"Pergi kamu dari rumah" Usir Bianca, ibu tiri Sarah. Begitulah, Sarah terpaksa pergi dari rumah sendiri. Bukan hanya Bianca yang kejam, tetapi adik tiri Sarah pun selalu mengganggu hubungan percintaan Sarah dengan Rafi sang guru SMK di sekolah.
Di tengah perjalanan, Sarah bertemu dengan gadis tengil yang bernama Salma. Wajah Sarah dengan Salma mempunyai kemiripan 100 persen. Namun, jika Sarah wajahnya glowing, Salma berwajah kusam.
Rupanya, Salma pun kabur dari rumah lantaran menolak ketika dipaksa menikah dengan guru matematika yang bernama Haris. Salma lantas mempunyai ide gila, mengajak Sarah tukar tempat. Tukar tempat, itu artinya Sarah sudah siap menggantikan Salma menikah dengan Haris.
"Bagaimana kisah selanjutnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna Seta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Cintaku Ditukar Siswi Kembar. Bab 15
"Mas Rafi... Salma..." lirih Sarah, memandangi kekasih hati tengah berboncengan dengan Salma mengapa hatinya sakit sekali. Air bening pun mengalir di pipi. Sarah ambil handphone dari saku lalu mengetik pesan, kemudian dia kirim ke handphone Salma.
"SALMA... KAMU DI MANA?"
"Lagi di luar Sar, kenapa?"
"SAMA SIAPA?" cecar Sarah.
"Sama Pak Rafi Sar, gue lagi belajar sama dia terus cari buku,"
Sarah tidak menjawab lalu memberi reaksi jempol jawaban Salma. "Kenapa juga... aku sedih. Wajar kalau Salma bersama Mas Rafi. Dia kan memang menggantikan aku," Monolognnya.
Pandangan Sarah terus ke arah Salma dengan Rafi. "Aku harus berpikir positif" Batin Sarah. Dia yakin, Salma tidak akan mengingkari janji, mengambil Rafi darinya. Jika Sarah menikah dengan Haris, itu karena mewakili Salma. Merasa berdosa karena telah mempermainkan pernikahan, sebenarnya berat Sarah lakukan. Sarah hanya bisa berdoa agar pernikahan ini gagal. Dengan begitu bisa pergi dari Haris tanpa ada yang terluka. Banyak yang Sarah pikirkan kini, ingin cepat lulus, dan mengembalikan Haris kepada Salma. Sarah akan bekerja dan hidup mandiri, jauh dari ibu tiri .
Lampu merah terasa lama, Sarah berharap cepat berganti hijau, karena jika Haris keburu datang, maka penyamaran mereka akan terbongkar. Di saat kegelisahan memenuhi perasaan Sarah. Benar saja motor Haris sudah berada di sampingnya.
"Kamu kalau bawa motor jangan ngebut Salma," Haris membuka kaca helm ke atas, memandangi Sarah yang tidak mendengar nasehatnya. Merasa tidak digubris, Haris kesal. Niat hati mengawasi Sarah tetapi justru tertinggal jauh.
"Duuuhhh..." Sarah gelisah sekali, bingung memikirkan Salma yang masih saja tertawa-tawa membuat Sarah panik, jika sampai Haris menoleh ke arah Salma tentu kacau semua.
Begitu lampu berwarna hijau, Sarah langsung tancap gas sampai lupa tanya jalur mana yang akan dia tempuh.
"Mau ke mana... itu bocah" Haris geleng-geleng kepala lalu mengejar motor Sarah. Walaupun sempat tertinggal bukan berarti Haris tidak bisa cepat. Hati-hati tentunya, nyatanya saat ini sudah menyejajari motor Sarah.
"Hai... bocah, mau ke mana kamu?" Seru Haris. Seketika Sarah melambatkan laju motor, bahkan minggir.
"Kamu ini kenapa? Mengendara seperti di kejar penjahat," Haris memandangi Sarah yang tidak membuka helm.
"Saya pikir kamu sudah berubah Salma, tetapi tengil tetap tengil! Ayo, ikuti saya" Haris ngomel-ngomel. Sifat guru matematika nya di terapkan lagi.
"Ihh... menyebalkan," Dengus Sarah tetapi tidak didengar Haris. Karena Haris sudah balik arah, kemudian belok kiri. Kali ini Sarah yang mengikuti, rupanya tadi salah arah. Wajar, karena terburu-buru.
Rumah adat tempo dulu, bangunan kayu berukir membawa keunikan tersendiri. Teras berpagar kayu dan di cat hijau tampak sejuk, di kelingi tanaman hias yang digantung.
Di bawah pohon rindang tepatnya di halaman rumah Haris. Ia parkir motor disusul Sarah. "Ini gubuk orang tua saya," Haris membuka pintu pagar yang numpang teras tersebut.
"Gubuk itu di tengah sawah Pak, bukan disini" Sahut Sarah asal, kemudian memijak tanjakan ke teras rumah.
Haris menoleh, hendak memegang kepala Sarah, tetapi Sarah mundur cepat. "Tidak boleh sentuh-sentuh Pak, kita bukan mukrim," Sarah merengut.
"Nyentuh pacar sendiri tak apa kali?" Haris mengulum senyum, tanganya mendorong pintu yang tidak di kunci.
"Enak saja Bapak, pacar saya saja belum pernah nyentuh kok," Salma melempar tatapan tajam ke arah Haris.
"Memang kamu punya pacar? Pria bodoh mana yang suka murid barbar sepertimu. Lagi pula jaman sekarang, mana ada pacaran tidak di sentuh Sal, kecuali orang itu tidak normal," Haris memotong ucapan Sarah.
Sarah cemberut, dalam hati berkata. "Awas saja nanti beneran suka Salma!"
"Salma..." wanita yang mengenakan daster, jalan tergesa-gesa dari halaman rumah, membuat dua remaja itu berhenti berdebat.
"Ibu..." Untuk menunjukkan kesopanan, Sarah turun dari teras. Menyambut calon mertua, menyandak tangannya lalu menempelkan di hidung.
"Maaf Salma... tangan ibu bau ikan asin..." bu Keisih segera menarik tanganya cepat. Malu, punggung tanganya di cium Sarah, padahal baru saja selesai mengemas ikan asin yang akan dijual suaminya besok.
"Tidak apa-apa Bu," tulus Sarah. Mereka masuk bersama-sama, tetapi sudah tidak ada Haris di teras. Bu Keisih lalu ke dalam sementara Sarah menunggu di ruang tamu.
Sarah duduk di dekat jendela, angin sore masuk menerpa lehernya terasa sejuk.
Tidak lama kemudian, Haris ke luar sudah ganti pakaian lalu bergabung dengan Sarah. "Salma, benar kamu sudah punya pacar?" Haris rupanya masih memikirkan ucapkan Sarah.
"Punya Pak, untuk itu... saya mohon, hanya Bapak yang bisa membatalkan pernikahan ini. Jujur... saya tidak bisa menerima perjodohan yang sungguh menyiksa batin saya," Sarah memohon. Jika Haris menyetujui rencana pembatalan pernikahan ini, tentu semua masalah akan selesai. Keluarga Haris tak lagi berharap, begitu juga kelurga Salma. Pikir Sarah.
Ucapan Sarah rupanya memukul relung hati Haris. "Saya tahu Salma, apalah saya. Hanya anak penjual ikan asin. Dan saya sendiri hanya seorang guru. Saya cukup tahu diri untuk menikahi putri Asyima desainer kondang, seperti Mama kamu," Haris menarik napas berat.
"Andai kamu tahu Salma, jangan kamu pikir selama ini saya tidak penah menolak dijodohkan dengan kamu. Tetapi masalahnya bukan di orang tua saya loh. Sekarang saya kembalikan lagi ke kamu. Kamu yang seharusnya membicarakan masalah ini pada mama kamu," Haris menatap Sarah yang hanya membisu.
"Dalam hal ini, Mama kamu lah yang mempunyai kehendak Sal," Kata-kata Haris mengalir deras. Dia merasa timpang akan mempunyai mertua sekelas Asyima.
"Salma... minum dulu Nak. Ibu membuat jus belimbing yang baru dipetik dari kebun loh," Keisih datang membawa tiga gelas minuman tersebut. Sarah yang akan menjawab ucapan Haris, urung.
"Terimakasih Bu, ibu kok repot-repot..." Salma tersenyum, memandangi bu Keisih yang sudah duduk di sebelah putranya.
"Nggak repot kok. Oh iya, kamu pasti sedang berunding masalah pernikahan kalian bukan?" Keisih memindahkan rengginang dari plasti ke kaleng biscuit.
Keduanya saling diam, Sarah menatap Haris yang menampakkan wajah datar.
"Oh iya, ibu mau pesan, terutama kamu Haris, jika kalian sudah sah menjadi suami istri. Tahan dulu sampai Salma lulus ya Nak. Jangan dulu melakukan yang itu..." Bu Keisih, terkikik.
...~Bersambung~...
terimakasih kembali author
ditunggu karya selanjutnya
iklan mendarat y kak