevirian, pemuda yang tengah patah hati dan mulai kehilangan akal sehat. Dia membenci ayahnya yang telah membunuh perempuan yang dia cintai. Dia membenci semua orang yang tidak ada kaitan dengan kematian Adrieth bahkan Layla yang hanya bisa melihatnya dari kejauhan.

Atoryn menakuti dan menyakiti semua orang dengan tuntutan sang ayah harus mengembalikan Adrieth, sementara Layla berusaha mencari cara untuk melenyapkan mimpi buruk.

Alih-alih berhasil, hidup Layla malah menjadi semakin horor. Suatu hari dia ditarik memasuki dunia itu dan bertemu Atoryn. Layla berdiri tepat di depannya, gemetar ketakutan dibuat kebencian Atoryn yang membara.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kravei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Kebenaran

Layla tidak menyelinap memasuki istana karena memiliki nyali segede gaban. Dia hanya tidak punya pilihan selain melakukan sebisanya untuk keluar dari dunia itu. Berhubung hari telah larut, Layla mencari Atoryn di kamar pribadinya. Dia membuka pintu besar itu perlahan, menyadari sang empu tengah terlelap di kasur besar di tengah-tengah ruangan.

Layla berjinjit menghampiri, bernafas lega menyaksikan betapa tenang wajah Atoryn ketika tidur, berbanding jauh dengan wajah menggerikannya yang terpampang setiap hari. Dia bernafas lega sembari mengelus dada. 'Padahal aku sudah siap menepuk kepalanya dan membiarkan dia menusukku.' Seketika semua keberanian itu lenyap entah ke mana.

Setelah puas bernafas lega, Layla perlahan berjongkok di samping ranjang, diam-diam mengamati Atoryn dengan harapan matanya tidak akan terbuka. Layla mencicit, "semoga tidurmu nyenyak dan tolong jangan terbangun sampai besok pagi." Dia menepuk-nepuk pelan lengannya seolah mencoba menidurkan anak kecil.

"Atoryn, aku tahu kau benci aku. Maksudku, aku tidak pantas dibenci dan kau tahu itu tapi aku berusaha memahamimu karena kau pun terluka dan kehilangan. Hanya tolong jangan terbangun. Aku lebih senang bertemu Samsons daripada Adrieth."

Layla berniat melakukan plan B berhubung Atoryn masih tidur. Perlahan dia berdiri tanpa melepas kontak mata seolah-olah Atoryn adalah harimau yang siap menerkam setiap kali ada kesempatan. "Di mana Samsons berada?" tanya Layla entah pada siapa.

Layla harus segera pergi tapi Atoryn terbangun. Sorot mata biru menggerikan itu membuat kakinya seketika tak bertulang dan menyebabkannya terjatuh.

Atoryn merubah posisi menjadi duduk, perlahan menoleh bak boneka hantu. Layla sudah pasti menjerit histeris andai gagal menahan mulutnya tetap tertutup. Ketakutan menghantam, membuat Layla menarik tubuhnya menjauh dari kasur Atoryn.

"Samsons yang memintamu untuk mengganguku selama ini?" Kesalahpahaman besar itu membuat Layla tersedak, hampir tidak bisa menyangkal dikerenakan terlalu takut pada hawa yang Atoryn keluarkan.

"Bernafas, Atoryn! Tolong tenang sebentar. Dinginkan kepalamu dan dengarkan aku. Ini salah paham!" Layla meminta Atoryn bernafas di saat dia menjadi manusia yang lebih membutuhkan oksigen. Tetiba saja Layla tidak paham cara merangkai kata untuk menjelaskan keadaan.

Atoryn menyibak selimut dan bangkit. Dia memunculkan pedang secara ajaib dan menakuti Layla lebih banyak lagi.

Terpaksa Layla kembali pada plan A, tapi reaksinya berubah dikala menyadari pedang di tangan Atoryn berbeda dari yang kemarin. "Itu bukan pedang yang Adrieth berikan." Layla tidak ingin mati sia-sia, maka dari itu tidak menahan diri dari mengeluarkan apa yang ada di dalam kepala.

Raut wajah Atoryn pun ikut berubah, dengan heran mempertanyakan, "bagaimana kau tahu itu dari Adrieth?" Atoryn yakin tidak pernah membahasnya, pedang itu sudah lima tahun lamanya diberikan dan tidak mungkin ada yang tahu kecuali Adrieth sendiri yang memberitahu.

"Aku akan mengatakan yang sebenarnya bila kau tenang." Layla melihat kesempatan dan harapan itu membesar kala Atoryn menyimpan pedangnya kembali setelah beberapa saat menimbang-nimbang.

"Bicara," titah lelaki itu tak sabaran.

Layla perlu bernafas dan menenangkan diri. Dia masih di posisinya terpojok selayaknya tikus. "Aku bertemu Adrieth. Ayahmu mengatakan kebenaran padaku. Di antara dua hal itu, mana yang akan kau percaya?"

Atoryn tak ragu menjawab, "pasti ayahku."

"Itu masalahmu karena kau tidak percaya pada apa pun selain dirimu sendiri tapi aku benar-benar berbicara pada Adrieth." Mata Atoryn memicing tajam, menggerikan, membuat Layla buru-buru menjelaskan, "kau sendiri tahu aku tidak pernah bertemu Samsons bahkan apakah Samsons tahu pedang itu dari Adrieth?"

Atoryn yakin tidak ada satu orangpun tahu kecuali dirinya dan Adrieth, orang yang memberi pedang itu sebagai hadiah. Namun, orang mati tidak bisa berbicara apalagi muncul. Maka dari itu Atoryn simpulkan Layla berbohong. "Sebaiknya kau berhenti mengusikku dengan menyebut nama Adrieth atau kau akan menyesal," katanya memperingati.

Rahang Atoryn menggeras dan ekpresi wajahnya murka. Layla akan ditusuk olehnya cepat atau lambat. Jadi, dia berusaha gunakan waktunya sebaik mungkin. "Aku dengar kau sakit, dua tahun lalu."

Atoryn terdiam, mengingat kejadian menyedihkan di mana dirinya tidak berdaya. Tidak penting darimana Layla tahu karena di tempat kecil ini, rumor menyebar dengan cepat. "Kau benar," akunya. "Dua tahun lalu keadaanku buruk dikarenakan sakit yang tidak jelas karena apa. Ayahku mengangkatku menjadi raja karena ketika menerima tahta, aku akan menerima kekuatan. Dia berpikir dengan begitu sakitku akan hilang dan aku akan sembuh. Pada akhirnya aku sembuh meski butuh waktu yang tidak singkat."

"Dan saat itu Adrieth menghilang," sela Layla, membuat Atoryn mendelik tajam karena merasa dipotong. Meski begitu, dia melanjutkan ceritanya.

"Adrieth tidak pernah menghilang tapi ayah melarangnya mendatangi istana. Karena itu, aku seringkali menyelinap keluar untuk menemuinya tapi ayah marah ketika mengetahuinya. Dia menggangap sikapku tidak layak dan Adrieth tidak pantas berada di dekatku. Maka dari itu, dia membunuhnya agar aku berhenti menemuinya." Atoryn mengatup gigi dan sorot matanya memancarkan kebencian.

"Hari itu, aku sekarat. Keadaanku sangat buruk aku hampir tidak bisa bergerak. Aku pingsan dan ketika aku sadarkan diri, Adrieth telah tiada. Aku sangat marah aku ingin mati mengikutinya tapi aku bahkan tidak bisa membunuh diriku sendiri ..., semua orang tahu apa kelemahan mereka ketika mencapai usia tertentu tapi ayah membohongi aku, berkata kelemahan aku adalah api. Aku membakar diriku sendiri dan aku masih berada di sini."

"Kau ... tidak tahu apa kelemahanmu sampai hari ini?" Layla mempertanyakan bagaimana Adrieth tahu sementara Atoryn sendiri tidak tahu? Ingin tidak percaya tapi Atoryn tidak terlihat seperti berbohong.

"Aku tidak tahu," jawab Atoryn menyakinkan. "Ayah pasti bahagia karena dia tidak pernah memberitahu aku. Karena jika tidak, kupastikan dia menyesal seuumur hidupnya karena berani membunuh Adrieth."

"Bagaimana kalau aku bilang ayahmu tidak membunuh Adrieth?" Layla memberanikan diri bertanya dan dia menerima tatapan membunuh dari Atoryn.

Lelaki itu mengepal erat kedua tangannya, menanggapi, "di mataku, kau membuatnya jelas bahwa kau ada di sini atas perintah ayah. Kau berusaha mengubah cerita untuk menggelabuiku " Dia menyeringai, menghina menggunakan ekpresi merendahkan. "Jangan pernah bermimpi rencana kalian akan berhasil!"

Layla ingin menyangkal tapi Atoryn tiba-tiba menjerit, " Algar!" Sang pemilik nama muncul dengan cepat dan memasuki ruangan setelah mengetuk pintu. Dia berlutut setelah diam-diam mencuri pandang ke arah Layla. Algar penasaran mengapa Layla ada di sana tapi dia tidak dalam posisi untuk bertanya.

"Kau memanggilku, Lord."

Atoryn marah dan memupuk kebencian. Emosinya meluap membuat dia memberi perintah tak berhati, "pergi dan bunuh sepuluh orang sebelum tengah malam."

"Jangan melakukannya!" seru Layla tak terkendali. Dia menghampiri Atoryn dan menarik kerah pakaiannya. "Kau boleh marah padaku karena aku menggangumu tapi mereka tidak melakukan apa pun!"

Atoryn tidak merespon tapi melototi Algar dan Algar yang paham maksudnya buru-buru menunduk dan meninggalkan ruangan. Setelah itu perhatian Atoryn kembali pada Layla. "Seharusnya kau berpikir lebih banyak sebelum datang dah mengusikku!" Dia menepis tangan Layla, melototinya penuh amarah dan ancaman. "Orang sepertimu tidak ada bedanya dengan ayahku. Kalian bersikap baik seolah-olah mempedulikan nyawa orang lain tapi kalian tak ingat kalian telah membunuh seseorang. Jadi, silahkan salahkan diri kalian atas mereka yang akan mati."

"Aku tidak ada hubungan apa pun dengan ayahmu atau apa yang dia lakukan!" tegas Layla. "Tolong hentikan Algar. Aku mohon! Aku mohon!" Layla menangis, perasaan bersalah menggerogoti membuatnya berpikir perintah menggerikan Atoryn adalah kesalahannya yang terlalu banyak berbicara. "Aku bukan ingin menggangumu dengan menyebut nama Adrieth, aku hanya mengatakan apa yang benar-benar terjadi."

Atoryn diam dan memilih untuk mengabaikan. Meski begitu pandangannya tidak sedetikpun lepas dari bola mata Layla yang berair.

"Atoryn! Kau boleh siksa aku tapi tolong hentikan Algar!" Layla memekik frustasi tapi Atoryn bersikap selayaknya batu, hatinya tidak tersentuh. Layla menggelap air mata yang membasahi pipi saat gagal membujuk Atoryn. Dia tidak merasa bisa menyelamatkan orang lain tapi berusaha melakukannya. Lagi-lagi Layla menggelap air mata, kemudian pergi meninggalkan ruangan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!