Ini adalah lanjutan dari seven R Anak genius bagi yang sudah membaca novel sebelum nya pasti tau dong siapa mereka?
Kejeniusan mereka sudah sudah diketahui dunia. Mereka pun menjadi incaran para mafia yang menginginkan otak mereka.
Bisakah sikembar menghadapi Semuanya?
Cerita ini juga diselingi kisah cinta mereka.
Penasaran ikuti yuk...
Seperti biasa cerita ini hanya khayalan semata alias fiksi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pa'tam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bersandiwara
.
.
.
Ray masih sibuk dengan pekerjaannya hingga tidak sadar waktu bertemu klien sebentar lagi. Ben masuk kedalam ruangan CEO, tak lupa ia mengetuk pintu sebelum masuk.
"Tuan muda, sebentar lagi kita akan bertemu klien," kata Ben memberitahu.
"Baik, sekarang juga kita berangkat," kata Ray.
Ray dan Ben pun segera keluar dari ruangan kerjanya, keduanya memasuki lift khusus petinggi perusahaan. Saat tiba dilantai bawah para karyawan juga sedang istirahat makan siang, ada yang makan dikantin ada juga yang makan diluar. Kalau makan dikantin makanannya gratis, bagi karyawan yang ingin berhemat mereka makan dikantin. Bukan karena gaji mereka kecil, tapi mereka hanya ingin berhemat saja. Gaji mereka perbulannya 10 juta untuk karyawan biasa, untuk yang jabatan tinggi maka tinggi pula gaji mereka.
Ray dan Ben pun memasuki mobil, tidak berapa lama mobil pun mulai jalan, sepanjang perjalanan mereka hanya diam saja. Setelah setengah jam barulah mereka sampai di mall terbesar dikota ini. Ray turun lebih dulu tanpa harus dibukakan pintu mobil.
Keduanya langsung menuju tempat yang sudah dijanjikan.
"Maaf Tuan William menunggu lama," ucap Ray.
"Oh tidak apa-apa tuan Ray, saya juga baru beberapa menit sampai," jawab William.
"Bagaimana? Ini proposal untuk kerjasama kita, sesuai kesepakatan maka kerjasama ini akan berlanjut, Paman berkasnya," tanya Ray.
"Baiklah tuan Ray, saya sangat setuju dan saya percaya dengan tuan Ray." kata William.
Lalu kedua belah pihak pun menanda tangani kontrak tersebut setelah kesepakatan dibuat.
Setelah itu mereka pun memesan makanan karena memang sudah waktunya makan siang.
"Semoga kerjasama kita berjalan dengan baik tuan Ray," ucap William.
"Hmmm," jawab Ray, William sudah tau sifat Ray jadi ia tidak tersinggung.
Tak berapa lama pesanan mereka datang, mereka makan tanpa ada yang bicara, hanya beberapa menit mereka sudah selesai makan.
"Baiklah tuan Ray, saya masih ada urusan dan akan segera kembali ke negara saya," ucap William.
"Terimakasih tuan William," kata Ray lalu menjabat tangan rekan bisnis nya itu.
"Sama sama tuan Ray, permisi," kata William.
Kini hanya tinggal Ray dengan Ben diruangan itu.
"Paman kita kembali ke perusahaan," perintah Ray.
"Baik tuan muda," jawab Ben.
Makanan mereka sudah dibayar oleh William sebelum mereka pergi. Ray keluar dari restoran itu.
Tanpa diduga ternyata Nadine juga ada di mall tersebut. Nadine lari lari menghindari pemuda yang sejak dulu mengejar cintanya, tapi Nadine selalu menolak.
Saat lari lari Nadine tidak sengaja melihat Ray yang baru keluar dari restoran.
"Tuan tolong aku," kata Nadine tanpa melihat siapa yang ia gandeng.
"Ehh kamu cewek yang nyusahin itu kan?" tanya Ray, tumben banget Ray ngomong banyak.
"Sekarang bukan saatnya untuk berdebat, tuan tolong aku agar bebas dari cowok gila itu," kata Nadine menunjuk orang yang sedang berjalan menghampirinya.
"Maaf kita tidak ada urusan," jawab Ray ketus.
"Tolong lah tuan, kali ini saja. Please!" Nadine menangkup kedua tangannya.
"Apa untungnya buat aku?" tanya Ray.
"Hah... situasi seperti ini pun tuan masih bicara untung rugi, sudah kaya berbisnis saja," Nadine.
Devan semakin mendekat, dan Nadine semakin erat merangkul lengan kekar milik Ray. Ray tidak ada pilihan lain selain menuruti sandiwara Nadine.
"Sayang kita kesana yuk," ucap Nadine memulai sandiwaranya.
"Sayang? maksudmu?" tanya Devan pada Nadine.
"Gak ada maksud sih, memang dia pacarku dan kami sudah setahun berhubungan sewaktu di Jerman," kata Nadine memulai aktingnya.
Ray mengangguk seolah olah membenarkan, kemudian Ray menoleh kearah Nadine lalu menoleh lagi kearah Devan.
"Kenal, namaku Rayden Henderson, panggil saja Ray." kata Ray mengikuti drama Nadine.
"Aku tidak butuh kenalan dengan kamu, aku hanya mau Nadine, aku tidak percaya kalau dia itu pacarmu," kata Devan ngotot.
"Terserah kamu mau percaya atau nggak, yang pasti kami memang berpacaran dan itu sudah berlangsung lama," ucap Nadine.
"Bohong, kamu pasti bohong kan? Agar aku berhenti mengejar kamu?" Devan mulai emosi.
"Kalau tidak percaya lihat ini," kata Nadine sambil mendekatkan bibirnya ke pipi Ray dan...
Cup... Tanpa Nadine duga Ray memalingkan wajahnya kearah Nadine hingga yang dikecup bukan pipi Ray melainkan bibirnya, Nadine mematung sejenak kemudian Ray menahan tengkuk Nadine sehingga kecupan berubah menjadi ciuman.
"Aaaaaa, ciuman pertamaku," Nadine menjerit dalam hati.
Ray malah tersenyum, meskipun ini juga ciuman pertama bagi Ray, tapi ia bisa bersikap santai. Devan marah dan hendak meninju Ray, tapi belum sempat tangannya menyentuh Ray, Devan sudah terjingkrak jingkrak kesakitan. Ternyata Nadine sudah menendang tulang kering milik Devan.
Akhirnya Devan pergi dengan perasaan kesal, kesal karena tidak mendapatkan Nadine, kesal karena melihat Nadine berciuman dengan cowok lain, kesal karena Nadine menendang kakinya.
Buugh... Nadine memukul dada bidang Ray, tapi Ray hanya tersenyum saja.
"Dasar cowok mes*m, mengambil kesempatan dalam kesempatan," ucap Nadine kesal.
"Loh inikan cuma sandiwara, dan bukannya kamu dulu yang mencium aku? Salahnya dimana coba?" tanya Ray tanpa merasa bersalah.
"Salahnya Kamu mencuri ciuman pertamaku," kata Nadine.
Ben yang sejak tadi melihat tingkah mereka hanya diam saja, bahkan Ray sampai lupa kalau ada Ben.
"Jadi aku harus gimana? Ini juga pertama kali bagiku," ucap Ray keceplosan, menyadari kata katanya ia segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya.
Nadine memperhatikan bibir Ray yang merah alami dan tidak tercemar oleh rokok dan alkohol.
"Kenapa bibirnya s*ksi banget," batin Nadine.
Kemudian Nadine menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran kotornya.
"Apa? Kenapa geleng-geleng kepala gitu?" tanya Ray.
"Tid... tidak ada, lebih baik aku pergi," ucap Nadine terbata bata.
"Hei, mau kemana kamu, kamu harus bertanggung jawab karena telah men*dai kesuc*an bibirku," kata Ray.
"Harusnya yang minta pertanggung jawaban itu perempuan, bukan laki laki!" kata Nadine, lalu beranjak pergi dari tempat itu.
"Paman, antar aku kembali ke mansion," perintah Ray.
"Baik tuan muda," jawab Ben.
Ray pun kembali ke mansion, ia sudah tidak mood lagi untuk bekerja.
Saat ini Ray sudah berada didalam kamarnya, sedangkan Ben kembali lagi ke perusahaan. Ray membaringkan tubuhnya diatas ranjang sambil meraba bibirnya yang tadi bekas berciuman.
"Seperti inikah rasanya?" gumam Ray, tanpa sadar senyum dibibir pun terbit.
"Kalau di perhatikan cantik juga tuh cewek," Ray terus bermonolog.
Tangannya terus meraba bibirnya, tanpa Ray sadari Rakha masuk dan melihat Ray senyum senyum sendiri. Rakha terus memperhatikan tingkah Ray yang berbeda dari biasanya, biasanya dingin tapi sekarang malah senyum senyum.
"Kamu kenapa Ray?" tanya Rakha, Ray sontak kaget mendengar suara Rakha.
"Sejak kapan kamu disitu?" tanya Ray.
"Sejak kamu senyum senyum sendiri dan memegang bibirmu, memang ada apa?"
.
.
.