"Jika kekasihku selingkuh, seumur hidup aku tidak akan mau menikah dengan pria lajang," - Callista
"Call, jangan sampai lo kemakan dengan omongan sendiri. Kalau nggak nikah dengan pria lajang, lo mau nikah sama siapa?" - Kayana
"Duda tak masalah, asal setia," - Callista
Agaknya omongan sesat yang diucapkan Callista terkabul.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisy Arbia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Callista Cemburu
"Selamat pagi, sayang...," sapa Sean pagi ini.
Setelah malam panjang yang dilalui bersama, Sean dan Callista memutuskan untuk tidur di ranjang yang sama.
"Pagi, Om...," Callista baru saja membuka matanya.
Pasangan beda generasi terlihat romantis sepanjang hari. Apalagi setelah Callista mengetahui kenyataan jika mantan istri suaminya berusaha mengajak rujuk.
"Sini aku peluk," pinta Sean.
"Ish, malu Om. Belum mandi, ih," balas istrinya.
"Yasudah. Mandi bareng?" ajak Sean.
"Big no! Nggak bakalan cepet kelar, Om. Hari ini aku mau ke restoran XX buat nganter surat resign ku. Apa Om bawa pulang suratnya?" Callista ingin secepatnya berhenti bekerja dan fokus mengurus suaminya.
"Oh astaga, sayang. Aku melupakannya. Aku kemarin sibuk mencari keberadaanmu, sayang. Nanti tunggu aku bekerja, setelah itu aku akan mengantarkanmu ke restoran XX," Sean beranjak dari ranjang untuk menuju bathroom.
"Baiklah," Callista keluar kamar menuju kamar mandi yang berada di dekat dapur. Dia mencuci muka kemudian menyiapkan sarapan pagi.
Sekitar setengah jam, Callista menyelesaikan masakannya. Dia menghidangkan sarapan pagi omelet sayur, kentang rebus, dan kopi hitam tanpa gula.
"Eh, istriku sedang apa?" Sean mencari Callista sampai ke dapur.
"Menyiapkan sarapan pagi, Om," ucapnya.
Sean memeluknya dari belakang. Kebiasaan ini yang membuat Callista selalu merindukan suaminya yang hampir setengah abad itu.
"Kenapa masih memanggil Om? Bisa tidak memanggil Mas, misalnya?" protes Sean.
"Ish, nggak nyaman aja Om. Lebih enak seperti ini," jawab Callista.
"Lebih enak pelukannya atau panggilannya?" goda Sean.
"Keduanya, Om," Callista berusaha membuat suaminya senang. "Om, bisa lepasin sekarang? Aku belum mandi, loh. Jadi ke kantor bersamaku, kan?"
"Sarapan dulu yuk!" Sean melepaskan pelukannya kemudian duduk di kursi meja makan.
Callista melanjutkan sarapan pagi bersama suaminya. Setelah selesai, dia kembali ke kamar untuk bersiap.
Tak menunggu lama setelah semuanya siap, Sean dan Callista turun ke basement. Sean seraya menggenggam erat tangan istrinya. Sesampainya disana, keduanya masuk ke mobil.
"Sayang...," Callista akhirnya memberanikan diri untuk bersikap romantis.
Sean tersenyum puas dengan tingkah istrinya itu.
"Ada apa, sayang?" Sean fokus mengendarai mobilnya.
"Sebenarnya Bos SA Corporation itu siapa sih?" Callista to the point.
"Suamimu, sayang," Sean terkekeh. "Kenapa? Apa kamu tidak suka menjadi istri Bos?"
"Bukan begitu, Om. Aku hanya tidak biasa," Callista sangat berbeda dengan suaminya.
"Ish, kenapa memanggil seperti itu lagi, sayang? Apa kamu merasa tidak nyaman?"
Callista mengangguk.
"Biasakan. Supaya orang lain menganggap kita pasangan suami istri, bukan antara Om dan keponakan," Sean terkekeh.
Om Sean benar. Gue memang istrinya.
"Sayang..., jika aku hamil, bagaimana?" Entah kenapa pertanyaan konyol itu bisa lolos begitu saja dari mulut Callista.
"Malah bagus dong. Jika belum, aku akan membuatnya sampai berhasil," Sean tertawa.
"Ish, kenapa menertawakanku?" protes Callista.
Sean tidak menjawab karena posisi mobilnya sudah memasuki area parkir SA Corporation. Sesampainya, Sean membukakan pintu untuk Callista.
"Ayo turun," ajak Sean.
"Malu, ih. Tar dikira Om-om bawa ABG...," Callista tersenyum.
"Hemm, yang penting kan sudah sah. Ayo...," bujuknya.
Callista menuruti saja ucapan suaminya.
Ketika berjalan beriringan, banyak pasang mata yang memandang heran kepada mereka.
Keduanya sampai di ruangan Sean. Callista dibuat takjub melihat ruang kerja suaminya.
"Duduklah disitu, sayang," Sean menunjuk ke arah sofa. "Tunggulah disana!"
Ketika suaminya sedang sibuk mengurus beberapa berkas perusahaan, tiba-tiba seorang wanita muncul begitu saja memasuki ruang kerja suaminya.
"Sean, aku kembali lagi ingin bernegosiasi denganmu," ucap wanita itu.
Sean terkejut. Rupanya Diana tidak pernah menyerah untuk kembali padanya.
Siapa wanita ini?
"Ada apalagi, Diana? Urusan kita sudah selesai sejak 5 tahun yang lalu," balas Sean.
Diana tidak menyadari jika ada orang lain selain dirinya dan Sean.
"Aku ingin kita rujuk, sayang. Demi Willow...."
Ucapan Diana membuat Callista terlihat sangat cemburu melihat suaminya.
Ish, inikah mantan istri suamiku?
Wanita yang berhadapan dengan suaminya terlihat sangat cantik dan fashionable. Sangat jauh berbeda jika dibandingkan dirinya.
"Maaf, Diana. Aku tidak bisa!" tolak Sean.
Sean memang sengaja tidak memperkenalkan Callista sebagai istrinya. Dia takut jika Diana akan mengacaukan lagi kehidupannya.
"Ayolah, sayang! Apa kau tidak ingat kenangan kita selama 10 tahun bersama? Kau selalu mengatakan sayang dan cinta terhadapku. Apalagi sejak kelahiran Willow, kau terlihat sangat bahagia," Diana sudah tidak tau dengan cara apalagi untuk membujuk mantan suaminya.
Memang benar, saat Diana melahirkan, Sean terlihat sangat bahagia. Tetapi ketika mengetahui kenyataan jika Willow bukan darah dagingnya, Sean kecewa dan memutuskan untuk menceraikan istrinya.
"Maaf, Diana. Sudah ku tekankan berulang kali, aku tidak bisa rujuk lagi denganmu. Maaf...," Sean tidak ingin mengulang kesalahan yang sama.
"Kenapa? Kau masih betah menduda? Bukankah dulu kau sangat menyayangiku bahkan kepada Willow...," lagi-lagi mantan istrinya mengingatkan masa lalu bahagia yang berakhir kelam itu.
Callista yang melihat perdebatan di depannya merasa tidak nyaman dan terlihat sangat cemburu.
Apa sebaiknya gue keluar aja? Ah, tidak! Mana mungkin gue ninggalin suami gitu aja?
"Maaf, sayang. Apa perdebatannya sudah selesai?" Callista tidak tahan melihat mantan istri suaminya terlihat merayu suaminya untuk rujuk kembali.
Callista cemburu.
Diana menoleh ke sumber suara. Melihat seorang gadis muda yang menurutnya berusia kisaran 20 tahun lebih.
"Siapa dia, Sean?" Diana merasa ada yang aneh dengan gadis itu. Kenapa tiba-tiba ada gadis itu di ruang kerja Sean?
"Istriku, Diana...," Sean sebenarnya tidak ingin membawa nama Callista. Setelah Callista membuka suara, Sean ingin membuat mantan istrinya itu menyadari jika tidak ada kesempatan untuk rujuk.
Diana terkejut. Bagaimana mungkin mantan suaminya menikah lagi?
"Itu tidak mungkin, Sean... Mama Jelita mengatakan kepadaku jika kamu masih menduda. Itulah sebabnya aku ingin kembali rujuk," Diana mengutarakan niatnya.
"Kemarilah, sayang!" panggil Sean pada Callista.
Callista menurut perintah suaminya. Dia berdiri disamping kursi suaminya. Sean berdiri kemudian melingkarkan lengannya ke perut Callista.
Diana tidak tahan melihat semua itu. Dia berlalu begitu saja dari ruang kerja mantan suaminya.
"Kamu cemburu, sayang?" Sean melepaskan tangannya.
Callista hendak kembali ke sofa. Dia tidak ingin menjawab. Sean mencegahnya.
"Hei, kelihatan sekali kalau kamu cemburu," Sean merengkuh Callista dalam pelukannya.
"Lepasin, Om! Ini di kantor, bukan di apartemen," protes Callista.
"Apa bedanya, sayang?" goda Sean.
"Nanti kalau ada yang melihat, bagaimana?"
"Hemmm," Sean melepaskan pelukannya. "Jawab dulu..., kamu cemburu?"
Callista mengangguk. Dia memang cemburu pada mantan istri suaminya.
Gue cemburu, Om. Sangat cemburu. Wanita itu sangat cantik. Gue takut Om akan tergoda olehnya.
"Ternyata istriku bisa cemburu juga," goda Sean.
Saat keduanya sedang berdebat masalah cemburu, Vigor tiba-tiba saja masuk ke ruangan Sean.
"Om kurir...," pekik Callista. "Kenapa ada disini?"
Truss si bos yg kaya rayaa berasa engk ada harga dirinya di mata karyawannya
Kurang gemezz thoor