Axel Rio terjebak bertahun-tahun dalam kesalahan masa lalunya. Ia terlibat dalam penghilangan nyawa sekeluarga. Fatal! Mau-maunya dia diajak bertindak kriminal atas iming-iming uang.
Karena merasa bersalah akhirnya ia membesarkan anak perempuan si korban, yang ia akui sebagai 'adiknya', bernama Hani. Tapi bayangan akan wajah si ibu Hani terus menghantuinya. Sampai beranjak dewasa ia menghindari wanita yang kira-kira mirip dengan ibu Hani. Semakin Hani dewasa, semakin mirip dengan ibunya, semakin besar rasa bersalah Axel.
Axel merasa sakit hati saat Hani dilamar oleh pria mapan yang lebih bertanggung jawab daripada dirinya. Tapi ia harus move on.
Namun sial sekali... Axel bertemu dengan seorang wanita, bernama Himawari. Hima bahkan lebih mirip dengan ibu Hani, yang mana ternyata adalah kakak perempuannya. Hima sengaja datang menemui Axel untuk menuntut balas kematian kakaknya. Di lain pihak, Axel malah merasakan gejolak berbeda saat melihat Hima.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septira Wihartanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Treasure Chamber
Di sinilah aku berada... makam Hana Sasaki.
Bukan, harta itu tidak kusembunyikan di makam ini kok.
Tenaaang.
Yah, tapi kuncinya kusembunyikan di makam Hana Sasaki sih.
Kuambil keputusan ini karena kehidupanku penuh adrenalin, jadi takutnya kunci ini hilang.
Sementara, manusia mana yang berani mengutak-atik makam korban pembunuhan? Kecuali ahli forensik?
Itu pun yang diutak-atik ya pasti isi makamnya, bukan... batu nisannya. Hehehehehe.
“Apa kabar bu?” sapaku saat aku tiba di TPU Pondok Kelapa dan berlutut di sebelah makam rapi ditumbuhi rumput pendek, dan nisan dari marmer dengan gaya modern, tanda salib tertempel di nisan itu.
Ini sudah jam 11 malam.
Dan karena tujuanku bulat. aku tak takut setan. Karena itu juga aku tinggal memberi penjaga gerbang 50ribu untuk masuk ke sini tanpa harus menulis nama di buku register. Aku terpikir ide ini saat melihat bentuk nisan Hana Sasaki yang modern. Jadi kuselipkan kunci ruangan rahasia di sana.
Kuraba bagian pinggir nisan itu, dan kutemukan nat yang agak mencuat. Kucongkel sedikit dengan kuku, dan kutarik.
Sebuah kartu akses.
“Ibu pasti sudah tahu kan kalau Hani sudah menikah. Dia sudah jadi wanita dewasa sekarang. Saya tidak bisa lagi mengaturnya. Tapi, jangan khawatir, Bu...”
Aku membelai nisan itu, kuraba tanda salibnya yang kokoh dan besar.
“Kalau dia butuh bantuan, saya akan dengan senang hati membantunya.”
Aku menarik nafas dan menengadahkan kepalaku ke langit.
Langit Jakarta bersih, tanpa awan, bulan setengah lingkaran terlihat jelas di atas sana.
“Entah bagaimana caranya, Bu... mungkin sayalah yang berhutang budi kepada Hani selama ini. Dia seakan membenahi rasa bersalah saya.”
Seperti lagunya zaman lawas, dari Koil berjudul ‘Dosa’, liriknya :
Dosa ini selalu menutup
Wajahku yang pucat pasi
Tenggelam dan menyendiri
Dosa ini menutup arti
Hidup kami yang akan berhenti
“Saat saya merasa berdosa, rasanya saya tidak ingin bertemu siapa pun, selalu dalam ketakutan. Karena keberadaan Hani di hidup saya, saya jadi tahu kalau hidup saya tidak berhenti di sana. Hidup saya masih panjang. Masih bisa menebus kesalahan lampau.”
Aku membersihkan daun-daun kering yang jatuh di atas makam Hana Sasaki. Sambil tetap ngomong sendiri.
Kuutarakan rencanaku selanjutnya, “Mohon izin, saya akan berusaha meminta maaf kepada adik ibu, Himawari. Dia memaafkan saya atau tidak, itu urusan belakangan. Kalau pun dia ingin saya dipenjara, saya ikhlas asalkan... Saya tidak ingin sendirian di penjara. Irvin, dan Erick Sutjandra harus ikut saya masuk ke dalam sana juga.”
Lalu aku memejamkan mataku.
Berdoa kepada Tuhan.
Entahlah doa pendosa sepertiku ini akan sampai atau tidak ke langit sana, tapi aku benar-benar memohon ampunan untukku dan untuk Hana Sasaki. Tidak seharusnya wanita ini terbunuh dalam siksaan yang tragis, apa pun yang sudah ia lakukan selama hidupnya.
Lalu...
Ponsel baruku bergetar.
Sebuah email masuk.
“Bapak mau bertemu besok.” Subject dari Devon.
Aku tersenyum tipis.
Lalu belum selesai kubaca tanggalnya, muncul email lain.
“Siap-siap besok kita duel.” Kata Devon.
Kurang ajar...
Mentang-mentang udah dapet malam pertama, jadi makin semangat dia menghajarku?!
Aku pun menekan tombol darurat yang tentu saja langsung tersambung ke nomor Devon, kan dia yang membelikanku hape ini. Sudah pasti dia utak-atik.
“Apa cinta?” begitu sapanya di seberang sana.
“Bang sat...” gumamku membalas kalimatnya. Lalu kumatikan.
Pokoknya aku ingin memakinya, walau pun satu kata saja.
Dia pasti memeriksa GPS-ku. Aku di makam Hana Sasaki. Tapi dia tak tahu tujuanku ke sini adalah untuk mengambil kunci.
Aku berharap, dia menyangka aku di sini hanya untuk sekedar berziarah.
Dan karena besok aku diajak duel... aku akan menyogok Ivander dan baron.
**
Tebak aku bermalam di mana malam ini?
Iya, di Cafe D’Monsieur.
Tempat kerjaku.
Aku memiliki kunci cadangan karena memang sudah bekerja di sini sejak lama.
Kata si mendiang Kakek Prancis itu, aku bebas keluar masuk walau pun di malam hari. Karena dia tahu aku pasti sedang berkutat dengan resep. Aku di dalam cafe bisa sampai subuh karena sering penasaran dengan racikan yang pas. Ingat pulang karena Hani kutinggal di rumah.
Owner yang lain, anak laki-laki pertama si Kakek, Om Oliver juga membebaskanku keluar masuk. Karena Om Oliver tahu aku ketua Geng, kupikir saat dia tahu aku bakal dipecat, tapi aku malah naik gaji. Katanya, dia sekalian titip cafe ini dari preman.
Tapi tentu saja... ini pertama kalinya aku ke sini malam-malam untuk numpang tidur.
Aku tak sampai hati kalau menjadikan cafe ini sebagai tempat pelarian.
Tapi aku belum siap pulang ke kampung.
Mau nginap di hotel... nggak punya duit. Masa aku nginap di rumah Devon? Beuh... bisa-bisa aku diejeknya habis-habisan!
Dan aku sebenarnya memiliki tujuan tertentu ke cafe malam-malam.
Untuk...
Membuka brankas rahasiaku. Hehehehe.
Letaknya di loteng ruko. Area yang katanya ‘berhantu’.
Iyaaa, iya.
Kalian bebas menghujatku, seperti yang kusebutkan di awal kisah.
Silakan maki-maki aku.
Lagipula mau kusimpan di mana lagi harta sebanyak itu? Di rumah bapakku ya tak mungkin karena penyidik bolak-balik memeriksa tempat itu.
Suatu malam aku ke rumah bapakku dengan truk sewaan dan kuangkut semuanya, kupindahkan ke cafe ini. Kusebar gosip kalau lantai paling atas ada penunggunya, disertai suara-suara dari speaker yang aneh-aneh. Tembang jawa sekalian kuputar .
Engsel kuncinya kuganti jadi smartlock, kuberi password, kunci sidik jari, dan kugembok 2 kali atas bawah. Kubilang saja ke semua karyawan kalau di dalam sini adalah area pesugihan.
Maaf ya Om Oliver, Kakek Prancis, aku fitnah sedikit.
Soalnya orang Indonesia paling mudah ditakut-takuti dengan mistis.
Sekarang tahu kan kenapa aku rajin bekerja? Hehehehe.
Dan beginilah suasana di loteng lantai 3,5.
Kalau kalian bayangkan penuh debu dan gelap. Wah, salah.
Aku lumayan rapi kok. Apalagi ini semua benda berharga yang tidak bisa rusak.
Aku menggunakan lemari penyimpanan dari kayu jati asli yang kurakit sendiri di sini karena kalau beli dalam bentuk utuh tak akan kuat kubawa ke lantai 3,5. Tujuannya untuk menghindari rayap dan serangga.
Pintu dan jendela kuganti dengan baja ringan. Aku juga membeli beberapa brankas kecil untuk emas. Nggak kupakai brankas besar karena sekali lagi, aku tak kuat membawanya ke lantai 3,5. Aku kan angkut-angkut sendirian. Ya kali aku minta bantuan orang, bukan rahasia lagi namanya.
Tebak saja berapa biaya yang kukeluarkan untuk hal-hal seperti ini... makanya aku bekerja dobel-dobel.
Jadi, kunyalakan AC, lalu mulai mencari barang yang dibutuhkan Baron dan Ivander.
Sekitar sejam aku mencermati setiap dokumen. Walau pun aku tidak berniat membaca mengenai isi dokumennya, tapi mau tak mau ya terbaca juga. Aku kan harus cermat agar tidak tertukar. Di dalam flashdisk Ivander juga ternyata ada kasus milik orang lain juga yang dengan terpaksa harus kuluangkan waktu untuk menyortirnya terlebih dahulu.
Aku menyadari satu hal.
Baron dan Ivander ini... kriminal dengan status buronan.
Kalau kutelusuri, terbunuhnya istri Baron si Raden Arya ini ya karena salahnya sendiri. Baron membunuh 20 orang kerabatnya sendiri, karena ia mau menyelamatkan ayahnya. Dan ternyata kriminal yang sesungguhnya adalah si ayah. Tapi Baron ini akhirnya harus menerima dendam dari keluarga ke 20 orang ini.
Banyak yang ingin membunuhnya tapi tak bisa.
Sementara istrinya berstatus anggota DPR, karena ia memiliki darah keraton dari Keturunan Majapahit. Jadi tidak mungkin bisa melarikan diri. Akhirnya harus mati di tangan... abdi dalamnya sendiri.
Polisi mengantongi tersangka dan keganjilannya. Tapi mereka sembunyikan. Bisa dibaca mereka juga memiliki dendam yang belum terselesaikan dengan Raden Arya ini. Bapakku sebagai penadah dan ingin mengambil keuntungan dari kasus ini akhirnya menukarkan informasi dengan 500gram bibit ganje. Tentu saja bapakku tahu, dia dan istri Raden Arya satu profesi.
Lalu Ivander... astaga kasusnya tak main-main. Mungkin Pak Damaskus memang bisa memecatnya kalau sampai ketahuan. Nama aslinya bukan Ivan Dermawan. Ini nama setelah ia mengubah identitasnya. Dan bodohnya setelah namanya diubah pun dia tetap jadi kriminal. Ya jadi nama itu disingkat jadi Ivander lagi. Palsu di atas palsu.
Nama Aslinya Raga Antara. Dan dia seorang Terorojing.
Dia spesialis perakit bombom, yang dirangkai dengan teknologi jarak jauh.
Dan 20 tahun lalu, dia ikut dalam kasus peledakan beberapa kantor kedutaan luar negeri. Dia tidak tergabung di jaringan radikal itu. Dia bekerja sendiri dan dibayar sangat mahal oleh jaringan itu. Untuk meledakkan beberapa titik yang sudah ditentukan oleh gerakan separatis.
Aku mengetahui hal-hal seperti ini... apakah aku aman?
Tanganku sampai gemetaran.
Aku kini benar-benar butuh kopi.
**
ternyata ada lanjutannya
ehh sekarang sepertinya terpotong lg KH🙄🙄
tapi aku lupa dmn bacanya Madam.. kekehkehh 🤭
Paling ringan ya lumpuh ☹️😭😭🤧🤧
hah, kekuatan nya... bahkan Lily aja mengakui klo Devon itu kuat di r4nj4ng.. Layla aja nyerah sama kelakuan Devon yg selalu tau titik s3nsitifnya, cuma yg aman dari jerat Devon Kayla istri Zaki tapi tetep bisa grepe² si Devon nya.
kamu gk salah kah Devon pilih istri Hani... bisa ngimbangi gk dia , aduh kog kasian sama Hani 😬