NovelToon NovelToon
JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

JATUH CINTA PADA PENCULIKKU

Status: sedang berlangsung
Genre:Gangster / Kriminal dan Bidadari
Popularitas:1.7k
Nilai: 5
Nama Author: julius caezar

Lahir dari pasangan milyuner Amerika-Perancis, Jeane Isabelle Richmond memiliki semua yang didambakan wanita di seluruh dunia. Dikaruniai wajah cantik, tubuh yang sempurna serta kekayaan orang tuanya membuat Jeane selalu memperoleh apa yang diinginkannya dalam hidup. Tapi dia justru mendambakan cinta seorang pria yang diluar jangkauannya. Dan diluar nalarnya.
Nun jauh di sana adalah Baltasar, seorang lelaki yang kenyang dengan pergulatan hidup, pelanggar hukum, pemimpin para gangster dan penuh kekerasan namun penuh karisma. Lelaki yang bagaikan seekor singa muda yang perkasa dan menguasai belantara, telah menyandera Jeane demi memperoleh uang tebusan. Lelaki yang mau menukarkan Jeane untuk memperoleh harta.

Catatan. Cerita ini berlatar belakang tahun 1900-an dan hanya fiktif belaka. Kesamaan nama dan tempat hanya merupakan sebuah kebetulan. Demikian juga mohon dimaklumi bila ada kesalahan atau ketidaksesuaian tempat dengan keadaan yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julius caezar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 14

Jeane mencoba tabah ketika menghadapi anggota gerombolan itu. "Aku tahu cara bagi kalian untuk memperoleh uang lebih banyak lagi," katanya dengan tenang. "Kalian mengerti? Mucho dinero, uang banyak."

    Semuanya bungkam. Orang orang itu mengarahkan pandangan mereka kepada dirinya dengan air muka yang tidak berubah. Jeane tahu bahwa ia berhasil mencekam perhatian mereka.

    "Mucho dinero," Jeane mengulangi.

    Dua orang itu mulai bergerak maju lagi. Yang seorang jangkung, wajahnya setengah tertutup topi lebar. Yang seorang lagi pendek dan kekar, sebuah senyum mesum tampak pada wajahnya.

    "Namaku Jeane Isabelle Richmond," Jeame memulai kalimatnya lagi, melupakan kenyataan bahwa saat ini namanya secara sah adalah 'Beaufort'. "Ayahku orang yang sangat kaya. Ia akan membayar dengan jumlah yang sangat banyak jika aku dikembalikan dalam keadaan selamat." Jeane memberi tekanan pada kalimat terakhirnya.

    Tidak seorangpun terkesan oleh kata kata Jeane. Atau tidak mengerti? Mata Jeane menyapu para penunggang kuda itu, meninggalkan wajah seorang yang kurus itu, penunggang kuda pendiam yang misterius itu. Nalurinya mengatakan bahwa yang seorang itulah yang paling berbahaya.

    "Salah seorang dari kalian pasti mengerti apa yang kukatakan," suatu nada marah sekaligus putus asa menyelinap ke dalam suara Jeane. "Ayahku akan membayar sangat mahal jika kalian memulangkan diriku kepadanya."

    Tiba tiba Jeane menyadari keadaan dirinya. Sebuah ironi. Ia tengah berada di belantara gersang, sudah menikah dan kini menjadi janda karena kehausan Edgar akan uang. Kini, mungkin harapan satu satunya bagi dirinya adalah bergantung pada uang pula.

    Sebuah suara rendah mengatakan sesuatu dalam bahasa Spanyol, memutuskan pergolakan pikiran Jeane. Matanya dengan cepat mencari pemilik suara itu. Ternyata berasal dari penunggang kuda kurus bermata kelam, yang mengawasi dirinya dengan penuh kewaspadaan. Kudanya bergerak gerak dengan gelisah.

    Suara ke dua menyentak Jeane untuk berputar. "Barapa banyak?"

    Kalimat itu diucapkan pria jangkung berbahu lebar yang melangkah ke arah Jeane. Jeane memandang ke dalam sepasang mata biru jernih, sepasang mata dengan sorot tenang, tidak menunjukkan perasaan. Logat Inggrisnya jelas menunjukkan bahwa dia seorang Amerika.

    "Kau orang Amerika," Jeane berseru.

    Pria jangkung itu tidak menghiraukannya. "Berapa yang ayahmu bersedia membayar?"

    "Ribuan franc," tegas Jeane. "Cukup banyak bagi kalian semua, selama kalian tidak menyakiti atau mencederai aku."

    Dengan tatapan mata yang sesaat pun tidak melepaskan Jeane, pria itu berkata kepada gerombolan yang berada di belakangnya. Ia menerjemahkan kata kata Jeane tadi.

    Jeane melemparkan pandang sekilas pada penunggang kuda yang pertama berbicara itu, ingin melihat pengaruh kata katanya pada orang itu. tetapi wajah pria itu bagaikan topeng yang tidak bisa dibaca. Kembali pria itu berbicara dengan suara rendah dan perhatian Jeane kembali terpusat kepada orang Amerika itu.

    "Siapa nama ayahmu dan dia tinggal di mana?" orang Amerika itu bertanya dengan datar.

    "Ernest Cornell Richmond. Kami tinggal di Paris," jawab Jeane tanpa memberikan penjelasan panjang lebar yang dia tahu tak ada gunanya.

    "Tidak pernah dengar nama itu," pria itu menjawab acuh tak acuh.

    Mata Jeane menyapu gerombolan itu lagi. "Kalian tidak bergerak dalam lingkungan ayahku," katanya.

    Pria Amerika itu tertawa kecil tapi tidak menerjemahkan kalimat Jeane. Sebaliknya ia berjalan lebih mendekat lagi. Jeane menguatkan diri untuk tidak mundur ketika pria itu mengulurkan tangan dan menyentuh bahan blus yang dikenakannya. Pria itu berbau debu, keringat dan kuda.

    Karena berada dalam jarak dekat, Jeane dapat melihat wajah muda tampan di balik jenggot dan jambang serta wajah yang keras karena cuaca itu. Jeane mencoba menaksir usianya, tetapi garis garis pengalaman menyulitkannya. Pria itu tampak seperti berusia tiga puluhan, tetapi Jeane menduga usia pria itu jauh lebih muda.

    Mata biru pria Amerika itu menyapu diri Jeane dari atas ke bawah, tanpa melewatkan satu bagian pun, tapi Jeane tidak sedikitpun merasa canggung dengan pemeriksaan mendalam itu.

    "Ini adalah pakaian mahal," kata pria itu.

    "Demikian juga kata ayahku ketika ia membelinya untukku," jawab Jeane untuk memperkuat kedudukannya sebagai pewarius kekayaan.

    Dengan tersenyum pria itu melepaskan kain yang dipegangnya, kemudian memegang ke dua tangan Jeane. Perhatiannya tertuju pada cincin kawin emas pada jari tangan Jeane.

    "Ia?' kepala pria itu mengangguk, menunjuk kepada mayat Edgar.

    "Ya," Jeane berkata. Nama lengkapku adalah Jeane Richmond Beaufort. Kami sedang berbulan madu."

    "Apa yang kalian lakukan di sini?"

    "Edgar diberitahu bahwa ada jalan pintas melalui pegunungan ini menuju Cartagena. Ia mencoba menemukan jalan pintas itu ketika mobil kami mogok."

    "Jalan pintas itu bukan yang ini," kata pria itu. Tanpa mengubah sikap dan posisinya, pria itu mengatakan sesuatu dalam bahasa Spanyol. Jawaban suara rendah dari pria kurus bermata kelam yang ada di atas kuda itu menyebabkan suara tentangan dari gerombolan itu. Jeane menahan napasnya ketika melihat wajah wajah tidak setuju terhadap pria misterius itu. Tetapi suara suara menggerundel itu dibungkam oleh nada tegas dan berwibawa dari sosok misterius di atas kuda itu.

    "Ah, anda beruntung kali ini," pria Amerika itu berkata. "Bos kami mempercayai cerita anda," katanya. Sekalipun dikatakan dengan nada datar dan biasa biasa aja, tidak ada kehangatan dalam senyum pria itu. "Anda tahu, ada berbagai cara untuk mengetahui apakah ayah anda benar benar orang kaya, bukan?"

    "Aku tidak berdusta," Jeane menjawab dengan tenang. "Apakah kalian mengira aku berbohong?"

    "Mungkin saja kan?" kata pria itu. "Untuk menyelamatkan lehermu yang indah itu." Sambil melepaskan satu tangan Jeane, pria itu mengambil seutas tali dari seorang penunggang kuda yang lain. Perbuatan itu menjadi tanda bagi yang lain untuk melanjutkan perampasan.

    "Kau tidak perlu mengikatku," kata Jeane ketika pria itu mengikat pergelangan tangannya.

    "Ini cuma untuk berjaga jaga," katanya ketika mengencangkan tali pada salah satu pergelangan tangan Jeane sebelum beralih pada tangan yang lain.

    Kencangnya ikatan itu menyulitkan aliran darah bebas ke jari jari tangan Jeane. Setiap usaha untuk menggerakkan tangan akan makin mempererat ikatan itu.

    Pandangan mata Jeane melesat pada pria pertama yang mempercayai ceritanya. Sejak awal Jeane merasa bahwa pria itulah pemimpin rombongan itu. Saat Jeane memandangi pria itu, pria itu telah mengeluarkan suatu perintah dalam bahasa Spanyol dan orang orang yang turun dari kuda masing masing mulai naik kembali ke atas pelana.

    Pandangan Jeane kini berpindah kepada tubuh yang tergeletak di atas tanah itu. Mayat Edgar! Semestinya ia merasa sedih melihat Edgar dalam keadaan seperti itu, pikir Jeane, aneh sekali kalau tidak bersedih atas tewasnya seseorang, apalagi jika orang itu adalah suaminya sendiri. Tetapi rasa takut dan kemauan keras agar dapat bertahan hidup telah menyingkirkan semua emosi lain dalam pikiran Jeane.

1
Atikah'na Anggit
kok keane...
julius: Barusan sudah diperbaiki kak. thx
julius: waduh... salah ketik. Mohon maaf ya kak? Terima kasih koreksinya, nanti segera diperbaiki 👌
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!