Setelah orang tua nya bercerai, Talita dan kedua adiknya tinggal bersama ibu mereka. Akan tetapi, semua itu hanya sebentar. Talita dan adik-adik nya kembali terusir dari rumah Ibu kandung nya. Ibu kandungnya lebih memilih Ayah tiri dan saudara tiri nya. Bukan itu saja, bahkan ayah kandung mereka pun menolak kedatangan mereka. Kemana Talita dan adik-adik nya harus pergi? Siapa yang akan menjaga mereka yang masih sangat kecil? Jawaban nya ada di sini. Selamat membaca. Ini novel kedua ku ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uul Dheaven, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
"Mbak Raya, mbak bisa melakukan sesuatu nggak?" Tanya Tania kepada seorang wanita yang sudah beberapa hari menjadi penjaga nya.
"Bisa."
"Loh, kok cuma itu aja jawabannya?"
"Terus?"
"Hmm,, Tania pengen kasih pelajaran ke Ibu-ibu yang sudah buat kak Talita jadi kayak gitu."
"Oke."
"Mbak nggak larang Tania?"
"Asalkan itu tidak merugikan Tania, mbak boleh melakukannya."
"Asyik, kita tos dulu."
Raya tetap pada posisi nya semula. Ia bahkan memasang wajah datar.
"Ah, mbak Raya nggak asyik."
Raya tetap pada ekspresi nya yang datar dan tanpa senyum. Hal itu membuat Tania menyerah membuat Raya bisa bicara banyak.
Sekarang ini, Tania lagi berpikir. Apa hukuman yang pantas ia berikan kepada Naina. Ia sangat kesal sekali karena Naina lah kakak nya bisa terluka..
Jika Talita mudah memaafkan, beda hal dengan Tania yang suka menyimpan dendam. Apalagi anak sekecil Tania sudah di hadapkan oleh banyak nya ketidak adilan ya g selama ini sering terjadi.
Tania ingin memberikan sedikit pelajaran agar Naina tidak mengganggu kehidupan mereka lagi.
*****
Keesokan pagi nya, Tania dan Raya sedang menyusun rencana. Tania sengaja tidak mengatakan nya pada Talita. Ia tahu, Talita pasti akan melarang.
"Mbak, biasa nya Ibu itu suka lama kalau nungguin Andi pulang. Saat itulah mbak beraksi. Kalau bisa jangan sampe ketahuan, ya."
"Iya."
"Pokoknya mbak Raya harus hati-hati. Buat se natural mungkin. Atau gimana ya. Ah, terserah deh. Pokok nya kita harus beri pelajaran pada wanita itu. "
"Iya."
"Mbak Raya apa-apa an sih. Jawaban nya gitu terus dari tadi."
"Maaf."
"Hufh."
Tania rencananya akan memesan taksi online. Akan tetapi ia tidak tahu caranya.
"Mbak, gimana cara nya kita pergi. Kalau naik sepeda motor nya kak Talita, nanti ketahuan."
Tiba-tiba sebuah mobil sport melintas di depan mereka.
"Naik." Ucap Raya.
"Nggak mau ah. Tania nggak kenal sama yang punya mobil."
Akhirnya Raya naik duluan dan duduk di kursi pengemudi. Supir yang tadi nya mengantar mobil itu telah pergi entah kemana.
"Ayo cepat!"
"Mbak Raya bisa bawa mobil ini?" Tanya Tania begitu takjub.
Tania langsung duduk dan tidak bertanya lagi. Ia tahu, Raya tidak akan banyak bicara. Percuma saja dia bertanya ini dan itu.
Hari ini, Tania memang tidak masuk sekolah. Lagian di sekolah nya pun anak-anak kelas 6 sudah pada libur. Berbeda dengan sekolah Andi yang masih harus masuk dan mengikuti banyak ekstrakurikuler. Namanya saja sekolah elit.
Mereka sampai di parkiran sekolah sebelum Naina tiba. Beruntung hari ini di sekolah sedang diadakan perlombaan. Jadi, banyak orang yang datang dan ingin melihat.
Tania seketika jadi ingat masa-masa ia bersekolah di sini. Setiap kali ia menang, hanya Talita dan Tania yang bertepuk tangan dan memberikan selamat.
Ibu nya Naina, hanya akan ada di sisi Andi sepanjang acara itu berlangsung.
"Bu, kasih hadiah dong untuk Tania. Dia juara loh." Ucap Talita saat itu.
"Kan hadiah dari sekolah udah banyak. Untuk apa lagi minta sama Ibu. Kasihan Andi tidak mendapatkan hadiah apapun."
Ucapan itu justru membuat Tania bertambah semangat lagi untuk mengumpulkan hadiah demi hadiah di setiap perlombaan. Jika Ibu nya tidak bisa memberikan nya hadiah, maka ia akan dapatkan hadiah nya sendiri.
" Mbak Raya, itu mobil nya." Ucap Tania.
Terlihat Naina terburu-buru turun hingga lupa mengambil kunci mobil milik nya. Sepertinya ia sangat takut jika Andi kecewa pada nya.
Raya turun perlahan. Bahkan Tania tidak tahu entah kapan wanita itu turun dan sudah ada di dalam Mobil Naina.
Entah apa yang dilakukan oleh Raya. Tania hanya melihat nya dari kejauhan. Setelah selesai, Raya pun turun. Ia juga tidak lupa mengempeskan ban mobil milik Naina.
Bukan itu saja, Raya juga menggores mobil itu hingga tidak jelas bentuk nya lagi. Hal itu dilakukan dengan kecepatan ekstra. Tania bahkan takjub Raya bisa bertindak secepat itu.
Setelah semua nya selesai, mereka tidak langsung pulang. Tania ingin sekali melihat apa yang terjadi setelah ini. Raya menggeser mobil nya ke tempat aman. Sehingga mereka berdua bisa lebih leluasa menonton pertunjukan itu.
"Mbak Raya nggak ninggalin jejak, kan."
"Aman."
"Kok bisa sih mbak bisa bekerja secepat itu?"
"Sudah biasa."
"Ooo."
Saat mereka sedang berbincang, ternyata Naina dan Andi sudah tiba di sana. Tanpa memikirkan apa yang akan terjadi, Naina dan Andi langsung masuk begitu saja.
"Aaaaa...."
Suara Naina dan Andi terdengar sampai ke mana-mana. Banyak orang yang datang dan melihat.
Ternyata di dalam mobil itu, banyak taik kucing yang menempel. Bahkan Andi dan Naina pun sempat menduduki nya.
Bukan itu saja, saat mereka akan pulang. Mobil bahkan tidak mau hidup. Naina pun melihat ban mobil yang sudah kempes dan banyak nya goresan yang ada pada mobil nya.
"Sialaaaan! Kerjaan siapa ini!"
"Ma,, Andi mau pulang. Andi bau." Ucap Andi sambil menangis. Bagaimana mungkin ia tidak menangis saat tai kucing yang sangat bau itu masih lengket di celana nya.
Bahkan Naina saja hampir berulang kali memuntahkan isi perut nya. Belum lagi aroma yang ada di dalam mobil itu. Entah bagaimana cara nya mereka pulang.
Akhirnya Naina memutuskan untuk menghubungi Jaka. Mudah-mudahan saja kali ini Jaka tidak sibuk dan mau membantu istri nya itu.
Tut.....
Satu panggilan tidak terjawab.
Tut....
Dua panggilan tidak terjawab.
Tut....
"Halo."
Seorang wanita dengan nafas yang memburu mengangkat panggilan itu. Naina hanya diam dan mendengarkan. Ia tidak bisa berkata-kata.
"Sayang, siapa yang nelpon. Cepat dong, aku udah nggak tahan. Ini udah mau keluar." Ucap Jaka sambil melabuhkan banyak ciuman yang terdengar di telinga Naina.
Jaka yang tidak tahu kalau Naina yang menelpon nya sama sekali tidak menghiraukan panggilan itu. Wanita itu pun mengira, kalau ponsel nya yang berbunyi. Sehingga ia pun lupa mematikan nya kembali.
Ah, biar saja pikirnya. Peduli apa dia dengan istri nya Jaka. Kalau pun Naina tahu, itu lebih bagus. Biarkan Naina pergi, dan dia yang akan menjadi yang pertama.
Naina hanya mendengar deru nafas dua insan manusia yang sedang di mabuk asmara. Bahkan sampai Jaka mendapatkan kenikmatan nya, Naina tetap berada di sana dan mendengarkan nya.
Terluka, tentu saja. Apa lagi saat itu Naina sedang butuh bantuan nya.
Entah seperti apa luka yang ia rasakan kali ini. Sudah jatuh, malah tertimpa tangga lagi. Dan tangga nya pun begitu besar sehingga menghimpit tubuh nya yang mungil.