Penculikan yang terjadi membuatnya merasa bersalah dan bertekad untuk pergi dan menjadi lebih kuat agar bisa melindungi seorang gadis kecil yang sangat ia sayangi yaitu cucu dari Boss ayahnya. Tanpa ia sadari rasa sayangnya terhadap gadis kecil itu berubah menjadi rasa cinta yang sangat mendalam saat mereka tumbuh besar namun menyadari statusnya yang merupakan seorang bawahan, ia tidak berani mengungkapkan hati kepada sang gadis.
Namun siapa sangka saat mereka bertemu kembali, ternyata menjadi kuat saja tidak cukup untuk melindungi gadis itu. Nasib buruk menimpa gadis itu yang membuatnya hidup dalam bahaya yang lebih dari sebelumnya. perebutan kekayaan yang bahkan mengancam nyawa.
Apakah pria tersebut dapat melindungi gadis yang disayanginya itu? dan apakah mereka bisa bersama pada akhirnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Skyla18, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Jam 5 pagi di ruangan kerjanya yang ia kunci rapat, Azka berdiri menghadap ke meja putih besar yang penuh dengan bagan alur dan foto-foto. Di sana ada foto wajah Jiwan Hartono,paman Alya, dengan catatan koneksi ke perusahaan asing yang mencurigakan, serta beberapa direksi yang terlibat dalam korupsi proyek pengadaan logistik.
Di belakangnya, tiga orang pria berseragam sipil berdiri tegak, menunggu instruksi.
“Kita tidak bisa langsung menjatuhkan Jiwan. Dia terlalu cerdik. Kita harus ciptakan konflik internal dan pecah aliansinya dari dalam,” ucap Azka pelan namun tegas.
“Target pertama kita siapa, Pak?” tanya pria berkacamata.
Azka menunjuk nama Ferdian Wibowo yang merupakan seorang Direktur Keuangan di perusahaan pusat Hartono dan juga Pak Arief.
“Ferdian punya rahasia pajak gelap. Bocorkan ke lembaga audit lewat akun anonim. Lalu, kita buat seolah-olah Jiwan yang mengorbankannya. Untuk Arief, aku akan melakikannya sendiri,"ucap Azka
“Lalu Alya?” tanya yang lain.
Azka terdiam. Matanya menatap meja itu sejenak.
“Dia nggak boleh tahu. Semakin dia merasa aman, semakin besar kemungkinan dia bisa memimpin tanpa terpengaruh intrik,"ucap Azka
________________
Jam 7 pagi di mansion utama keluarga Hartono, Alya menuruni tangga besar dengan setelan putih dan syal lembut warna peach di leher. Ia tampak lelah, namun tetap memancarkan wibawa sebagai CEO muda. Di bawah, Azka sudah menunggu sambil mengecek ponsel.
“Pagi,” sapa Alya sambil tersenyum kecil.
“Pagi,” jawab Azka, memandangi Alya sebentar. “Kamu mimpi buruk ya?”tanya Azka
“Bagaimana kamu bisa tahu?”tanya Alya sambil mengerutkan keningnya
“Kamu tadi malam tidur jam tiga. Lampumu baru mati pas aku lewatin koridor,"jelas Azka
"Kamu selalu tahu ya…”ucap Alya yang sedikit terkejut dan tertawa pelan
“Aku memang di sini untuk tahu semua tentang kamu," jawab Azka spontan
Kalimat itu membuat langkah Alya sedikit melambat. Tapi ia segera menyembunyikan ekspresinya, dan beralih membuka pintu depan.
“Yuk, antar aku ke kantor,” katanya.
Azka mengikuti. Dalam diam, ia kembali menyadari bahwa betapa hatinya tak lagi mampu menjaga jarak seperti sebelumnya. Tapi ia harus tetap bertahan. Karena cinta sejati adalah tentang bertahan dalam bayang-bayang.
___________
Jam 9 pagi di ruang CEO perusahaan Hartono, Alya sedang menerima laporan dari Kepala Divisi Operasional, sementara Azka berdiri di sisi ruangan, tampak seperti sekadar pengawal pribadi. Tapi sebenarnya, ia mendengarkan segalanya dengan cermat.
“Direktur Keuangan mendadak mengundurkan diri pagi ini dan Pak Arief juga menghilang, Bu,” kata kepala divisi.
“Ferdian? Pak Arief?” tanya Alya heran.
“Ya, Bu. Katanya Ferdian mengundurkan diri karena tekanan audit pajak. Ada dokumen lama yang bocor ke publik dan menyudutkannya. Sedangkan untuk Pak Arief, tidak ada informasi apapun yang kami dapatkan bu,"jawab kepala divisi
Alya memgangguk namun tampak bingung dan sedikit tegang.
“Siapa yang bocorkan?”tanya Alya
Belum sempat dijawab, Azka melangkah maju.
“Boleh saya bicara sebentar, Alya?”tanya Azka
Alya mengangguk. Semua staf keluar dari ruangannya. Hanya tinggal mereka berdua.
“Ada yang ingin kamu jelaskan, Azka?” tanyanya, setengah curiga pada Azka
Azka hanya menggeleng.
“Nggak. Cuma ingin kamu tetap tenang. Kadang, sesuatu yang kelihatan buruk… sebenarnya sedang memperbaiki jalannya,"jelas Azka
Alya menatap Azka lama, seakan berusaha membaca lebih dalam.
“Kamu tahu siapa yang bocorkan dokumen itu, kan?”ucap Alya
“Yang penting, kamu bisa fokus ke rapat dewan hari Jumat. Biarkan masalah audit di tangani penasihat hukum,"ucap Azka sambil tersenyum samar
“Azka…”ucap Alya sambil menghela napas
“Hmm?”jawab Azka
“Kadang aku merasa... kamu tahu segalanya. Tentang musuhku. Tentang perusahaan ini. Tapi kamu nggak pernah cerita apa-apa ke aku,"ucap Alya
“Karena aku hanya ingin kamu bisa memimpin tanpa rasa takut. Aku bertarung supaya kamu nggak perlu memegang pedang,"jawab Azka sambil menunduk sedikit dengan suara yang pelan
Dan itu cukup untuk membuat hati Alya bergetar. Tapi ia mengalihkannya dengan tawa ringan.
“Kamu seperti ksatria zaman kerajaan saja,"ucap Alya
Azka tak menjawab. Hanya memandangi Alyq dan diam-diam menegaskan satu hal dalam dirinya bahwa dia rela menjadi bayangan Alya selamanya, asal Alya tetap bersinar dan tertawa bahagia seperti sekarang.
_____________
Jam 5 sore setelah hari yang panjang di kantor, Alya memilih duduk di bangku taman belakang mansion Hartono sambil membaca laporan yang ia cetak. Angin sore meniup rambutnya, membuat wajahnya lebih lembut dari biasanya. Ia merasa lebih rileks dari biasanya , akhir-akhir ini dia di sibukkan dengan banyak pekerjaan perusahaan dan juga kuliahnya.
Azka datang membawa dua cangkir teh hangat dan mendekati Alya.
“Ini,” katanya sambil menyodorkan satu cangkir teh hangat kepada Alya
“Kamu nggak ada kerjaan hari ini?”ucap Alya sambil menerima teh itu dan meniupmya secara perlahan kemudian meminumnya.
“Aku kerja 24 jam. Tapi beberapa menit duduk sama kamu bukan pelanggaran, kan?”ucap Azka
"Tentu saja aku nggak keberatan sama sekali," ucap Alya sambil tertawa ringan
Mereka duduk bersebelahan. Tapi tetap menjaga jarak. Hening sejenak hingga akhirnya Alya memecah keheningan itu.
“Azka…”panggil Alya tiba-tiba
“Ya?”jawab Azka
“Apakah kamu percaya dengan takdir?”tanya Alya
Azka menoleh, menatap langit senja.
“Percaya. Tapi aku lebih percaya usaha untuk melindungi yang berharga,"ucap Azka
“Kadang aku merasa kita nggak mungkin punya takdir yang sama.”ucap Alya sambil menatap Azka
Azka hampir menoleh ke Alya. Tapi ia menahan dirinya.
“Karena kamu pewaris keluarga Hartono dan aku cuma... anak seorang pengawal?”tanya Azka menebak arah pembicaraan Alya
“Ya.”jawab Alya
Azka hanya tersenyum getir dan berkata dalam hatinya.
"Kamu akan tahu suatu hari, Alya. Bahwa garis darah kita… tak sejauh yang kamu pikirkan"
______________
Jam 10 malam di kamar Alya, Alya merasa gelisah. Ia berdiri di jendela kamarnya, memandangi taman gelap tempat ia duduk bersama Azka tadi. Ia merasa ada sesuatu yang disembunyikan lelaki itu. Bukan cuma soal perusahaan. Tapi soal dirinya.
Ia memegang liontin kecil milik ibunya yang merupakan tempat ia menyimpan foto masa kecil bersama Azka dan orang tuanya.
Lalu ia berkata pelan, seolah Azka bisa mendengar dari kejauhan
“Kamu sebenarnya siapa, Azka? Kenapa rasanya… kamu bisa di gapai, tapi selalu menjauh?”ucap Alya
Dan dari luar, di sisi taman yang gelap, Azka berdiri di balik bayang pohon. Melindungi dalam diam. Tanpa bicara. Tanpa menyentuh.
Namun malam itu, keduanya saling tahu bahwa perasaan itu ada.
Tapi belum saatnya mengaku.
Belum saatnya meruntuhkan dinding yang selama ini mereka bangun.
Belum.
Bersambung