Felicia, seorang mahasiswi yang terjebak dalam hutang keluarganya, dipaksa bekerja untuk Pak Rangga, seorang pengusaha kaya dan kejam, sebagai jaminan pembayaran utang. Seiring waktu, Felicia mulai melihat sisi manusiawi Pak Rangga, dan perasaan antara kebencian dan kasih sayang mulai tumbuh di dalam dirinya.
Terjebak dalam dilema moral, Felicia akhirnya memilih untuk menikah dengan Pak Rangga demi melindungi keluarganya. Pernikahan ini bukan hanya tentang menyelesaikan masalah utang, tetapi juga pengorbanan besar untuk kebebasan. Meskipun kehidupannya berubah, Felicia bertekad untuk mengungkapkan kejahatan Pak Rangga dan mencari kebebasan sejati, sambil membangun hubungan yang lebih baik dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dwi'rhmta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
- Penolakan demi Penolakan
Mentari pagi kembali menyinari Kota Bandung, namun sinarnya tak mampu menembus awan gelap yang menyelimuti hati Pak Budi. Ia terbangun dengan perasaan berat, bayangan angka-angka merah dalam laporan keuangan masih menghantuinya.
Janji Rangga untuk mengambil tindakan hukum jika hutang tak dilunasi hingga akhir pekan masih bergema di telinganya. Keputusasaan semakin menghimpitnya.
Setelah sarapan yang hampir tak disentuhnya, Pak Budi bergegas keluar rumah. Ia memiliki rencana; mencari pinjaman dari teman-teman dekatnya. Ia berharap ada di antara mereka yang bersedia membantunya melewati masa sulit ini. Namun, harapan itu perlahan sirna seiring dengan penolakan demi penolakan yang diterimanya.
Pertama, ia menemui Pak Amir, teman karibnya sejak kuliah. Mereka berbincang di sebuah kedai kopi, di tengah hiruk pikuk kota. Pak Budi mencoba menjelaskan situasinya dengan hati-hati, mencoba untuk tidak menunjukkan keputusasaannya.
"Amir, aku… aku sedang mengalami kesulitan keuangan," kata Pak Budi, suaranya terdengar lirih. Ia menatap Pak Amir dengan mata berkaca-kaca.
Pak Amir mendengarkan dengan saksama. Ia terlihat simpati, namun ia juga tampak ragu. "Budi, aku turut prihatin. Namun, aku sendiri juga sedang mengalami kesulitan keuangan. Aku tidak bisa membantumu saat ini."
Pak Budi mengangguk, mencoba untuk tersenyum. Ia mengerti situasi Pak Amir. Ia mengucapkan terima kasih atas pengertiannya. Ia meninggalkan kedai kopi dengan perasaan semakin berat.
Ia mencoba menghubungi beberapa teman lainnya, namun hasilnya sama. Semua menolak untuk meminjamkan uang kepadanya. Ada yang mengatakan sedang mengalami kesulitan keuangan, ada yang mengatakan tidak memiliki uang tunai yang cukup, dan ada juga yang mengatakan tidak nyaman untuk meminjamkan uang kepada teman.
Pak Budi merasa semakin terisolasi dan sendirian. Ia merasa telah kehilangan semua harapan.
Sepanjang hari itu, Pak Budi terlihat murung. Ia pulang ke rumah dengan wajah yang lesu. Ia berusaha untuk menyembunyikan masalahnya dari Lusi dan Ibu Ani, namun ia tidak bisa sepenuhnya menutupi kesedihannya. Ia terlihat lebih pendiam dari biasanya, sering menghela napas panjang, dan matanya terlihat sembab.
Lusi memperhatikan perubahan sikap ayahnya. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh ayahnya. Ia melihat ayahnya sering termenung, seringkali terlihat gelisah, dan seringkali menghela nafas panjang. Ia juga memperhatikan Ibu Ani yang terlihat semakin khawatir. Ibu Ani lebih sering menghela nafas dan terlihat lebih sering mengusap wajahnya. Suasana rumah terasa berbeda, lebih tegang dan mencekam.
Pada malam hari, Lusi mencoba untuk berbicara dengan ibunya. Ia ingin tahu apa yang terjadi pada ayahnya.
"Ma, Papa kenapa, sih? Dia terlihat sangat murung akhir-akhir ini," tanya Lusi, suaranya lembut. Ia duduk di samping ibunya, mencoba untuk menenangkannya.
Ibu Ani menghela napas panjang. Ia menatap Lusi dengan mata berkaca-kaca. "Sayang, Papa sedang mengalami masalah keuangan. Bisnisnya mengalami kerugian besar." Ia akhirnya mengakui masalah yang selama ini disembunyikannya.
Lusi tertegun. Ia tidak menyangka ayahnya sedang mengalami masalah sebesar ini. Ia selalu melihat ayahnya sebagai sosok yang sukses dan tangguh. Ia bertanya-tanya bagaimana masalah ini bisa terjadi.
Ibu Ani menjelaskan bahwa Pak Budi telah berusaha untuk mengatasi masalah ini, namun semuanya sia-sia. Ia telah mencoba untuk mencari pinjaman dari teman-temannya, namun semuanya ditolak. Ia merasa sangat terbebani dan putus asa. Ia takut masalah ini akan berdampak buruk pada keluarganya.
Lusi mendengarkan dengan sabar. Ia mencoba untuk menenangkan ibunya. Ia mengatakan bahwa mereka akan menghadapi masalah ini bersama-sama. Ia memeluk ibunya, memberikan dukungan dan semangat. Namun, di balik dukungan itu, kecemasan mulai menggerogoti hatinya. Ia mulai merasakan beban berat yang selama ini dipikul orang tuanya.
Ia merasa harus lebih dewasa, lebih bertanggung jawab. Ia harus membantu orang tuanya melewati masa sulit ini. Kehidupan yang tadinya terasa begitu nyaman dan aman, kini terasa rapuh dan penuh ketidakpastian. Ia bertekad untuk tetap tegar, untuk tetap berjuang bersama keluarganya. Ia berjanji akan mencari cara untuk membantu orang tuanya mengatasi masalah ini.