NovelToon NovelToon
Ajari Aku Mencintaimu

Ajari Aku Mencintaimu

Status: tamat
Genre:Romantis / Tamat / Perjodohan
Popularitas:1.1M
Nilai: 4.9
Nama Author: Susilawati_2393

Panggilan Emran, sang papa yang meminta Ghani kembali ke Indonesia sebulan yang lalu ternyata untuk membicarakan perihal pernikahan yang sudah direncanakan Emran sejak lama. Ancaman Emran membuat Ghani tak bisa berkutik.

Ghani terpaksa menyembunyikan status pernikahannya dari sang kekasih.

Bagi Khalisa bukan sebuah keberuntungan bertemu dengan Ghani kembali setelah tak pernah bertukar kabar selama tujuh belas tahun.

Bisakah Khalisa bertahan dengan pernikahan tanpa cinta ini, sedang suaminya masih mencintai perempuan lain.

***

"Kamu sendiri yang membuatmu terjebak." Ghani sudah berdiri di depannya, menyalahkan semua yang terjadi pada Khalisa. "Kalau kamu tidak menyetujui lamaran Papa tidak akan terjebak seperti ini." Sangat jelas kekesalan lelaki itu ditujukan padanya.

"Kalau kamu bisa menahan Papamu untuk tidak melamarku semua ini tidak akan terjadi Gha, kamu memanfaatkanku agar masih bisa menikmati kekayaan yang Papamu berikan."

"Benar, aku akan menyiksamu dengan menjadi istriku, Kha." Suara tawa yang menyeramkan keluar dari mulut lelaki itu. Membuat Khalisa bergidik ngeri, berlari ke ranjang menyelimuti seluruh tubuh. Ghani kemudian pergi meninggalkan kamar.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susilawati_2393, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

15

Ghani masuk ke kamar bersama Tomi dan dua orang di belakangnya. Satu dokter dan satu lagi perawat yang pasti sengaja dipanggil Ghani.

Ghani berbincang ramah dengan sang dokter sebelum memeriksa Khalisa. Sepertinya mereka sangat akrab. Sedang perawat mengeluarkan perlengkapan infusnya. Apa? Khalisa belum diperiksa tapi sudah harus diinfus. Dari dulu dia sudah sangat menghindari yang namanya infus karena takut jarum suntik.

Khalisa memberanikan diri untuk memanggil suaminya yang masih mengobrol, saat ada orang lelaki itu tidak mungkin memarahinya 'kan.

"Gha...!!" Panggilnya, Ghani kemudian mendekat ke sisi ranjang menatap wajahnya yang sudah memucat dan gemetar memikirkan akan diinfus. "Harus diinfus ya? Aku takut jarum suntik." Khalisa menunggu-nunggu apa Ghani akan marah padanya, tenyata tidak, Ghani malah menundukkan wajahnya sampai mata kami bertemu. Pikirannya saja yang terlalu berlebihan berpikir tentang Ghani yang tidak-tidak.

Deg...

Jantung Khalisa berdebar kencang saat mata mereka saling bertemu. Apa Ghani juga merasakan hal yang sama, atau hanya dia yang merasakan hal aneh seperti ini huuhh sungguh memalukan.

"Hanya sedikit sakitnya, kamu lemas tidak bisa makan jadi harus diinfus." Tangan Ghani mengusap pipi Khalisa saat berbicara, tolong sakitnya bertambah, sekarang sakitnya sampai ke hati, batin Khalisa.

Tentu saja hanya rasa dalam hati yang sakit, kalau hatinya beneran bisa-bisa harus cari pendonor hati yang cocok dulu. Untuk mencocokkan hati yang ini saja susah. Tidak terbayang susahnya kalau harus mencari pendonor hati.

Pikirannya semakin ngelantur untuk menghilangkan ketakutan jarum suntik. Ghani tetap di sampingnya saat mbak-mbak perawat memasangkan infusnya.

"Aauuw sakit." Pekik Khalisa kaget saat jarum itu sudah menemani kulitnya yang sekarang terasa perih.

"Sudah selesai mbak, tahan sakitnya ya. Tidak sesakit saat melihat suami digoda perempuan lain kok."

Ucap si mbak perawat sambil tersenyum pada Khalisa, suka bercanda juga si mbak per, batinnya. Bibir Khalisa ikut menyunggingkan senyum.

Tapi kalimatnya itu lho seperti menyuntik hati ini, jadi ikutan perih. Tidak hanya sekedar digoda, tapi suaminya bercinta dengan perempuan lain. Itu sangat menyakitkan. Kasian kasian kamu Kha.

"Kha, jangan di dengerin ya." Ghani berbisik di telinga Khalisa, sambil mengusap puncak kepalanya.

"Sakit...!" Lirih Khalisa, sengaja manja untuk mengambil kesempatan.

"Tahan sebentar ya Kha." Ghani duduk berjongkok sampai kepalanya sejajar dengannya. "Kamu harus kuat, jangan mati sekarang. Jangan buat aku hidup dalam rasa bersalah." Ghani tersenyum kemudian mengecup keningnya mesra.

"Kalau suaminya begini pasti banyak digoda pelakor mbak." Perawat itu terkekeh diikuti Tomi, Ghani hanya bisa melotot mengutuk Tomi yang tidak becus mencari perawat.

"Ekheem..." Ghani berdehem membuat perawat itu terdiamnya. Khalisa tersenyum menggenggam suaminya dengan tangan yang tidak diinfus. Ghani mengusap-usap tangannya lembut.

Sungguh akting yang sempurna, Ghani mainkan di depan orang lain.

Setelah mbak perawat begeser dari samping Khalisa, pak dokter mendekat sambil tersenyum lalu memeriksanya yang sedang sakit hati ini, eh kok hati sih... ya emang hati yang lebih mendominasi sakitnya.

Saakit, Ghani kadang baik, kadang seperti kulkas, dingiin bikin masuk angin oleh sikapnya. Ditambah kemesraannya bersama perempuan lain membuat kepingan hati ini menjadi berantakan.

Setelah memeriksa tekanan darah, denyut nadi dan lain-lain, dokter itu memberikan obat untuk langsung diminumnya. Obat kunyah untuk meredakan rasa mual. Ingin sekali Khalisa minta dokter sekalian untuk memeriksa hatinya. Sekarang masih berbentuk gak, atau sudah remuk terpisah-pisah kepingan hati ini.

Dokter dan perawat itu pulang setelah selesai melakukan pemeriksaan diantarkan Tomi sampai depan rumah, kemudian Tomi kembali lagi ke kamar. Lho!! kalau mereka pulang siapa yang ngelepasin infus ini. Bisa-bisanya mereka ninggalin pasien seperti ini. Berabe kalau Ghani yang lepasin bisa lebih sakit rasanya. Lebay banget deh.

"Gimana Kha? Udah baikan sekarang." Tanya Tomi yang sekarang sedang mendekat ke arahnya. Ghani duduk di samping, asyik kembali dengan laptopnya.

"Sedikit lebih baik." Jawab Khalisa, banyak gak baiknya sih karena hatinya masih tidak karuan dibuat oleh Ghani, tapi hanya mampu diucapkan dalam hati. Tomi menarik kursi ke dekat ranjang untuk duduk. Dia menjangkau obat di meja yang baru dokter berikan tadi kemudian membukakannya.

"Kunyah dulu obat ini biar lambungmu lebih lega." Ujar Tomi sambil menyodorkan obat dan segelas air putih. Khalisa bangun menyandarkan kepalanya ke ranjang, tangan kirinya memegangi kepala yang rasanya bertambah berat saat dibawa bangun.

Dia mengambil obat yang diberikan Tomi dan juga air putih. Baru kali ini Khalisa merasakan seperti orang yang sakit beneran karena harus diinfus.

"Makasih." Katanya setelah mengembalikan gelas yang hanya berkurang sedikit isinya.

Kan..kan.. perutnya mual lagi setelah diisi sedikit air putih. Khalisa mencoba berjalan ke kamar mandi, lebih mudah karena bisa berpegangan pada tiang infus. Tomi ikut berdiri menjaganya dari belakang agar tidak tumbang.

"Hati-hati Kha, sini aku bawakan." Tomi menunjuk pada tiang infus yang digunakannya untuk menahan beban tubuh ini.

"Aku bisa sendiri Tom, makasih ya.." katanya, tidak lupa tersenyum agar Tomi tidak tersinggung kemudian menutup pintu kamar mandi. Andai Ghani yang bersikap perhatian dan hangat seperti itu, pasti sangat bahagia. Lalu perhatian Ghani sejak tadi dianggapnya apa? Bilang aja pengen diperhatikan lebih, hehe.

Khalisa kembali memuntahkan isi perutnya padahal baru saja mengunyah obat. Argh ini lebih sakit karena tidak ada lagi yang dikeluarkan selain air. Ada yang memeluknya dari belakang saat tubuhnya ingin tumbang, takut yang dibelakang ini adalah Tomi bukan Ghani.

"Gha, tolong aku..." Khalisa meringis pelan.

"Aku di sini Kha.." dibalikkannya badan kemudian membenamkan wajah ke dada bidang Ghani. Jantung ini ikutan bertalu-talu tidak mengerti banget kalau dia sedang ingin menenangkan diri. "Kenapa?" Tanya Ghani lembut.

"Aku pikir yang memelukku tadi Tomi, karena dia yang mengikutiku ke sini. Aku takut."

Khalisa kembali membalikkan badan dan menunduk ke arah wastafel saat perutnya memberontak lagi. Tangan Ghani memijat belakangnya. Nyaman, hangat dan membuat darahnya berdesir panas.

"Berapa lama biasanya seperti ini?"

"Dua sampai tiga jam."

"Kamu bisa mati kehabisan energi kalau seperti Kha." Ucapan Ghani tampak serius, tangannya berhenti memijatinya, malah memeluk Khalisa dengan erat. Sangat erat membuatnya tidak ada celah untuk bergerak. Jantung ini sudah tidak dapat dikendalikan, juga alunan napas yang tak bisa diatur hembusannya.

Khalisa memberanikan diri menyandarkan kepalanya pada Ghani, bibir hangat Ghani menyentuh pipinya. Mendapatkan ciuman seperti ini membuat dadanya seperti ingin berhenti berdetak. Juga ingin waktu berhenti sejenak, ingin terus seperti ini. Mengabaikan pikiran tentang perempuan yang juga dipeluk suaminya seperti ini.

Khalisa dapat merasakan ritme jantung Ghani juga tidak beraturan dari hembusan napasnya yang menyentuh hidung. Karena Ghani begitu lama menempelkan bibir di pipinya. Melihat Khalisa tidak lagi muntah Ghani membawanya keluar kamar mandi.

Rasa apa yang baru Khalisa rasakan tadi, apa Ghani juga merasakan hal yang sama. Menikmati setiap hembusan napasnya.

1
Rahma Lia
ya allah thor,mewek kan jadinya/Sob//Sob//Sob/
Rahma Lia
Luar biasa
Khairul Azam
apa sih ini, laki laki gak berguna ada masalah tp kesanya santai aja tanpa beban.
ya ti urip
Luar biasa
Delya
kkyknya ceritanya seru bgt
Goresan Receh
knp khalisa ga dibawa ke dokter
Pupung Nur Hamidah
lanjutkan
Yushfi 853
Luar biasa
e fr
seruuu..baru baca cerita ini
e fr
kalimat yg digunakan nyaman..alurnya seru
arfan
up
Nurkaukabah Bhie
alhamdulillah nin sdh mau menerima kembali tomi.......
Nurkaukabah Bhie
akan ada pertolongan allah tenang kha
Nurkaukabah Bhie
lanjut semakin seru ni..... malah begadang baca nya
Nurkaukabah Bhie
alhamdulillah ikut bahagia
Nurkaukabah Bhie
senang bangat dapat kha sdh ingat kembali......
Nurkaukabah Bhie
allah masih melindungi orang baik seperti khalisa
ftenwito
jadi kasihan sama Ghani
kookv
nefa vs Cece...
kookv
Allah memberi apa yang dibutuhkan... dan nindi butuh Tomi begitupun dengan kha yg butuh gha...
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!