Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 10 : PEMBULLYAN
“Heh parasit! Jaga tu mulut kalau enggak mau aku jahit!” sembur Yura berkacak pinggang.
Bibir Tora menyunggingkan senyum tipis, “Cih! Memang dasarnya murahan mau dilihat dari sudut mana pun tetep aja murahan!” cebik lelaki itu tertawa bersama teman-temannya.
Beberapa mahasiswa menatap Yura dengan tatapan merendahkan. Bahkan ada yang terang-terangan melontarkan kalimat pedas untuk Yura. Akan tetapi, gadis itu sama sekali tidak peduli.
“Tora! Kamu belum ngaca ya? Bukankah di rumah ada banyak kaca, gede pula. Sadar! Kalau kamu sama ibumu yang gila harta itu enggak dipungut sama papa, pasti jadi gelandangan sekarang!” teriak Yura tidak mau kalah. “Murahan murahan, kepalamu! Aku seminggu ini hampir mati di rumah sakit karena ulah ibumu, Tora!” lanjutnya dengan nada melengking tinggi. Sengaja agar orang-orang mendengarnya.
Tora panik, ia yang mengundang kerumunan kini justru menyorot penuh keterkejutan. Bahkan kini berbalik menatap lelaki itu dengan tajam.
“Bisa-bisanya memutar balikkan fakta. Lemes amat tuh mulut! Belum pernah dicabein?” cetus Yura menambahkan.
Tidak ingin Yura semakin lepas bicara, Tora segera melepas tas punggungnya, melempar tepat ke wajah Yura. “Bawain itu ke kelasku, Babu!” titah lelaki itu berbalik melangkah lebih dulu. Ya, ia memang sering melakukannya.
Yura yang tidak siap membuatnya mundur beberapa langkah, menerima hantaman ransel tersebut. Wajahnya menyamping agar tidak tepat mengenai mukanya. Dengan geram, gadis itu justru membuka reseliting tas dan menumpahkan semua isinya di pelataran kampus. Tas kosong itu dia angkat tinggi-tinggi.
Lalu meraih sebuah korek api dan memantiknya. Korek yang ia ambil dari mobil Zefon. Dengan bibir menyeringai dingin dan sorot mata penuh kebencian, ia menyulutkan api tepat di bawah tas Tora.
Pria yang sudah berjalan bersama teman-temannya itu tidak sadar akan apa yang dilakukan saudara tirinya.
“Tora!” teriak Yura menggelegar di seluruh penjuru kampus. Suaranya sampai menggema di setiap sudut lapangan.
Yura menjatuhkan tas yang sudah terbakar setengah itu tepat di atas buku-bukunya. Api yang tadinya kecil, semakin merambat.
Tora menoleh, tawa yang sedari tadi memekik berganti dengan keterkejutan dengan mata yang melotot tajam. “Hei, gila kau ya!” seru Tora berlari menginjak-injak api dengan kaki. Berharap tas dan buku-bukunya terselamatkan.
“Hahaha! Mampus kau! Heh! Lihat aku, anak mama. Aku Yura Afseen, bukan budakmu. Catat di otakmu baik-baik. Ah, aku lupa kalau kamu enggak punya otak!” cibir Yura mengibaskan rambut panjangnya hingga mengenai muka Tora. Ia melenggang pergi meninggalkan Tora yang meratapi hari sialnya.
Tora benar-benar bingung, bagaimana bisa Yura berubah seperti itu? Padahal sebelumnya, gadis itu sangat takut jika dia marah, Yura selalu melakukan apa pun perintah Tora.
“Awas kau Yura!” geram Tora menatap nanar punggung gadis itu yang semakin menjauh.
\=\=\=\=oooo\=\=\=\=
Matahari kian menanjak tinggi. Yura yang tengah asyik mengunyah makanan, tiba-tiba terkejut tatkala minuman berwarna merah kini dituangkan pada nasinya.
Yura menoleh dengan cepat, lagi-lagi Tora ingin membuat keributan dengannya. Usai buku dan tasnya hangus, Tora sengaja tidak pulang dan pergi ke kantin. “Biar ada seger-segernya, aku bantu kasih kuah buat sugar baby,” celetuk lelaki itu.
Tubuh Yura menegang, kesabarannya terkikis habis. Ia menarik napas panjang sembari berdiri. Kobaran api seolah menyalak-nyalak di netra tajamnya. Dapat terlihat jelas senyum smirk dari bibir Tora. Dengan gerakan cepat, Yura melempar nampan makanannya tepat di muka Tora.
PRANK!!
Basah, pecah berhamburan. Tora terkejut luar biasa dengan sikap Yura. Matanya membeliak begitu lebar, menunduk menatap tubuhnya yang basah kuyup dan terlihat menjijikkan. “Kau!” geram Tora kembali menatap Yura.
“Apa? Kamu yang suka cari gara-gara! Kamu sendiri yang akan tanggung akibatnya!” sentak Yura.
Beberapa mahasiswa juga turut berdiri saking terkejutnya. Mereka hanya menjadi penonton setia tanpa ada yang mau melerai keduanya. Seperti biasa setiap Yura mendapat pembullyan, tidak ada yang berani ikut campur.
“Beraninya!” Tora melangkah dengan kaki panjangnya, hendak menampar pipi Yura namun dengan mudah ditepis oleh gadis itu dan kini berbalik, Yura mendorong tubuh tinggi Tora hingga terjengkang ke lantai.
Tak cukup sampai di sana, Yura yang kesabarannya sudah di ambang batas kini menindih perut Tora, lalu memukul wajah pria itu dengan kepalan tangannya yang begitu kuat.
Yura mencengkeram kerah kemeja lelaki itu, “Punya mulut jangan buat nyinyir. Kamu itu laki-laki sadar enggak sih? Atau kamu laki jadi-jadian, hah? Terus tangan dijaga sebelum aku patahkan minimal, atau potong sekalian?” ancam Yura kembali melayangkan pukulan hingga pembuluh darah di sudut bibirnya pecah.
“Wah gila, Yura!” pekik para mahasiswa serentak. “Semangat Yura!” Bukannya melerai malah memberi semangat.
Yura berdiri, menginjak dada pria itu dan memutarnya. Senyum dan tatapan iblis seolah sedang ia perlihatkan, lalu menunduk hingga wajahnya begitu dekat, “Bilang sama ibumu, jangan sewa preman kaleng-kaleng kalau mau bunuh aku! Lihat, aku masih hidup!” cibirnya menepuk-nepuk pipi Tora yang bengkak.
Yura meraih tasnya, mood makannya mendadak hilang. Ia kembali menatap Tora yang kini berusaha duduk. “Oh ya, Anak Mama! Yura yang dulu sudah mati. Jadi jangan macam-macam dan jangan pernah usik hidupku lagi!” ancamnya lalu benar-benar pergi meninggalkan saudara tirinya itu.
“Wow! Wow! Yura!” teriak mereka yang sontak mengidolakan gadis itu dengan tepuk tangan yang sangat meriah. Karena mereka tahu sejak dulu Tora selalu saja bersikap buruk pada Yura. Dan saat semua berbalik, mereka turut merasakan kepuasan. Selama ini mereka tidak berani membela dan berbuat apa-apa karena takut mendapat perlakuan sama dari Tora.
Di sisi lain, Zefon senyum-senyum sendiri di kursi kebesarannya ketika melihat layar laptopnya. Ia bangga dan merasa tak sia-sia memberi pelajaran pada Yura. "Smart girl!" pujinya.
Bersambung~
kalian pada ke mana geenggss... kok sepi komennya 😔