Sebuah perjodohan membuat Infiera Falguni harus terjebak bersama dengan dosennya sendiri, Abimanyu. Dia menerima perjodohan itu hanya demi bisa melanjutkan pendidikannya.
Sikap Abimanyu yang acuh tak acuh membuat Infiera bertekad untuk tidak jatuh cinta pada dosennya yang galak itu. Namun, kehadiran masa lalu Abimanyu membuat Infiera kembali memikirkan hubungannya dengan pria itu.
Haruskah Infiera melepaskan Abimanyu untuk kembali pada masa lalunya atau mempertahankan hubungan yang sudah terikat dengan benang suci yang disebut pernikahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kunay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertamu Kembali
Di sebuah perayaan aqiqah, Gunawan, ayah Abimanyu menikmati acaranya dengan khidmat. Beliau disambut dengan hangat oleh pemilik hajat.
Itu karena Gunawan jarang sekali bisa memenuhi undangan dari teman-temannya yang ada di Jakarta. Dikarenakan, dirinya berdomisili di Palembang sebagai dokter bedah.
Selesai acara, Gunawan tidak langsung pulang ke rumah Abimanyu. Dia memilih bercengkrama bersama dengan teman-temannya yang lain.
“Gun, apakah kau ingat saat masa SMA kita sering pulang lebih awal hanya untuk bermain PS di rumah Arnold?”
Gunawan tertawa mendengar ucapan temannya itu. “Kau masih saja ingat hal itu, tapi menyenangkan juga.”
Semua orang tertawa, seperti sedang membanggakan kenakalan masa muda mereka semasa SMA.
“Aku tidak menyangka kalau kau akan jadi dokter hebat sekarang.”
“Ah, kau juga hebat, kita semua hebat di bidang kita masing-masing.”
Semua orang menyetujui ucapan Gunawan.
“Saat kamu menikahkan putramu, sayangnya kami tidak bisa hadir.”
Pria paruh baya yang bernama Arnold Keegan menimpali. “Saat itu aku sedang berada di luar negeri dan yang lainnya ada urusan yang tidak bisa ditinggal.”
“Haha ... Itu tidak masalah. Lagi pula, acaranya tidak terlalu meriah. Kami hanya mengadakan syukuran kecil-kecilan yang dihadiri keluarga.”
“Gun, saya iri denganmu yang sudah punya menantu. Saya juga ingin Gerald segera menikah. Saat saya menceritakan mengenai hal ini, dia hanya tertawa. Saya tidak menyangka kalau ternyata anak kita bekerja di tempat yang sama.” Arnold ingat saat dia menceritakan mengenai temannya kepada sang putra, dia mengatakan kalau dirinya juga mengenal putra Gunawan yang bernama Abimanyu.
Saat Arnold membahas pernikahan Abimanyu, Gerald terus bertanya ini itu, tapi ketika dia menuntut putranya untuk segera menikah dia hanya mengatakan akan segera membawa calon istrinya kalau sudah diangkat jadi rektor.
“Haha ... nanti juga putramu akan menikah jika sudah ada wanita yang cocok dengannya.” Semua orang tua itu saling membahas putra mereka masing-masing, dan hanya Gunawan satu-satunya yang sudah memiliki menantu.
***
Siapa sangka, saat sampai di sebuah mal, Fiera harus kembali bertemu dengan Abimanyu dan juga Almira yang sedang berada di sebuah toko pakaian. Fiera bahkan sempat menghentikan langkahnya di pintu masuk, tapi Gerald mendorong wanita itu untuk masuk.
“Fiera, kau tahu kalau kata orang tua. Jika kau berdiri di pintu masuk dan menghalangi jalan, kau akan susah dapat jodoh,” sungut Gerald, dia juga sudah melihat keberadaan dua rekannya yang ada di toko itu.
Fiera mendengkus. “Itu mitos, Pak, yang benar adalah aku akan menghalangi orang yang akan lewat.
“Itu kau tau.”
Fiera hanya menggeleng.
“Haha ... tidak menyangka kita akan bertemu lagi di sini.” Gerald berkata lagi pada rekannya.
Abimanyu hanya menanggapinya dengan anggukan kecil dan ekspresi datar. Sedangkan Almira tertawa setuju dengan ucapan Gerald. “Ya sudah, kita sama-sama saja cari kadonya.”
Gerald menjentikkan jarinya, lalu mengatakan pada tiga mahasiswanya untuk segera memilih hadiah mereka.
“Kalau begitu, kami permisi, ya, Pak.” Anisa menarik tangan Infiera untuk menjauh dari para dosen, diikuti Bimo yang setia mengikuti kedua wanita itu.
“Mereka cocok sekali, ya, Fier,” bisik Anisa, sesekali melirik ke arah Abimanyu dan juga Almira yang berjalan beriringan, mencari kado untuk rekan mereka.
Infiera hanya melirik keduanya, tapi tidak mengomentari apa-apa.
“Jangan bergosip. Kita harus mencari kado. Gue lapar ini. Biar cepat bisa makan.”
“Bagaimana kalau kita berpencar? Lo pilih satu barang, gue satu barang. Bagaimana?” tanya Fiera pada Anisa.
“Terus dia, kerjaannya apa?” Anisa menunjuk Bimo yang ada di sebelahnya.”
“Ya, dia yang bayar tentunya. Haha...”
“Hei, sialan! Uangnya sudah kalian pegang, ya, gue sudah iuran sesuai kesepakatan.”
“Ya sudah, lo kebagian yang bawa belanjaannya.”
“Oke!”
Ketiga orang itu segera berpencar. Sebenarnya, mereka sengaja tidak menyuruh Bimo yang memilih karena pria itu sama sekali tidak pandai. Bimo sejak kemarin hanya mengatakan untuk membeli handuk couple sebagai hadiah. Yang benar saja!
Anisa memilih untuk mencari sepatu couple, sedang Fiera dia memilih untuk mencari sebuah tas. Bu Gina setiap hari selalu membawa banyak barang, jadi sepertinya itu akan sangat berguna.
Dia memindai satu persatu tas wanita yang berukuran cukup besar, yang bisa membawa banyak barang. Dia tersenyum saat melihat tas yang sepertinya cocok untuk Bu Gina. Selain warnanya yang pas, ukurannya juga sesuai keinginannya. Fiera memanggil pelayan toko untuk membungkusnya terlebih dahulu karena dia masih berniat mencari barang yang lainnya.
Sepertinya, sudah cukup lama dia tidak membeli pakaian dan juga barang lainnya. Tabungannya dari menulis online masih cukup untuk membeli satu set pakaian dan juga sepatu.
“Mau pilih pakaian untuk kerja, Mbak?” tanya seorang pelayan toko yang hendak membantu Fiera.
“Bukan, saya ingin membeli pakaian sehari-hari saja. Buat kuliah.”
“Ah, ini bagian sini, Mbak. Pasti cocok untuk Mbaknya.”
Fiera berbinar saat melihat deretan pakaian yang ditunjuk oleh pelayan toko itu. Dia mencoba memilih model pakaian yang dirasa cocok untuknya. Namun, saat melihat harganya, ternyata harganya lumayan juga.
“Wah, pakaiannya bagus-bagus, Mbak, tapi harganya tidak cocok di kantong saya yang seorang mahasiswa.” Fiera tertawa, pelayan tokonya juga mengerti, dia langsung menunjukkan deretan pakaian lainnya, yang mungkin juga bisa cocok dengan Fiera.
Wanita itu terus memilih, tapi memang tidak ada harga yang cocok. Fiera terkekeh. Memang sepertinya dia harus membeli baju di pasar tradisional bukan di mal seperti ini. Setiap kali melihat harganya, dia hanya bisa mengelus dada dan dompetnya.
Akhirnya, Fiera memutuskan untuk menahan keinginannya membeli pakaian dan menghampiri dua temannya yang lain untuk membayar barang pilihan mereka.
“Kalian sudah selesai?” tanya Gerald yang muncul dengan kantong belanjaan di tangannya.
“Sudah, Pak....” Anisa melirik kantong belanjaan Gerald. “Wih, Bapak belanjanya banyak banget.” Mereka melihat dua kantong berukuran cukup besar, yang salah satunya adalah belanjaan yang langsung dibungkus kado, dan yang lainnya berada di kantong kecil.
“Ini, untuk kalian.” Gerald memberikan kantong-kantong kecil itu pada tiga mahasiswanya. Jika dilihat, sepertinya itu adalah kaos.”
“Asiikkk, kita ditraktir, Fier!” seru Anisa senang, dia menerima kantong-kantong itu dan membaginya pada yang lain.
“Makasih, ya, Pak, saya doakan bapak sepat menikah.” Bimo berkelakar, matanya berbinar melihat kaos abu-abu di dalam kantong yang diberikan dosennya.
“Haha ... tenang saja, segera,” cetus Gerald, melirik ke arah Fiera yang juga mengucapkan terima kasih.
Di sisi lain, Abimanyu dan Almira juga masih memilih apa yang ingin mereka berikan pada Bu Gina.
“Bi, apakah kamu ingin membeli pakaian? Aku akan membantu memilihkannya.” Dulu, saat mereka berpacaran. Almira yang biasanya membantu Abimanyu berbelanja kebutuhannya. Dia juga akan membantu memilihkan pakaiannya.
“Tidak perlu.” Mata Abimanyu melirik ke deretan pakaian, lalu melangkah ke arah sana. Dia mengambil beberapa setel pakaian di sana.
“Bi, kamu mau membelikanku pakaian? Tapi, ini tidak cocok untukku, seperti mahasiswa.” Almira tertawa dengan selera Abimanyu. Apakah dia lupa kalau dirinya terlalu tua untuk mengenakan pakaian seperti itu.
“Emm ... aku membelinya untuk istriku,” ucap Abimanyu tiba-tiba. Saat Infiera sedang memilih pakaian, dia sebenarnya berdiri tidak jauh dari wanita itu dan melihat jelas pakaian mana saja yang disentuhnya. Abimanyu juga mendengar apa yang dikatakan oleh Fiera, kalau pakaiannya terlalu mahal.
Itu membuat Abimanyu heran, kenapa Fiera tidak mau menggunakan kartunya untuk membeli pakaiannya? Padahal, Abimanyu memberikannya memang untuk dia gunakan. Akhirnya, Abimanyu memutuskan untuk membelikannya sendiri.
Senyum di wajah Almira seketika lenyap, dia terlihat canggung. “Ah, seperti itu, ya.”
Abimanyu tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia hanya memilih sekitar tiga setel pakaian dan juga sepatu untuk istrinya.
Almira merasakan dadanya sesak, melihat Abimanyu yang begitu memperhatikan istrinya. Andai saja, saat Abimanyu mengajaknya menikah dia langsung menyetujuinya.
Mungkin saat ini, wanita yang akan diperhatikan Abimanyu adalah dirinya. Sayangnya, saat itu Almira menolak karena dia masih ingin melanjutkan kuliahnya. Dia sudah berjanji untuk menikah jika dirinya sudah mendapatkan gelar doktor. Ambisinya tidak pernah berubah sejak dulu.
Meski Abimanyu sempat meyakinkan dirinya, kalau selepas menikah dia masih bisa melanjutkan pendidikan. Namun, Almira tetap menolaknya. Sekarang, nasi sudah menjadi bubur, pria itu sudah memiliki seorang istri di sisinya.