Salsabillah Khairunnisa Kirani, 25 tahun. Terpaksa harus menikah dengan Adrian Mangku Kusumo, 25 tahun. Karena perjodohan orang tua mereka, padahal mereka sama-sama memiliki kekasih.
Sabillah tak tahu mengapa Adrian selalu menuduhnya menjadi penyebab kehancuran Ajeng, kekasih Adrian.
Hingga di tujuh bulan pernikahan mereka, Sabillah melihat Adrian bersama wanita yang tengah hamil tua, dan wanita itu, kekasih Adrian.
Apakah Adrian sudah mengkhianati pernikahan mereka? Meski mereka sepakat untuk berpisah setelah dua tahun pernikahan mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Isma Wati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Kabar Mantan Istri?
Siang ini, Jimmy mengajak Adrian kembali bertemu, awalnya Adrian menolak, tapi karena ini ada hubungannya dengan bisnis, Adrian akhirnya menemui sahabat yang akan menjebaknya malam itu.
Dengan kaca mata hitam mahal yang bertengger di hidung yang mirip prosotan anak tk itu. Diikuti Arthur, Adrian masuk ke dalam coffeshop yang ada disebuah mall disana. Adrian menyadari jika dia menjadi pusat perhatian para kaum hawa, itu hal biasa baginya.
"Wuihh, duda keren." Jimmy berdiri menyambut kedatangan Adrian. "Aku rasa, ada presiden lewat juga para cewek-cewek itu nggak akan berpaling dari ketampanan seorang Adrian Mangku Kusumo."
Dibalik kaca mata hitamnya, Adrian merotasikan matanya malas.
"Langsung ke intiinya, kita bahas pekerjaan saja." Adrian duduk dihadapan Jimmy, membuka kacamatanya.
"Oke." Jimmy meminta ipad pada sekretarisnya. "Total projeck yang ada disini, dalam waktu enam bulan kedepan, kita harus selesai paling sedikit 1000 site dari 2030 total site yang ada. Belum ada penambahan signifikan dari tahun 2018 sampai sekarang, datanya akan dikirim sekretaris ku ke sekretaris mu nanti." Jimmy menjelaskan.
"Jika lebih dari target, aku meminta dua puluh persen dari bonus yang akan didapat. Jika setuju, kamu harus tanda tangan disini." Jimmy meminta dokumen dari sekretarisnya, meletakkan diatas meja. "Bisa kamu pelajari dulu."
Arthur sigap mengambilnya dan membacanya. Tak lama Arthur membisikkan sesuatu pada Adrian.
Adrian menatap Jimmy, tatapan yang membuat Jimmy merinding.
"Ahh, bisa kamu ganti jika tidak setuju. Aku hanya mengajukan saja, pemilik kuasa tetap kamu yang memiliki dana."
Jimmy melirik Arthur, kenapa cepat sekali sekretaris Adrian itu mengambil keputusan, apa dia memiliki otak kalkulator?
"Aku minta bantuan lobby dari mu. Karena aku tahu kamu banyak memiliki rekanan di Cina, agar tidak ada keterlambatan barang, karena pengerjaany benar-benar harus dikebut."
"Kamu dengar Arthur? Kamu harus mengurus itu."
"Baik, Tuan." Arthur membungkukkan badan.
"Kami sudah menyiapkan seratus tim profesional. Pihak kami meminta tambahan dana diawal, untuk biaya operasional dan lain sebagainya." Adrian lagi-lagi hanya melirik Jimmy dengan tatapan yang menghunus, "kamu tahu biaya hidup disini mahal, aku hanya membela para karyawan yang dari luar kota, mereka harus menyalakan dua dapur." Jimmy memberi alasan yang masuk akal yang berhasil membuat Adrian menghela nafas.
"Nanti akan diurus jika kamu telah mengajukan pada bagian keuangan."
Jimmy tersenyum. "Ini yang membuat aku senang bekerja sama dengan mu kawan."
Adrian mendengus. "Kawan yang akan menjebak."
Jimmy mengerti arah perkataan Adrian.
"Wait, bukan aku menjebak, kawan. Aku malah berbaik hati membantu mu untuk cepat moveon dari pesona mantan istri."
"Bullshitt. Jika saja semalam terjadi sesuatu padaku, jangan harap kerja sama ini akan berlangsung."
"Ya, ya, ya. Aku tahu kamu punya sekretaris yang bisa diandalkan dalam segala hal. Dia pasti menyelamatkan mu."
Adrian tak lagi menyahut, dia bangkit dari duduknya. "Urusan kita selesai, aku harus kembali."
"Tunggu dulu," Jimmy mencegah. "Kita ada tamu yang belum datang."
Adrian mengernyitkan dahi. "Aku tidak membuat janji dengan siapapun. Tunggulah tamu mu."
Namun saat Adrian baru berdiri, sosok Arjuna datang menggandeng anak sulungnya, Nurlaeka.
"Adrian, kamu sudah mau pulang? Maaf terlambat, princess kecil ku merengek ingin ikut."
Adrian menahan nafas, ia menipiskan bibir menahan geram pada Jimmy, temanya itu sengaja mempertemukan mereka, padahal tahu Adrian sangat menghindari suami mantan istrinya.
"Maaf Tuan Adrian, kita ada pertemuan lagi dengan rekan dari Cina." Arthur tahu Adrian pasti tidak suka dengan pertemuan ini.
"Tidak apa, kita masih punya waktu satu jam lagi." Adrian tersenyum pada Arjuna.
"Kamu yakin tidak apa-apa, Tuan?" Arthur berbisik.
"Pergilah cari makan siang. Aku akan makan siang dengan teman-teman ku." Adrian mengatakan jika dia baik-baik saja.
Arthurpun mengangguk, dia kemudian undur diri, meski ragu Adrian akan bisa menahan diri, tapi Arthur yakin atasanya itu tidak mungkin mempermalukan diri didepan suami mantan istrinya.
* * *
Adrian terus menatap wajah cantik putri kecil mantan istrinya. Gadis itu nampak pintar, lucu, dan cerewet seperti Sabillah. Gadis berpipi tembam, dengan wajah yang begitu mirip dengan Arjuna itu terlihat begitu dekat dengan Arjuna, sangat terlihat, apapun yang ia inginkan, gadis kecil itu selalu meminta pada ayahnya. Tanpa terasa sudut bibir Adrian mengembang, membayangkan jika itu anaknya dengan Sabillah, pasti putri mereka akan selucu itu.
"Aku duda dua kali, sekarang lagi cari yang ketiga. Kalau ada, mungkin istri mu punya teman yang bisa dikenalkan dengan ku." Jimmy berkata sambil melirik Adrian, sangat terlihat jika Jimmy sengaja memancing obrolan yang membuat Adrian marah.
Tapi sebisa mungkin Adrian menahan emosinya.
Arjuna terkekeh menanggapi perkataan Jimmy. "Istri ku nggak punya teman dekat. Dia termasuk sosok yang sulit bergaul. Dengan ibu-ibu bhayangkari saja dia ikut seperlunya," jawab Arjuna sambil membersihkan mulut sang putri yang belepotan karena makan es krim.
"Kenal dimana istri cantik begitu? Kenalin lah kalau ada yang bening-bening. Kayaknya istri kamu juga bukan cuma cantik, tapi setia, sayang keluarga."
Jengah dengan pertanyaan Jimmy yang seolah memang sengaja menyindir dirinya, tapi ia juga ingin tahu bagaimana Arjuna bisa bertemu Sabillah.
Adrian sejak tadi lebih banyak diam setelah basa-basi tentang pertanyaan apa kabar, kerja apa, sudah menikah belum? Dia lebih fokus pada gadis kecil yang duduk dipangkuan Arjuna, ada sisi anak itu yang mirip Sabillah, bibir tipisnya yang merah dan banyak bicara.
Adrian suka melihatnya.
"Hahahaha, pertemuan yang nggak disengaja sebenarnya. Waktu itu dia lagi kabur dari mantan suaminya." Ucapan Arjuna membuat fokus Adrian berpindah seutuhnya pada Arjuna. Adrian begitu tertarik, ingin tahu cerita awal mula Sabillah bertemu Arjuna, dan bagaimana Sabillah bisa cepat memutuskan menikah dengan Arjuna.
"Waktu itu aku baru pulang dari kampung setelah ibu ku meninggal, aku lihat istri ku inj menangis dibandara, ternyata dia baru saja kecopetan. Tiket dan uang-uangnya hilang. Mau mengurus semuanya dia malas, karena takut keberadaannya di temukan keluarganya. Jadi aku memberinya tiket untuk kesini, karena dia juga tidak tahu arah tujuannya."
Hati Adrian berdenyut mendengar Sabillah kecopetan, tapi sayang, bukan dia yang menolong Sabillah, tapi dialah penyebab Sabillah pergi dan mengalami kemalangan itu. Adrian melihat wajah Arjuna yang begitu bahagia menceritakan Sabillah, sangat terlihat, jika Arjuna sangat mencintai mantan istrinya itu.
"Awal mula aku melamarnya, dia menolak ku." Lanjut Arjuna bercerita.
"Oh ya, kenapa?" Jimmy menegakkan duduknya ingin tahu. Adrian juga diam-diam penasaran kenapa Sabillah menolak Arjuna, tapi Adrian tahu, karena Sabill bukan wanita sembarangan menerima lamaran seorang laki-laki.
"Karena saat itu dia belum sah ketuk palu, jadi dia meminta aku untuk menunggunya selesai urusan perceraianya dengan mantan suaminya, dan selesai masa iddahnya juga."
Adrian menunduk, Sabillah ternyata jujur tentang satusnya. Adrian menjadi gelisah, akankah Arjuna akan menceritakan jika istrinya janda tapi perawan? Jiak iya, akan semakin senang saja Jimmy mengejeknya nanti.
Tapi sampai akhir cerita, Arjuna sama sekali tidak menyinggung masalah pribadi itu. Hingga Arjuna menjauh, menerima telepon dari seseorang.
Agak lama Arjuna bicara, dan menjauh dari mereka. Adrian coba menyapa anak Sabillah yang sejak tadi menggelitiknya ingin sekali mengendong anak itu.
"Hai, siapa nama kamu?" tanya Adrian mendekati anak Sabillah.
"Kenalan ya bro, sama anak mantan bini."
Adrian menatap tajam Jimmy. "Diamlah, Jim. Atau aku bekukan samua dana yang kamu minta." Jimmy menahan tawanya yang ingin pecah.
"Nurlaeka, Om. Panggil Eka," jawab bocah yang rambutnya dikuncir kuda dua itu. Tetap fokus pada gadgetnya.
"Berapa umur kamu?"
"Tujuh." Menjawab tanpa menatap Adrian. Adrian merasa kesulitan, anak Sabillah persis sifatnya seperti Sabillah selain cerewet, tapi juga jutek. Tapi Adrian suka.
"Maaf semuanya, sepertinya aku harus cabut duluan. Ada urusan mendadak." Arjuna datang dan langsung pamit.
Ada rasa kecewa dalam hati Adrian, belum sempat ia mendekatkan diri pada anak Sabillah, tapi mereka harus berpisah.
Astaga, kenapa jadi seperti ini?
Adrian hanya dapat menatap nanar Arjuna yang menjauh smabil mengendong anaknya.
"Aku juga cabut dulu, terima kasih atas kesan dan pesan yang begitu berkesan hari ini." Adrian menyinggung Jimmy. Jimmy terkekeh dan berdiri.
"Aku cuma ingin kita reunian, Kawan. Pengganti yang tidak jadi kemarin."
Adrian semakin malas saja dengan Jimmy, sialnya dia harus memiliki kerja sama dengan temanya ini. Ingin Adrian memutuskan kerja sama ini, tapi Adrian memikirkan nasib karyawan yang bekerja dengan Jimmy, cukup dulu dia egois, kini dia bisa berpikir lebih dewasa.
* * *
Eka tidak tahu apa yang sedang dibicarakan Bapaknya dengan dua laki-laki yang bertubuh tegap dan berusia lebih tua dari Bapaknya itu. Yang Eka tahu itu atasan ayahnya, karena sejak tadi Eka mendengar Arjuna memanggil kedua lelaki itu dengan panggilan 'Pak Komandan'.
Tapi sepertinya mereka membahas masalah yang serius. Dari jauh otak Eka merekam apa yang ketiga laki-laki dewasa itu lakukan melalui celah pintu yang sedikit terbuka dari tempatnya duduk, dan otaknya merekam dengan sangat kuat, jika dua lelaki itu memarahi Bapaknya.
Ayah itu cinta pertama anak perempuan, dan Eka memiliki ikatan batin yang kuat dengan Arjuna, meski masih kecil, anak itu tak terima melihat sang Bapak yang dimarahi, dan sepertinya, Arjuna dipaksa mengikuti keinginan dua orang itu.
Eka merekam jelas wajah keduanya.
* * *
"Suami mu lama sekali keluarnya, Sabill. Kemana dia?" Sintya bertanya. Menyadari tadi Arjuna berpamitan ingin keluar menemui seorang teman, dan mengajak anak pertamanya.
"Tadi mas Arjuna mengabari, sedang dipanggil pak Komandan, Ma."
"Ribet gini nih kalo jadi bawahan. Harus nurut sama atasan, libur juga nggak ada waktu luang buat keluarga, sampai anak masih kecil dibawa."
Pak Sofyan hanya menghela nafas. Besok dia harus membawa istrinya pulang, sebenarnya dia masih ingin berlama-lama disini, tapi melihat kelakuan istrinya pada anaknya, pak Sofyan jadi kasihan pada Sabillah.
Mungkin Sabillah sudah kebal dengan sifat Sintya, tapi pak Sofyan tak enak pada Arjuna yang tak henti-hentinya disindir istrinya masalah pangkat Arjuna yang masih rendah. Beruntungnya Arjuna menantu yang sabar.
"Ma, Sabill mau keluar cari buah, Mama mau nitip apa?" Sabillah merasa persediaan buah dirumahnya menipis.
"Naik apa kamu keluar?" Bukan menjawab, tapi Sintya malah bertanya.
"Pesan taksi."
"Suami kamu nggak bisa apa bayar supir pribadi buat kamu? Kamu cari deh orang yang mau dijadikan supir, nanti Mama yang bayarin."
"Ma, jangan seperti itu. Sama saja kita menyinggung Arjuna." Pak Sofyan tak setuju dengan ide istrinya.
"Kenapa harus tersinggung? Orang kita bantu dia kok?"
"Tapi kita harus menghargai Arjuna yang ingin membahagiakan anak kita dengan usaha dan caranya sendiri."
"Ih, Papa ini aneh. Masa nggak suka Mama bantu anaknya, ini Mama coba mendekati mereka, Pa." Sintya selalu menyahut ucapan suaminya.
Pak Sofyan yang kesal ingin memarahi Sintya, tapi Sabill lebih dulu bicara.
"Taksinya udah di depan, Sabill keluar dulu ya, Pa, Ma." Pamit Sabillah menggandeng Arial. "Yuk sayang ikut Umak." Sabillah tak menghiraukan lagi mama, papanya yang masih saja berdebat.
Hingga Sabillah masuk kedalam taksi, kedua pasangan suami istri itu masih berdebat.
"Mama bisa nggak sih, kalo bicara dijaga? Kasihan anak menantu kita, Ma. Mereka juga punya perasaan."
"Memangnya Mama ngomong apa? Mama kan bicara apa adanya, sesuai fakta."
Pak Sofyan menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan pikiran Sintya. "Kita pulang besok pagi, kasihan Arjuna yang selalu kamu sindir-sindir terus."
Sabillah memasukkan macam-macam buah, dan janis makanan ringan untuk keluarga besarnya, saat akan berpindah stan, dan mendorong troli yang ada anaknya didalamnya, tiba-tiba langkahnya terhenti saat maniknya bertemu dengan manik laki-laki tampan yang ada didepanya.
Sabillah ingin menghindar, tapi laki-laki itu menyapa lebih dulu.
"Apa kabar, mantan istri?"