Aku sangka setelah kepulanganku dari tugas mengajar di Turki yang hampir 3 tahun lamanya akan berbuah manis, berhayal mendapat sambutan dari putraku yang kini sudah berusia 5 tahun. Namanya, Narendra Khalid Basalamah.
Namun apa yang terjadi, suamiku dengan teganya menciptakan surga kedua untuk wanita lain. Ya, Bagas Pangarep Basalamah orangnya. Dia pria yang sudah menikahiku 8 tahun lalu, mengucapkan janji sakral dihadapan ayahku, dan juga para saksi.
Masih seperti mimpi, yang kurasakan saat ini. Orang-orang disekitarku begitu tega menutupi semuanya dariku, disaat aku dengan bodohnya masih menganggap hubunganku baik-baik saja.
Bahkan, aku selalu meluangkan waktu sesibuk mungkin untuk bercengkrama dengan putraku. Aku tidak pernah melupakan tanggung jawabku sebagai sosok ibu ataupun istri untuk mereka. Namun yang kudapat hanyalah penghianatan.
Entah kuat atau tidak jika satu atap terbagi dua surga.
Perkenalkan namaku Aisyah Kartika, dan inilah kisahku.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Septi.sari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 16
Dimadu? Kata keramat itu bahkan sama sekali tidak pernah terpikirkan, akan terjadi dalam rumah tangganya. Jikapun dia diberi pilihan sebelumnya, maka dia akan lebih memilih mundur dari pada bertahan dalam kubangan neraka dunia.
Aisyah masih setia berdiri ditepi balkon, bersamaan munculnya sang surya yang terlihat malu-malu muncul diufuk timur.
Tatapanya beralih kebawah, dan seketika senyum diwajah sendunya berubah merekah bak bunga yang baru saja bermekaran.
Ada beberapa orang yang melakukan aktivitas pagi, dengan berolahraga kecil menyusuri jalan taman yang tersedia di belakang apartemen.
'Siapa wanita itu?' gumam batin seseorang yang sempat menghentikan langkahnya, karena melihat wanita cantik berjilbab lebar tengah berdiri diatas balkon salah satu kamar apartemen.
Semilir angin pagi membuat jilbab lebar Aisyah berterbangan menyapu setengah tubuh atasnya, yang jika dilihat dari jauh, sosoknya bak bidadari dunia. Tidak dapat dipungkiri ibu dari Narendra itu mempunyai aset wajah beserta tubuh sangat indah walaupun tertutup dengan hijabnya.
Wajah bak bulan purna yang bersinar, kedua alis melengkung indah, mata belalak dengan bulu mata lentik, serta hidung mancung dan bibir tipisnya, sungguh mampu membuat beberapa orang terpana. Dan sungguh beruntungnya Bagas dapat memikat hati dosen cantik tersebut. Namun apadaya, pria itu malah menorehkan luka yag cukup dalam direlung batinya.
Pria tersebut menyungging senyum kagum menatap kearah balkon dilantai 4, yang diapun tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya,
"Hah!! Apa-apaan aku ini. Kenapa dadaku terasa aneh?! Siapa wanita itu?" lirihnya dengan masih dalam posisi semula mendongak kearah apartemen lantai 4.
Kembali ke Aisyah. Setelah puas menghirup udara pagi. Tepat pukul 6 lebih, dia segera beranjak dari tempatnya untuk kembali kedalam kamar, karena harus membangunkan sang putra untuk sekolah.
"Sayang...Narendra! Ayo sayangnya bunda bangun. Ini sudah pukul 6 lebih lhoo."
Suara lembut sang bunda rupanya membuat Narendra malah semakin mengeratkan selimutnya. Bocah kecil itu meringkuk sembari memegang lengan Aisyah untuk dipeluknya.
"Lohh, kok makin pules tidurnya sayang! Ayo dong bangun...apa Rendra tidak ingin jalan-jalan dulu ditaman. Banyak loh teman-teman kamu yang sedang berolahraga!" lanjut Aisyah mengusap kepala putranya.
Mendengar kata taman, seketika kedua mata Narendra terbuka dengan sempurna. Bocah kecil itu melepas lengan bundanya dan segera bangkit dari tidurnya, dengan mengusap-usap matanya terlebih dahulu.
"Bunda, biasanya Rendra bangun jam 7 lebih. Mamah tidak pernah membangunkan Narendra. Pasti selalu sala mbak Niloh yang membangunkan Rendra dan juga memandikan Rendra."
Narendra berkata dengan wajah ditekuk, seolah tengah kecewa dengan perlakuan Melati dulu.
Aisyah tidak ingin pagi putranya rusak, karena mengingat perlakuan Bagas dan juga Melati terhadap putranya dulu. Dia megalihkan pembicaraanya dengan bangkit dan langsung menggendong putranya untuk kekamar mandi.
"Sayang, sebelum berolah raga, kita cuci muka dan gosok gigi dulu, bagaimana? Narendra mau kan giginya jadi sehat dan bersih," seru Aisyah seraya berjalan menuju kamar mandi.
Narendra tersenyum menunjukan beberapa deretan gigi susunya, "Kalau kita gosok gigi, belalti gigi kita jadi kuat ya bunda? Nggak sakit kaya dulu?"
Aisyah mengangguk, setelah mendudukan sang putra diatas wastafel besar.
"Memangnya Narendra pernah sakit gigi sayang?" kening Aisyah mengernyit.
Narendra mengangguk cepat. Bocah berusia 5 tahun itu dengan cepat membuka mulutnya dan menunjukan kepada bundanya bahwa ada salat satu gigi susu Narendra yang hampir berlubang.
"Apa ayah tidak pernah mengajak Rendra gosok gigi sebelum tidur, sayang?" tanya Aisyah kembali.
"Nggak bunda. Mamah Melati juga hanya mengingatkan saja, tapi tidak pelnah mengajali Lendra gosok gigi. Mamah dan ayah selalu bilang, katanya suluh sama mbak Niloh saja."
'Kamu dan istrimu benar-benar keterlaluan mas!! Kamu bahkan tidak memiliki waktu, hanya untuk memberikan sikap seorang ayah pada putramu sendiri. Aku benar-benar kecewa!' batin Aisyah merasa sesal karena telah meninggalkan putranya pada orang yang salah.
"Ya sudah, sekarang tidak usah dipikirkan lagi ya sayang. Kan sekarang ada bunda. Bunda akan memberikan seluruh waktu bunda untuk menemani Narendra!" serunya sembari menoel gemas pipi chuby Narendra.
"Horeee..sekarang Lendla ada yang menemani saat bobog," balasnya girang. Detik kemudian bocah kecil itu terdiam dengan raut wajah berpikir keras, "Apa bunda tidak bekelja? Bunda kan kaya miss Anisa?!" lanjutnya.
Aisyah tersenyum hangat, "Bunda masih cuti sayang. 2 hari lagi bunda juga bekerja kaya miss Anisa. Tapi Narendra tenang saja! Bunda hanya mengajar sebentar, mungkin hanya 2-3jam saja!" katanya.
"Lendra ingin ikut bunda kesekolah. Pliss boleh ya bunda. Lendra ingin melihat, sebesar apa sekolah bunda?!" mohonnya dengan menangkupkan kedua tangan didada.
Aisyah tertawa lepas melihat raut wajah dari putranya, yang menurutnya begitu lucu dan menggemaskan. Ibu dan anak itu saling bercanda seolah bebannya baru saja dia letakan terlebih dulu.
** **
"Ya ALLAH tuan...! Saya cari kemana-mana ternyata ada disini!" seru seorang pemuda berusia 25 tahun, dengan nafas tersengal-sengal.
Pria asing yang mengenakan kaos oblong beserta celana training itu sontak menoleh dengan wajah geramnya. Sang asisten rupanya tengah menganggu pemandangan indah yang beberapa detik dia tatap sebelumnya.
"Kamu ini ganggu orang saja, Dimas! Memangnya kamu darimana sampai ngos-ngosan seperti ini?"
Dimas menarik nafas dalam beberapa kali, sebelum dia menjawab ucapan tuanya itu, "Saya ya muter-muter nyariin tuan! Lagian tuan ya, kalau mau pergi bilang dulu dong. Tuan besar tadi baru saja menelfon saya, karena tuan muda nggak menjawab panggilannya," gerutu Dimas menahan kesal.
"Ck!! Itu paling akal-akalan papah saja, agar saya pulang kerumah lagi. Sudah, biarkan saja!" kata pria tampan itu sembari mengalihkan pandanganya lagi kearah balkon kamar lantai 4 tadi.
Mata pria asing itu membola sempurna, karena wanita yang baru saja dia lihat tadi, sudah tidak ada ditempatnya. Kedua netranya mengedar sembari langkah kaki maju beberapa langkah, seolah sedang mencari sesuatu yang hilang.
Dimas sang asisten mengernyit. Apalagi yang dilakukan tuanya itu? Sungguh, pagi ini dia benar-benar merasa gila akibat ulah tuanya itu.
"Ayolah tuan...apalagi yang anda cari? Ayo kita kembali keapartemen. Nanti saya yang kena sama tuan besar!" seru Dimas bagaikan seorang ibu yang tengah meminta putranya kembali.
"Ini gara-gara kamu Dimas!" teriak pria asing itu setelah kembali lagi di hadapan asistennya.
Dimas menganga, tidak habis pikir dengan sikap tuanya. Dirinya saja baru datang, kesalahan darimana lagi yang dia buat. Oh Dimas, sungguh malang nasibmu.
"Salah lagi. Duhh...! Untung gajinya gede! Kalau tidak, udah ngiprit deh gue!!" gerutu Dimas mencoba memalingkan wajah kesamping berharap tuannya tidak mendengar.
Pria asing itu menajamkan mata, seolah sedang menguliti pria muda yang sudah dia anggap adiknya itu, "Kamu bilang apa barusan, Dimas?!" ujarnya.
"Tuan..ini disana ada tuan Gading datang!" seru Dimas dengan menunjuk arah belakang tubuh tuanya.
Pria asing itu spontan menolehkan tubuhnya kebelakang dengan cepat. Dan hal itu Dimas gunakan untuk berlari sekuat tenaga pergi dari hadapan tuanya.
"Saya balik dulu tuan!" teriak Dimas yang sudah ngacir lebih dulu.
Pria asing itu menoleh kembali, "Kurang ajar kamu Dimas! Awas saja, bonus kamu bulan ini tidak akan saya keluarkan!" balasnya menahan kesal.
Merasa ada sesuatu yang mengenai kulit kakinya, pria tampan itu sontak menoleh kerah belakang, dan mendapati bola kecil yang baru saja menggelinding tepat dibawah kakinya.
"Yahh...hampil saja nggak kenak olang!" bocah kecil itu mengusap dadanya, merasa bersyukur atas perbuatanya tidak merugikan orang disekitarnya.
Narendra menoleh kearah bundanya dibalik beberapa tatanan bunga, "Bunda, Rendla mau ambil bola dulu ya!" teriaknya.
Aisyah yang sedang membaca buku, sontak menutupnya sejenak, "Hati-hati sayang, jangan lari!" balasnya dengan tersenyum.
Pria asing itu mengambil bola Narendra, dan menunggu bocah kecil itu yang sedang berjalan mendekat kearahnya.
"Haii..apa ini bolamu?" tanya pria itu.
Narendra mengangguk, "Haii om..! Iya, itu bola Lendra. Maaf ya om, Lendra tidak sengaja menendangnya."
Pria asing itu membungkuk setengah badan seraya memberikan bola Narendra kembali, "It's okey boy, tidak masalah!" diacaknya rambut hitam Narendra, "Oh ya, kamu suka bermain sepak bola?" tanyanya lagi.
"Wah kalau itu bukan hanya suka om. Tapi, Lendra sangat-sangat suka sekali!" jawabnya antusias.
"Om pinjam sebentar boleh? kamu coba lihat kearah om!" perintah pria asing itu, yang membawa bola Narendra sedikit agak menjauh.
Tidak dapat dipungkiri, pria asing yang berwajah tampan serta tegas itu rupanya memiliki sisi lembut jika berhadapan dengan seorang anak kecil. Pria yang terkenal dingin dan garang itu, pagi ini benar-benar diluluhkan oleh seorang bocah kecil, yakni Narendra.
Mata Narendra berbinar, saat melihat pria asing itu memainkan bola dengan sangat hebat. Mungkin itu suatu hal keramat yang diyakini oleh beberapa orang, dan hanya Narendra lah yang dapat mengikis kata keramat tersebut.
Aisyah menghentikan bacaan bukunya. Dia meletakannya diatas bangku taman, karena sang putra sejak tadi masih belum kembali dari mengambil bolanya.
Dosen cantik itu bangkit dari duduknya, kedua netranya memicing karena melihat putranya tengah asik menikmati pertunjukan yang disuguhkan oleh pria asing tadi.
"Siapa pria itu? Apa Narendra kenal?" gumam Aisyah seraya melangkahkan kakinya menuju tempat sang putra.
"Narendra, sayang....!!" panggil Aisyah.
Narendra yang tengah asik dengan permainan pria asing didepanya, sontak menoleh kearah sumber suara begitupun dengan pria itu.