Liu Wei, sang kultivator bayangan, bangkit dari abu klannya yang dibantai dengan Pedang Penyerap Jiwa di tangannya. Dibimbing oleh dendam dan ambisi akan kekuatan absolut, dia mengarungi dunia kultivasi yang kejam untuk mengungkap konspirasi di balik pembantaian keluarganya. Teknik-teknik terlarang yang dia kuasai memberinya kekuatan tak terbayangkan, namun dengan harga kemanusiaannya sendiri. Di tengah pertarungan antara takdir dan ambisi, Liu Wei harus memilih: apakah membalas dendam dan mencapai keabadian lebih penting daripada mempertahankan sisa-sisa jiwa manusianya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon pralam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Iblis dalam Selimut Malam
Angin dingin meraung di antara tebing-tebing Gunung Awan Hitam, membawa aroma kematian yang mengental. Di tengah kabut yang menyelimuti puncak gunung, seorang pria berjubah hitam berdiri tenang, rambutnya yang panjang menari liar diterpa angin malam yang berbisa. Udara di sekitarnya seolah bergetar, menolak kehadirannya yang begitu berlawanan dengan hukum alam.
Liu Wei memandang ke bawah, ke arah Lembah Sembilan Hantu yang tertelan kegelapan. Matanya yang hitam pekat menyimpan ribuan rahasia, wajahnya yang pucat dan rupawan bagai pahatan jade dingin memantulkan cahaya rembulan yang redup. Waktu seolah tak menyentuhnya - pada usia yang seharusnya tiga puluh tahun, dia masih terlihat seperti pemuda berusia dua puluhan.
"Lima belas tahun," bisiknya, suaranya dalam dan sedingin es. "Lima belas tahun sejak Sekte Awan Hitam menghancurkan segalanya."
Jemarinya yang pucat menggenggam erat sebilah pedang hitam - Pedang Penyerap Jiwa. Legenda mengatakan bahwa setiap nyawa yang direnggut oleh pedang terkutuk ini akan terperangkap selamanya dalam bilahnya, memberikan kekuatan tak terbatas pada sang pemilik, dengan bayaran kemanusiaannya sendiri. Bisikan-bisikan samar terdengar dari pedang itu - ratapan ribuan jiwa yang terperangkap di dalamnya.
Lima belas tahun yang lalu, Sekte Awan Hitam membantai seluruh Klan Liu. Alasan resmi yang mereka berikan adalah bahwa Klan Liu telah melanggar aturan dunia kultivasi dengan mempraktekkan teknik-teknik terlarang. Namun Liu Wei tahu kebenarannya - mereka mengincar gulungan kuno milik klannya, yang konon berisi rahasia mencapai keabadian.
Liu Wei memejamkan mata, kenangan akan malam berdarah itu masih segar dalam ingatannya...
"Wei'er, cepat sembunyi!" Liu Mei Xue, ibunya, mendorongnya ke dalam lemari rahasia di bawah lantai perpustakaan klan. Di luar, suara pertarungan dan jeritan memenuhi udara malam.
"Ibu, apa yang terjadi?" tanya Liu Wei kecil, matanya lebar penuh ketakutan.
"Dengarkan ibu," Liu Mei Xue mengeluarkan sebuah kalung jade hitam dan mengalungkannya di leher putranya. "Apapun yang terjadi, jangan keluar sampai semuanya tenang. Dan ingat - jangan pernah percaya pada Sekte Awan Hitam."
Sebelum Liu Wei bisa bertanya lebih jauh, ibunya telah menutup pintu lemari rahasia itu. Melalui celah kecil, dia melihat ibunya mengeluarkan sebuah gulungan tua dan mulai membaca mantra dalam bahasa kuno. Tiba-tiba, pintu perpustakaan hancur berkeping-keping.
"Liu Mei Xue!" sebuah suara menggelegar. "Serahkan Gulungan Seribu Bayangan, dan kami akan memberimu kematian yang cepat!"
Liu Wei melihat sosok tinggi besar Ketua Sekte Awan Hitam, Lao Tianwei, melangkah masuk dengan pedang terhunus. Di belakangnya, puluhan murid elit sekte berbaris dengan senjata siap.
"Lao Tianwei, pengkhianat!" desis ibunya. "Kau tak akan pernah mendapatkan gulungan ini!"
Dengan gerakan cepat, Liu Mei Xue merobek gulungan itu menjadi tiga bagian. Satu bagian dia telan, satu bagian dia bakar dengan api spiritual, dan bagian terakhir... dia sembunyikan dalam kalung jade yang kini melingkar di leher Liu Wei.
Pertarungan yang terjadi setelahnya akan selalu terukir dalam ingatan Liu Wei. Ibunya bertarung dengan keanggunan mematikan, teknik-teknik klan kuno mengalir bagai tarian kematian. Namun pada akhirnya, jumlah musuh terlalu banyak.
Hal terakhir yang Liu Wei lihat sebelum kegelapan teknik rahasia ibunya menyelimutinya adalah sosok sang ibu yang ambruk ditembus pedang Lao Tianwei.
---
Liu Wei membuka mata, kilatan dendam berkobar di dalamnya. Tangannya menggenggam kalung jade hitam yang masih setia melingkar di lehernya. Di dalam kalung ini, tersimpan sepertiga rahasia keabadian - dan kunci untuk membalaskan dendamnya.
"Malam ini," ucapnya pelan, seringai dingin tersungging di bibirnya, "tabir pertama akan disingkap."
Dengan gerakan bagai bayangan, dia melompat dari tebing, jubah hitamnya berkibar bagai sayap kegelapan. Dalam sekejap mata, sosoknya telah berdiri di depan gerbang utama Sekte Awan Hitam.
Teknik Melangkah Seribu Li yang dia sempurnakan selama lima belas tahun memberinya kecepatan yang bahkan tak bisa diikuti oleh mata spiritual para master. Dua orang penjaga menjerit tertahan saat melihatnya. Terlambat - sebelum pedang mereka terhunus sepenuhnya, Liu Wei telah berada di belakang mereka.
"Kalian beruntung," bisiknya, "menjadi persembahan pembuka."
Pedang Penyerap Jiwa bergerak bagai kilat hitam. Tanpa suara, kedua penjaga roboh - tubuh mereka utuh tanpa luka, namun jiwa mereka telah tersedot ke dalam pedang yang kini berdenyut dengan cahaya keunguan mengerikan.
Liu Wei melangkah masuk ke kompleks sekte dengan tenang, seolah dia sedang berjalan di halaman rumahnya sendiri. Para murid yang berpapasan dengannya membeku - auranya yang dingin dan mematikan membuat mereka tak mampu bergerak, sebelum akhirnya tersadar bahwa maut telah datang menjemput.
Malam itu, Gunung Awan Hitam menjadi saksi bisu sebuah pembantaian. Ketika fajar menyingsing, Sekte Awan Hitam telah menjadi sejarah kelam yang baru. Dan Liu Wei... dia hanyalah bayangan yang menghilang dalam kabut pagi, membawa serta misteri gulungan kuno dan dendam yang belum sepenuhnya terbalaskan.
Karena ini baru permulaan. Masih banyak rahasia yang harus diungkap, masih banyak jiwa yang harus dia kumpulkan.
Jalan menuju keabadian dibangun di atas tumpukan mayat. Dan Liu Wei akan memastikan untuk membangun jalannya setinggi mungkin.