Fitri terpaksa bersedia ikut tuan Tama sebagai jaminan hutang kedua orang tuanya yang tak mampu mwmbayar 100 juta. Dia rela meski bandit tua itu membawanya ke kota asalkan kedua orang tuanya terbebas dari jeratan hutang, dan bahkan pak Hasan di berikan uang lebih dari nominal hutang yang di pinjam, jika mereka bersedia menyerahkan Fitri kepada sang tuan tanah, si bandit tua yang beristri tiga. apakah Fitri di bawa ke kota untuk di jadikan istri yang ke 4 atau justru ada motif lain yang di inginkan oleh tuan Tama? yuk kepoin...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arish_girl, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
"Ajari aku!"
Semenjak Gagal dalam menikahi Fitri, juragan Wira jadi jarang berasa di rumah, ia lebih banyak menghabiskan aktivitasnya di luar rumah, dan itu tentu membuat Hera dan Tasya meradang. Kedua istri juragan Wira itu tampaknya merasa tak senang, saat ini kedua wanita itu tengah berlomba-lomba untuk segera mendapatkan keturunan langsung dari juragan Wira.
Sementara Arumi terus gigih mengarahkan Fitri dan Devan, agar apa yang menjadi drama mereka benar-benar terjadi. Arumi berharap agar Fitri hamil beneran. Bagaimana, nak? apa kalian sudah gini semalam?" Tanya Arumi saat ia datang berkunjung ke kamar Devan. Arumi memperagakan kedua tangannya beradu, yang menandakan bahwa Devan dan Fitri semalam sudah melakukan sesuatu.
"nenek, apaan sih? Gak gitu lah, nek. Devan belum siap." Devan menjawab pertanyaan sang nenek dengan malu malu.
"yah, nenek serius, Nak. Nenek gak main main. ayolah Devan, keadaan ini sudah tak banyak lagi membutuhkan waktu, atau kebohongan kita akan segera terbongkar. pliss, nenek serius!" Arumi menekankan kata akhirnya, ia menunjukkan seberapa serius apa yang dia ucapkan.
"Tapi, nek.. Devan masih..".
" Tidak ada kata tapi tapian. Atau kamu mau kalau kakekmu datang lagi ke sini dan dia membawakan dokter kandungan untuk Fitri? apa kamu sudah siap buat kehilangan Fitri? jika kita ketahuan berbohong, maka bukan suatu hal yang tak mungkin jika Kakekmu akan mengambil Fitri kembali dan menikahinya." desak Arumi. Wanita tua itu bisa membaca pikiran Devan, bukan suatu hal yang di luar nalar, jik sebenarnya Devan itu memiliki rasa terhadap Fitri. Hanya saja Devan agak susah dan takut untuk mengakuinya di depan sang nenek.
Devan tentu saja tak ingin semua ini terjadi, tapi, dia sendiri juga belum siap untuk mulai hubungan intim bersama Fitri, Devan masih belum percaya diri sepenuhnya.
"Nak, kamu itu laki-laki. Fitri itu sudah sah menjadi istrimu. Dia itu wanita polos. Kalau bukan kamu duluan yang mulai, lalu siapa? Seorang wanita polos seperti dia, tentu saja tidak akan memulai semuanya dengan mudah. Tapi, wanita yang sholehah seperti Fitri, dia akan menerima semuanya dengan lapang dada, sesuai syariat yang dia pelajari, Fitri akan memulai semuanya bersama kamu. Kamu harus percaya, Fitri tidak akan menolak dirimu, andai saja kau yang mau memulainya duluan." Arumi menepuk pelan pundak sang cucu, memberikan keyakinan yang belum sepenuhnya kuat di hati Devan.
Siang itu, Fitri tengah mengajari Devan untuk berdiri, gadis berhijab itu dengan telaten menemani sang suami untuk mulai menjajaki kaki tampa pegangan. Meski sedikit susah, namun Fitri tak berhenti memberikan dukungan agar Devan terus bersemangat dalam latihan. "ayoo, tuan! sedikit lagi! tuan pasti bisa!" seru Fitri menyemangati sang suami.
Mendengar kata panggilan 'tuan' Devan merengut. Dia justru tidak bersemangat. Devan menginginkan Fitri bukan sekedar memanggilnya dengan sebutan kata 'tuan' tapi sesuatu yang lebih spesial tentunya.
"lah, kok tuan malah tak bersemangat sih. Ayoo dong, tuan. Fitri yakin, tuan muda pasti bisa." kata Fitri terus menyemangati suaminya.
"Fit, kenapa sih, masih manggil aku dengan kata 'tuan'. Aku ini bukan majikan kamu lagi. Kita sudah menikah. Kenapa kamu masih saja menganggap aku sebagai majikan? aku tidak suka itu." sungut Devan kesal. Devan membuang muka, ia melengos masih di atas kursi rodanya.
"hah...!!" Netra Fitri membola. Ia nyaris tak percaya dengan apa yang ia dengar. Sang suami tak mau lagi di panggil dengan kata 'tuan'. "terus? aku manggil Pa dong? kan emang iya, anda adalah majikan saya?"
Devan merengut, moodnya benar-benar kacau. Fitri tak bisa mengambil hatinya. Devan memencet tombol kursi rodanya dan membawa roda itu berjalan menuju balkon. Dari atas sana, Devan memandang jalanan kota yang ramai dengan muda mudi yang berkendara.
Fitri tampak bingung, ia tau suaminya saat ini tengah merajuk. Fitri ikut ke balkon dan berdiri di belakang snag suami. "maafkan aku, mulai saat ini aku akan memanggil tuan dengan sebutan 'mas'. Apa boleh?" tanya Fitri dengan penuh kehati hatian, bahkan ia berkata sambil memejamkan mata, khawatir Devan akan marah.
Devan menoleh, ia menatap Fitri yang berbicara dengan mata terpejam. Bibir coklat itu tampak tersenyum, sepertinya hatinya mulai puas, karena keadaan tampak memihak kepadanya. Kedua tangan Devan segera menarik tangan Fitri dan menggenggam tangan dingin itu. "Fitri, aku tahu. Pernikahan kita bukanlah sesuatu yang di rencanakan. Tapi, aku mau agar pernikahan ini menjadi pernikahan sejati yang tak akan pernah tergantikan dengan siapapun. Aku hanya mau menjalani pernikahan satu kali seumur hidup dan itu hanya dengan kamu." kata Devan, berbicara penuh dari lubuk hatinya yang paling dalam.
Fitri merespon dengan mengangguk sambil tersenyum. "terimakasih, mas Devan. Terimakasih sudah mau menerima saya dan segala kekurangan saya."
"Berjanjilah, Fitri. Kita akan selamanya bersama. Dan ajari aku agar aku selalu bersikap baik seperti kamu. Ajari aku agar aku bisa sabar seperti kamu. Dan ajari aku agar aku bisa menjadi suami yang baik buat kamu, dan buat keluarga kecil kita."
Fitri mengangguk pasti. Gadis berhijab itu merasa lega, Devan yang awalnya arogan dan pemarah, kini sepertinya hatinya sudah mulai melunak. Dia kini sudah bisa berpikir lebih bijaksana dan dewasa. "pasti, mas devan. Aku akan selalu ada untukmu, termasuk ada setiap hari untuk melatihmu agar cepat bisa berjalan."
kata Fitri mengalihkan pembicaraan, agar apa yang mereka bicarakan tidak kaku, mengurangi ketegangan di antara keromantisan yang mereka bahas.
Devan tertawa kecil, sambil berusaha berdiri, Memijakkan kedua kakinya di ubin balkon. Sedangkan Fitri mendekat, kedua tangannya bersiap siaga untuk menahan Devan jika kemungkinan sang suami akan roboh dan terjatuh.
Namun, dengan tekad dan semangat, Devan berdiri kokoh tanpa tangan yang berpegangan. Meski kedua kaki itu hanya sekedar diam dan tak bergerak.
prak prak prak.. Fitri bertepuk tangan kegirangan. Ini benar-benar suatu kemajuan yang luar biasa di banding sebelum Devan mengenal Fitri.
Tanpa mereka sadari, seseorang tengah menyaksikan adegan latihan itu, Orang itu tampak geram dan mengepalkan tangan. Tak suka melihat kegigihan Devan dalam latihan berjalan. "sial...!!" pekiknya lirih.
Namun, ucapan itu masih bisa tertangkap oleh telinga pasangan suami istri itu, sehingga fokus keduanya tampak teralihkan. Devan yang awalnya berdiri, Tiba-tiba ambruk ke lantai, kedua kakinya lunglai seketika.
Fitri yang saat itu sudah siaga untuk menjaga sang suami agar tak terjatuh langsung berteriak. "mas Devan!!"
Fitri menangkap sang suami agar tak terjatuh, keduanya terjatuh dalam posisi berpelukan. Pandangan keduanya bertemu, membuat mereka saling bertaut dalam lautan asmara.
Sedangkan dua orang wanita yang tadi masuk ke kamar itu, tampak mengepalkan tangan, geram saat melihat keduanya tampak sangat romantis.
dan dari seribu itu biasanya dan hasilnya ada yg mempan
ga mau bayangin lah Thor
mantan playboy ga mantan teh celup kan Thor
is ok nek ga dosa 😁😁😁😁