Calon suaminya direbut oleh sang kakak kandung. Ayahnya berselingkuh hingga menyebabkan ibunya lumpuh. Kejadian menyakitkan itu membuat Zara tidak lagi percaya pada cinta. Semua pria adalah brengsek di mata gadis itu.
Zara bertekad tidak ingin menjalin hubungan dengan pria mana pun, tetapi sang oma malah meminta gadis itu untuk menikah dengan dosen killernya di kampus.
Awalnya, Zara berpikir cinta tak akan hadir dalam rumah tangga tersebut. Ia seakan membuat pembatas antara dirinya dan sang suami yang mencintainya, bahkan sejak ia remaja. Namun, ketika Alif pergi jauh, barulah Zara sadar bahwa dia tidak sanggup hidup tanpa cinta pria itu.
Akan tetapi, cinta yang baru mekar tersebut kembali dihempas oleh bayang-bayang ketakutan. Ya, ketakutan akan sebuah pengkhianatan ketika sang kakak kembali hadir di tengah rumah tangganya.
Di antara cinta dan trauma, kesetiaan dan perselingkuhan, Zara berjuang untuk bahagia. Bisakah ia menemui akhir cerita seperti harapannya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon UQies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE #16
"Biarkan Jasmine tidur di kamar ini, saya dan Naufal akan bergabung dengan mahasiswa laki-laki di ruang tamu," cetus Alif usai memastikan Zara telah terlelap di kamar yang seharusnya menjadi tempat beristirahat dosen pembimbing..
Berhubung kamar yang tersedia hanya dua, jadi satu kamar digunakan untuk para mahasiswa perempuan dan satu kamar lagi digunakan untuk dosen pembimbing yang datang berkunjung. Sementara mahasiswa laki-laki yang jumlahnya hanya empat orang memilih beristirahat di ruang tamu.
.
.
Malam semakin larut, semua orang telah terlelap dalam gelap. Zara terbangun dan merasakan tubuhnya demam, bahkan sampai menggigil, tetapi ingin bangun rasanya tidak nyaman.
Suara derap langkah kaki di rumah panggung yang ia tempati saat ini, membuat Zara menajamkan pendengaran. Jika saja itu temannya, ia ingin meminta tolong untuk diberikan obat penurun panas.
Zara merasa lega mendengar suara pintu yang hendak dibuka, ia berharap itu benar-benar teman sekamarnya. Namun, ketika melihat bayangan laki-laki di balik pintu, Zara terkejut dan langsung memejamkan mata berpura-pura tidur. Ada rasa takut yang menghampirinya.
Bagaimana tidak? Pada malam yang larut ini dan orang-orang telah tidur. Apa yang laki-laki itu hendak lakukan di kamar yang ia tempati?
Semakin lama semakin dekat, hingga Zara bisa rasakan pria itu kini berdiri di samping tempat tidurnya. Satu detik ... Dua detik ... Tak ada apa pun yang terjadi, hingga Zara merasakan dahinya disentuh oleh pria itu dengan lembut.
"Kamu demam, Jasmine," ucap pria itu, lalu bergegas keluar kamar.
Zara yang menyadari pria itu telah keluar, langsung membuka mata dengan jantung yang berdegup kencang. Dari suara dan cara dia memanggil namanya, Zara tahu jika itu adalah Alif.
Tak lama kemudian, Alif kembali dengan membawa kotak obat dan air hangat dalam sebuah wadah beserta kain kecil. Zara kembali menutup mata agar tak salah tingkah berada di dekat pria itu. Entah kenapa, sejak pagi tadi ia merasa canggung di hadapan sang suami.
Alif duduk di pinggir tempat tidur, tepatnya di samping Zara, lalu memeriksa suhunya menggunakan termometer digital. Dari alat kecil itu, didapatkan suhu Zara saat ini adalah 38 derajat celcius. Dengan telaten dan hati-hati, pria itu kemudian memberi kompresan air hangat di dahi sang istri.
Tak hanya satu kali, tetapi berkali-kali ketika Alif merasa perlu kembali menghangatkan kain di dahi Zara. Namun, karena mengantuk dan lelah, pria itu tanpa sadar terlelap di samping Zara dengan berbantalkan lengan, begitu pun dengan Zara yang entah sejak kapan terlelap kembali karena merasa nyaman dengan perlakuan sang suami.
.
.
Suara alarm di ponsel Alif mulai terdengar. Zara perlahan membuka mata dan betapa terkejutnya wanita itu ketika mendapati wajah tampan Alif untuk pertama kalinya. Ia bahkan hampir berteriak karena sempat lupa jika ia sudah menikah, beruntung ia segera sadar dan langsung menutup mulutnya agar tak sampai berteriak. Wanita itu mencari ponsel sang suami, lalu mematikan alarmnya. Di sana waktu telah menunjukkan pukul empat subuh.
Sejenak ia menatap wajah tampan sang suami yang baru ia sadari saat itu juga. Alis tebal, hidung mancung, bibir tipis, dan rahang tegasnya benar-benar sempurna. Kulitnya yang terawat dan sedikit bulu yang tumbuh di kedua sisi wajah itu benar-benar tertata di wajah pria berusia 27 tahun itu.
"Eh, apa yang kulakukan? Zara sadarlah! Jaga hatimu!" ucap wanita itu sambil memukuli pipinya sendiri.
Berjanjilah pada oma, jika misalnya suamimu datang di tempatmu, belajarlah berubah. Itu artinya dia sangat peduli padamu.
Lagi-lagi perkataan sang nenek kembali terngiang dalam ingatannya. Hal itu membuat Zara menghela napas dalam dan mengembuskannya perlahan.
"Ayo lihat bagaimana keadaan, Kak Zara!"
Sayup-sayup Zara mendengar suara teman sekamarnya berbicara dari kamar sebelah. Derap langkah beberapa orang semakin memperkuat keyakinan Zara bahwa dalam beberapa detik lagi mereka akan masuk ke kamarnya saat ini.
"Pa-pak, bangun!" ucap Zara dengan suara kecil, tetapi bukannya bangun, pria itu malah memperbaiki posisi tidurnya.
"Pak ... Pak Al ...."
"Kak Zara ...."
Zara tak memiliki pilihan kali ini selain mengambil selimut dan membungkus tubuh Alif dari kepala hingga kaki, lalu membungkus tubuhnya juga.
"Kak Zara bagaimana keadaannya?" tanya Fina yang datang bersama beberapa teman sekamarnya.
"Alhamdulillah, udah baikan," jawab Zara tersenyum.
Dari dalam selimut, ia merakan Alif sedikit bergerak hingga membuat Zara refleks memeluk tubuhnya erat agar gerakan itu tak terlihat mencurigakan.
Fina mengerutkan dahinya melihat tubuh Zara yang lebih lebar dari biasanya. "Kak, badannya kok lebar gini?" Gadis itu mendekat dan hendak membuka selimut Zara, tetapi Zara dengan cepat menahan tangannya.
"Ini hanya bantal guling. Jangan dibuka, yah, Fin, aku kedinginan," ujar Zara cepat.
"Kak Zara demam? Aku ambilin obat, yah," ucap Fina menawarkan, tetapi langsung ditolak oleh Zara.
"Nggak usah, Fin, aku nggak apa-apa sekarang. Mending kalian siap-siap sholat subuh." Zara berusaha bersikap tenang walau sebenarnya jantungnya berdebar kencang karena manahan rasa panik.
"Oh, baiklah kalau gitu, kami sholat subuh dulu, yah." Fina dan yang lainnya pun langsung keluar dari kamar untuk bersiap sholat subuh.
Zara membuang napas lega ketika pintu kamarnya kembali tertutup. Namun, ia seketika tersadar dengan apa yang sedang ia lakukan kala suara pria dari bawah selimut terdengar.
"Sepertinya diam-diam kamu suka memeluk saya."
.
.
#bersambung#