Evan Dinata Dan Anggita sudah menikah satu tahun. Sesuai kesepakatan mereka akan bercerai jika kakek Martin kakek dari Evan meninggal. Kakek Martin masih hidup, Evan sudah tidak sabar untuk menjemput kebahagiaan dengan wanita lain.
Tidak ingin anaknya menjadi penghambat kebahagiaan suaminya akhirnya Anggita
rela mengorbankan anak dalam kandungan demi kebahagiaan suaminya dengan wanita lain. Anggita, wanita cantik itu melakukan hal itu dengan terpaksa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ijin dari Kakek Martin Untuk Bercerai
Seorang wanita cantik berusia diatas lima puluhan menyambut kedatangan Anggita di rumah kakek Martin. Wanita itu menarik tangan Anggita lembut. Dua wanita cantik itu beriringan masuk ke dalam rumah.
"Apa Evan belum bersedia menemui kakek?" tante Tiara lembut. Tiara adalah menantu pertama di keluarga kakek Martin. Suaminya bernama Gunawan. Kakek Martin mempunyai dua orang anak laki laki. Gunawan dan papanya Evan yang bernama Rendra.
Tidak ingin salah menjawab, Anggita hanya tersenyum mendengar pertanyaan tante Tiara.
"Sayang sekali, kalau dia tidak datang. Danny akan kembali besok ke Amerika."
"Danny?" tanya Anggita seakan tidak percaya mendengar nama itu. Danny adalah putra tunggal dari Tiara dan Gunawan.
"Iya. Danny. Dia datang bersama cucuku. Ayo. Tante akan memperkenalkan kamu dengan mereka," kata tante Tiara dengan antusias. Anggita mengangguk gugup. Anggita merasa enggan berkenalan dengan adik sepupu dari suaminya itu. Danny adalah sosok yang selalu dibanggakan oleh keluarga besar kakek Martin terutama kakek Martin sendiri.
Kedatangan Anggita ternyata sudah dinantikan sejak beberapa menit yang lalu. Ketika dua wanita itu tiba di ruang keluarga. Semua anggota keluarga sudah berkumpul. Kakek Martin, nenek Rieta Dan juga kedua mertuanya sudah berkumpul di ruang tamu.
"Selamat pagi kakek, nenek," sapa Anggita lembut. Setelah kakek dan nenek menjawab sapaannya. Anggita kemudian menyapa kedua mertuanya dan Gunawan. Dia tidak menyapa seseorang yang dia yakini sebagai Danny karena pria itu sangat fokus dengan ponselnya.
Anggita bergerak untuk bersalaman dengan kakek dan nenek.
"Apa kabar kamu nak?" tanya kakek Martin lemah dan masih menggenggam tangan Anggita.
"Kabar baik kek," jawab Anggita pelan. Ingin rasanya Anggita melihat wajah tua itu berbahagia dengan kehamilannya. Tapi mengingat sikap Evan. Membuat Anggita tetap pada pendiriannya yaitu menyembunyikan kehamilannya.
"Syukurlah. Mana suami kamu?" tanya kakek Martin lagi.
"Mas Evan sangat sibuk kakek."
"Begitu ya. Apa kakek mengundang kalian di waktu yang tidak tepat?"
Anggita menunjukkan kepalanya. Dia tidak tahu menjawab apa atas pertanyaan kakek. Tidak mungkin dirinya mengatakan alasan yang sebenarnya.
Ketika tiba saatnya dia bersalaman dengan mama Anita. Anggita terkejut dengan sikap mama mertuanya.
Mama Anita mengelus tangannya dengan lembut dan juga tersenyum. Walau Anggita merasa bingung dengan sikap mertuanya. Anggita membalas senyum itu.
"Danny, dia Anggita kakak ipar kamu," kata tante Tiara kepada putra tunggalnya. Danny yang sedang serius mengetik di ponselnya, langsung meletakkan ponsel tersebut di atas meja.
Danny berdiri setelah melihat Anggita dan mama Anita selesai bersalaman. Anggita terkejut ketika melihat wajah dari adik sepupu dari suaminya itu. Pria itu adalah pria yang berhasil terlebih dahulu mengambil buah kiwi ketika di supermarket kemarin.
Anggita mengulurkan tangannya setelah berhasil mengusai dirinya. Sepertinya Danny tidak mengingat dirinya karena pria itu terlihat biasa saja.
"Danny."
"Anggita."
"Danny, tidak bisa menghadiri pernikahan kalian tahun lalu karena Danny sangat sibuk mengurus hak asuh putrinya," kata Tante Tiara setelah Anggita dan Danny bersalaman.
"Tidak apa apa Tante," jawab Anggita. Dia sudah mendengar sedikit tentang rumah tangga Danny. Tapi tidak menyangka jika Danny dan istrinya akhirnya berpisah.
Anggita bergerak menuju sofa di sebelah nenek Rieta setelah wanita tua itu memberikan isyarat untuk duduk disana.
"Apa sudah ada tanda tanda nak?" tanya nenek Rieta lembut sambil meraih tangan Anggita. Anggita menatap tangannya yang sudah digenggam oleh nenek Rieta.
" Belum nek."
Dua pasang mata langsung menoleh ke Anggita. Mama Anita menatap Anggita dengan raut wajah yang tidak terbaca. Dia duduk gelisah setelah mendengar jawaban Anggita. Mama Anita tidak menyangka jika Anggita menyembunyikan kehamilannya.
"Ada apa mah?" tanya Rendra yang bisa melihat pergerakan istrinya.
"Tidak apa apa pah," jawab mama Anita kemudian duduk dengan tenang.
"Danny, hubungi Evan sekarang juga. Katakan jika kamu ada di rumah ini. Suruh dia membawa wanita itu ke hadapan aku," perintah kakek Martin. Setelah mengatakan itu kakek Martin merasakan sesak di dadanya. Dia tidak sanggup untuk berbicara panjang lagi. Kanker paru paru yang menggerogoti tubuhnya membuat kakek Martin gampang lemah.
Semua yang ada di ruang keluarga itu terlihat cemas melihat keadaan kakek Martin yang semakin lemah. Tapi kakek Martin menggerakkan tangannya ke arah Danny untuk secepatnya menghubungi Evan.
Danny melaksanakan perintah kakek Martin. Dan benar saja. Setelah Danny mengatakan jika dirinya ada di rumah kakek Martin. Evan bersedia datang ke rumah itu.
Semua menarik nafas lega kecuali Anggita. Dia mengetahui dengan jelas siapa wanita yang dimaksud oleh kakek Martin. Anggita bertanya tanya dalam hati apa maksud kakek menyuruh Evan membawa wanita itu ke rumah ini.
Setelah tiga puluh menit menunggu akhirnya Evan Dan Adelia tiba di rumah kakek Martin. Anggita menundukkan kepalanya melihat dua manusia itu yang sedang berjalan ke arah ruang keluarga. Sedangkan Adelia berjalan penuh percaya diri sambil tersenyum.
"Duduk," kata kakek Martin tegas ketika Evan mengulurkan tangannya untuk bersalaman dengan dirinya.
Tanpa merasa bersalah Evan langsung duduk di sofa. Sedangkan Adelia juga duduk di sebelah Evan.
"Ini pertemuan keluarga. Yang merasa dirinya bukan Anggota keluarga Martin Dinata. Silahkan menunggu di ruang tamu," kata Rendra papanya Evan. Rendra tidak sama dengan mama Anita. Rendra merestui Anggita sebagai menantunya. Bisa dikatakan di keluarga kakek besar kakek Martin hanya mama Anita dan Evan yang menilai Anggita sebagai wanita penggila harta.
Adelia menatap Evan dan mama Anita secara bergantian. Evan menganggukkan kepalanya seakan setuju dengan perkataan papanya. Sedangkan mama Anita terlihat sibuk melihat jari jari tangannya.
Adelia akhirnya beranjak dari duduknya dengan kesal. Tidak ada yang menahan dirinya untuk duduk di sofa itu.
"Tujuan papa mengundang kita di rumah ini berhubungan dengan Perusahaan," kata Gunawan mengawali pembicaraan.
Evan sedikit terkejut mendengar itu. Sedangkan Danny terlihat biasa saja karena sudah mengetahui tujuan dari pertemuan keluarga ini.
"Evan, karena kamu menuruti keinginan kakek untuk menikahi Anggita maka apa yang dijanjikan oleh kakek adalah milik kamu. Perusahaan yang dibawah pimpinan kamu menjadi milik kamu. Sedangkan Perusahaan yang dikelola oleh Danny yang ada di America adalah milik Danny. Tentang harta harta tidak bergerak lainnya itu akan menjadi milik mama Rieta," kata Gunawan lagi.
"Semua itu akan menjadi milik kalian sebelum aku meninggal," kata kakek Martin lemah.
"Bagaimana Rendra?. Apa kamu setuju dengan keputusan papa?" tanya Gunawan kepada Rendra.
"Setuju," jawab Rendra singkat. Tidak ada alasan tidak setuju atas keputusan yang dibuat oleh kakek Martin walau bukan dirinya dan Gunawan yang mewarisi perusahaan yang dirintis sang papa.
Menurut Rendra, papanya sangat Adil memberlakukan kedua cucunya. Dirinya dan Gunawan sudah mempunyai perusahaan sendiri sendiri yang harus mereka kelola.
"Evan," panggil kakek Martin. Pria itu mengangkat kepalanya menatap sang kakek. Ada rasa sedih yang menyelinap masuk ke hatinya melihat keadaan kakek Martin yang dia abaikan juga selama satu tahun ini.
"Anggita," panggil kakek Martin lagi. Anggita memiringkan tubuhnya supaya bisa menatap wajah kakek Martin.
"Terima kasih. Karena kalian berdua sudah berkorban untuk kakek." Kakek menarik nafas kemudian menghembuskan secara perlahan.
"Anggita, maafkan kakek nak." Kakek kembali terdiam. Dadanya yang terlihat naik turun menandakan jika dirinya sangat lelah.
"A..aku mengijinkan kalian berdua bercerai," kata Kakek Martin lagi. Semua yang ada di ruang keluarga itu terkejut mendengar perkataan kakek Martin. Selama ini mereka mengetahui berbagai upaya yang dilakukan oleh kakek untuk membuat Evan dan Anggita supaya saling jatuh cinta.
"Aku mengetahui semuanya. Daripada setelah kematianku kalian bercerai lebih baik di masa hidupku. Maafkan, kakek Anggita. Evan, segeralah mengurus perceraianmu dengan Anggita. Kakek juga ingin melihat kamu bahagia jika wanita itu adalah tujuan hidup kamu."
Kakek Martin berusaha tidak lemah setelah mengatakan itu walau keringat sebesar biji jagung sudah menetes dari pelipisnya. Dia menahan rasa sakit demi membebaskan Anggita dari Evan. Dia tidak ingin melihat Anggita semakin menderita karena tinggal satu atap dengan Adelia.
Anggita juga berusaha tegar mendengar keputusan dari kakek Martin. Sedangkan Evan menundukkan kepalanya. Setelah mendengar perkataan kakek Martin dia tersadar jika Bibi Ani adalah pemberi informasi tentang semua masalah rumah tangganya selama ini. Dia sudah menduga itu sebelumnya.
"Bagaimana Anggita. Kamu bersedia berpisah dari Evan?" tanya Gunawan.
"Bersedia om," jawab Anggita mantap. Tidak Ada lagi yang perlu dijaga. Selama ini dia bertahan demi kakek Martin. Jika sang kakek sudah merestui dirinya keluar dari keluarga besar kakek Martin apa lagi yang harus ditunggu selain mantap bercerai.
Anggita dan Evan yang akan bercerai tapi tante Tiara yang menangis sesunggukan. Wanita itu dapat merasakan luka hati Anggita walau Anggita tidak menangis sedangkan mama Anita menatap Anggita seakan tidak percaya jika Anggita menginginkan perceraian itu.
tapi di ending bikin Sad
senggol dong
tapi mengemis no.