Air Mata Istri

..."Mencintaimu secara diam, begitu sederhana dalam bisikkan doa yang ku sebut namamu. Takkan ku biarkan wanita manapun mendekatimu. Biarku pertaruhkan doaku ini di langit."...

...-Vika-...

*

Di kamar, Vika duduk melamun. Pukul 01.00. Dia susah tidur, dia merasa otaknya dihantui bayangan Zakaria, lelaki idamannya selama ini.

"Astaga, kenapa aku kepikiran si Zak?" Gumam Vika. Dia senyum-senyum sendiri. Detak jantung berdebar-debar.

Vika terdiam dalam sebuah lamunan malam, dia selalu merapal nama Zakaria dalam hatinya.

"Ya Allah, bolehkan aku meminta hatinya untukku, dia yang mampu buatku jatuh cinta berulang kali. Senyumannya bagaikan gulali manis. Ya Allah, aku ingin dia juga memiliki rasa yang sama denganku. Bahkan aku ingin Engkau kunci hatinya untuk wanita manapun, kecuali aku dan Engkau. Sungguh, aku tak mampu bersaing dengan wanita manapun," doa dalam hati Vika. Dia selalu membayangkan pria yang dia inginkan.

Helaan napas berat Vika.

"Ya Allah, jangan biarkan wanita manapun mengambil hatinya. Walaupun dia adalah wanita masa lalunya. Aku tak ingin sama sekali bersaing ya Allah. Hanya Engkau maha membolak-balikkan hati manusia. Singkirkan wanita manapun, karena aku hanya inginkan dia adalah bagian dari takdir kehidupanku. Aku begitu cemburu, jika dia menyebut wanita lain, selain aku. Cuman dia yang ku mau," batinnya.

Vika menatap langit malam penuh bintang bertaburan. Bahkan cahaya rembulan begitu indah.

"Ya Allah, aku hanya mau dia dalam hidupku. Aku hanya ingin dia mencintaiku dan merindukanku. Jangan pernah hadirkan wanita lain di hidupnya selainku. Sungguh aku ingin bersamanya dalam menyempurnakan ibadahku semata-mata untukmu," doa Vika. "Sungguh aku hanya ingin dia menjadi langit dalam kehidupanku."

Vika sejenak memejamkan kedua matanya. Dia merasa ada getaran hati, ketika bersama dengan Zakaria. Seperti tersengat aliran listrik.

"Ya Allah, aku cuman hanya ingin menjadi wanitanya satu-satunya. Bahkan aku hanya ingin jadi ratu kehidupannya seumur hidupnya. Jangan biarkan wanita manapun mendekat ke dia. Karena ku yakin doaku merubah segala takdirku," batinnya.

Vika berjalan ke ranjang tempat tidurnya. Wajah Zakaria terngiang-ngiang di kepalanya. Dia berusaha memejamkan kedua matanya.

"Mencintaimu secara diam, begitu sederhana dalam bisikkan doa yang ku sebut namamu. Takkan ku biarkan wanita manapun mendekatimu. Biarku pertaruhkan doaku ini di langit," batin Vika.

*

"Ih... nyebelin banget sih Argantara. Kenapa dari tadi dia lihatin si Vika itu?" Kesal Alicia, bibirnya mengerucut. "Sumpah, aku nggak rela kalau sampai pangeran impianku harus direbut sama dia!"

Alicia kesal.

"Bete banget rasanya!" Omel Alicia. "Awas aja kalau sampai dia ambil mas Argantara! Pokoknya aku nggak bakalan rela sama sekali.

Alicia merebahkan tubuhnya di atas ranjang tempat tidurnya. Dia merasa cemburu, ketika tadi Argantara terlihat hanya menatap Vika di Acara kajian taksiyah ustad Ahmed.

"Pokoknya, aku nggak akan mundur. Aku akan mengejar mas Argantara sampai dapat, bagaimanapun caranya! Aku akan menyingkirkan wanita manapun yang akan mendekati mas Argantaraku!"

Alicia menatap ke langit-langit kamarnya. Sejenak dia memejamkan kedua matanya. Dia menghela napas berat.

*

Keesokkan harinya, pukul 05.00. Yusuf dan Fatimah sholat subuh jamaah bersama di ruang rawat inap. Terlihat mereka begitu sangat khusyuk.

Fatimah wajahnya sudah mulai berseri-seri. Dia merasa sedikit baikkan. Namun luka habis operasinya masih belum mengering. Dia masih merasa kesakitan, ketika bergerak sedikit.

Usai sholat subuh. Yusuf melanjutkan membaca tilawah Qur'an surah Al - Hadid. Dia duduk di dekat Fatimah.

Sementara Fatimah hanya menyimak setiap ayat-ayat yang dilantunkan oleh Yusuf. Dia merasa hatinya tenang. "Ya Allah, terima kasih Engkau telah berikan pria terbaik dalam kehidupanku. Dia yang mampu mencintaiku dalam segala kekuranganku. Bahkan dia pria yang mencintai-Mu begitu besar," batinnya. "Makasih, ya Allah," lanjutnya.

Yusuf begitu sangat mencintai Fatimah. Dia begitu sabar menghadapi Fatimah. Dia pria yang setia, bahkan dia tidak rela menyakiti hati Fatimah. "Aku nggak akan pernah merelakan sedikitpun air matamu terjatuh. Karena kamu bidadari di hatiku. Biar orang berkata apapun tentang dirimu, tapi aku nggak peduli," gumamnya.

Fatimah masih menyimak, lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an dari Yusuf. Dia merasakan keteduhan dan ketenangan batinnya.

Fatimah merasa sesak dadanya, ketika dia mengingat ucapan dari ibu mertuanya. Dia juga mendengarkan  seruan ibu mertuanya tentang Yusuf diminta untuk berpoligami demi mendapatkan keturunan.

"Ya Allah, aku nggak sanggup, jika mas Yusuf menyetujui perintah mama Desi untuk menikah lagi. Sungguh aku tak sanggup berbagi suami dengan wanita lain," batin Fatimah. Dia merasa tersayat hatinya.

Yusuf menatap wajah Fatimah yang sendu. "Maafkan, apapun perkataan mamaku yang menyakitimu, Sayang. Tapi aku nggak akan pernah menduakan kamu dengan wanita manapun. Karena menikahimu, hanya untuk menua bahagia bersama. Kamu nggak usah khawatir, kalau aku nggak akan pernah menikah kedua kalinya. Cukup kamu," batinnya.

Kedua mata Fatimah berkaca-kaca. Dia membayangkan jika suaminya berpoligami. "Sungguh aku sebagai wanita nggak mampu, ya Allah. Aku nggak ingin diduakan oleh wanita manapun. Tapi aku nggak mau egoku menguasai hatiku. Ya Allah sungguh berat ujianmu?" Batinnya.

*

Pukul 07.00 pagi, Desi sudah terlihat rapi dan cantik. Dia duduk di kursi ruang makan. Dia mulai mengoleskan roti dengan isi selai coklat kacang.

"Tumben, Tan. Mau ke mana?" Alicia menatap Desi.

"Biasa, mau ke tempat Yusuf."

"Ikut, ya, Tan. Boleh?"

"Boleh aja."

"Ok, kalau begitu. Tan. Bentar lagi Al akan ganti baju dan siap-siap," Alicia bersemangat, dia memiliki tujuan khusus sengaja ikut.

Desi langsung makan dua tangkup roti kupas yang sudah dioles dengan selai coklat kacang.

"Zak, antar mama ke apartemen mas kamu."

"Iya, Ma," Zakaria duduk bersama, dia menatap ibunya. "Tapi mama nggak aneh-anehkan ke tempat mas Yusuf?"

"Maksudmu?"

"Ma, udah jangan pernah usik kehidupan mas Yusuf dengan mbak Fatimah. Mereka itu udah tenang."

"Zak, mama itu cuman kasihan sama mas. Dia itu dapat wanita mandul dan nggak guna kayak Fatimah. Harusnya dia bisa dapat wanita lebih baik darinya," Desi menatap Zakaria. "Udah dari keluarga nggak jelas asal usulnya, masih ada aja dinikahin sama mas kamu itu. Siapa tahu Fatimah itu anak haram dari orang tuanya yang sengaja dibuang."

"Ma, tapi mbak Fatimah itu baik. Dia wanita muslimah yang sholeha. Bahkan mas Yusuf itu beruntung bisa bersanding dengan mbak Fatimah."

"Beruntung?" Ulang Desi melotot ke Zakaria. "Mas kamu lagi buntung dapat wanita kayak Fatimah. Harusnya mas kamu itu menikah dengan wanita yang setara. Bukan wanita modelan kayak Fatimah. Mama aja nggak setuju aslinya, tapi mas kamu maksa aja."

"Ma, lagian mas Yusuf bahagia  sama mbak Fatimah."

"Halah, paling bentar lagi cerai!" Sewot Desi meneguk segelas jus jeruk, hingga habis.

*