Setelah mengetahui sebuah rahasia kecil, Karina merasa bahwa ia akan mendapatkan banyak keuntungan dan tidak akan rugi saat dirinya mendekati Steve, pewaris dari perusahaan saingan keluarganya, dengan menawarkan sebuah kesepakatan yang sangat mungkin tidak akan ditolak oleh Steve. Sebuah pernikahan yang mendatangkan keuntungan bersama, baik bagi perusahaan maupun secara pribadi untuk Karina dan Steve. Keduanya adalah seseorang yang sangat serius dan profesional tentang pekerjaan dan kesepakatan, ditambah keduanya tidak memiliki perasaan apa pun satu sama lain yang dapat mempengaruhi urusan percintaan masing-masing. Jadi, semuanya pasti akan berjalan dengan lancar, kan? * * Cerita ini hanyalah karangan fiksi. Baik karakter, alur, dan nama-nama di dalam tidak ada sangkut paut dengan dunia nyata.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Theodora A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 4
•
Beberapa hari setelah pertemuan penting tersebut, sesuatu akhirnya muncul dari negosiasi mereka.
“Kalian akan pergi ke Corsica.” Ujar ayah Karina dengan suara yang tenang dan menggelegar dari tempat duduk di balik meja kerjanya, suara kertas yang dibolak-balik mengiringi keheningan setelah ucapannya tersebut.
Karina tidak menanggapi dan terus sibuk dengan ponselnya. Di sebelahnya, Steve sedikit menengadah, menegakkan posisi duduknya, mengindikasi bahwa dia mendengarkan. Dia sedang dalam mode menantu teladan saat ini.
Sungguh perilaku yang patut diteladani. Karina berani bertaruh bahwa pria ini adalah wisudawan terbaik di kampusnya. Mungkin dia lulus dengan lencana kehormatan yang berkilau di atas gelarnya.
Karina telah terjun ke dalam bisnis ini sejak usia 18 tahun, segera setelah ia menyelesaikan pendidikan SMA nya. Melakukan perjalanan bisnis bukanlah sesuatu yang membuatnya bersemangat lagi ketika ia mengetahui apa arti sesungguhnya dari semua itu.
Ketika dirinya masih amatir dan baru di bidang ini, ia akan bersorak bahagia setiap kali ayahnya memberi tahu bahwa dirinya bisa ikut dalam salah satu perjalanan bisnisnya. Karina sangat bersemangat sampai-sampai tidak bisa tidur, menghabiskan waktu semalaman untuk berkemas dan memilih pakaian terbaiknya untuk perjalanan pulang pergi yang bahkan tidak sampai 48 jam.
Dan itu sampai ia menyadari arti sebenarnya dari perjalanan bisnis, fakta mengerikan dan membosankan yang ada di bagian ‘bisnis’ dari perjalanan tersebut. Dirinya terlalu terpaku pada bagian ‘perjalanan’ sehingga melupakan aspek paling melelahkan dari dua kata ini.
Ketika Karina akhirnya mengetahui bahwa perjalanan bisnis tidak seperti yang ia bayangkan, kegiatan ini menjadi hal yang paling membosankan yang pernah ada di dalam hidupnya.
Yang biasa ia lakukan hanyalah duduk manis dan terlihat cantik di samping ayahnya, memperhatikan setiap gerak gerik orang-orang yang terlibat pada rapat penting dengan tujuan agar dirinya bisa belajar, agar ia tahu apa yang harus dilakukannya ketika suatu hari nanti ia harus melakukannya sendiri. Karina bahkan tidak dapat berbicara atau menyisipkan pendapatnya ke dalam diskusi.
Ia hanya akan memperkenalkan diri, menyebutkan namanya dan mengatakan bahwa dirinya adalah anak tunggal, dan perannya pada rapat dalam perjalanan bisnis hanya sampai di situ. Jika ada klien yang merespon, mereka biasanya hanya mengajukan pertanyaan dangkal yang akan Karina tanggapi dengan senyum atau anggukan. Sungguh membosankan, bukan?
“Kapan kami harus pergi?” Karina bertanya dari tempat duduknya di sofa ruang tunggu di kantor ayahnya. Kantor yang menempati hampir setengah dari luas lantai teratas gedung perusahaan mereka. Kantor Karina sendiri terletak tepat di bawah lantai ini, tidak terlalu besar namun cukup untuk memberikan kesan yang bagus sebagai wakil direktur. Suatu hari nanti dirinya juga akan menempati ruangan ini.
“Penerbangannya dijadwalkan tiga hari lagi.” Steve yang menjawab, sudah membuka file PDF tiket mereka di tabletnya. Karina menatap layar tablet itu dengan tatapan kosong selama beberapa detik, hanya agar ia tidak terlihat kurang sopan karena sudah bertanya tapi malah tidak memperhatikan, padahal sebenarnya ia sungguh tidak peduli. Ia bukan tipe yang suka dengan detail yang tidak perlu. Informasi yang singkat lebih penting daripada informasi yang terlalu berlebihan, itu adalah motto hidupnya.
Tapi kening Karina langsung berkerut ketika ia menyadari sesuatu setelah menatap layar cukup lama. “Bukankah pertemuan besar Cellarwise Corporation juga tiga hari lagi?” Tanya Karina dengan alis yang terangkat, kepalanya menoleh menatap ayahnya. “Siapa yang memesan tiket ini? Benar-benar manajemen waktu yang buruk.”
Wajah ayahnya langsung berubah datar, bibirnya membentuk garis lurus sebelum dia menjawab dengan suara datar, “Aku yang memesannya.”
Dua detik keheningan total yang terjadi setelahnya benar-benar terasa seperti sebuah adegan komedi. Di samping Karina, Steve hanya mengedipkan matanya. Dia sangat ingin menanyakan soal jadwal yang bentrok tersebut, tapi tahu lebih baik untuk diam saja.
Karena Karina merupakan yang paling banyak bicara di antara mereka berdua. Maka itu, Steve memilih untuk diam, dia tahu Karina pasti akan segera menanyakan hal yang sama.
Karina menegakkan tubuhnya, alisnya berkerut bersamaan dengan bibirnya yang terbuka. Bingo. “Tapi kenapa? Pertemuan bersama Cellarwise Corporation akan diadakan di California di hari yang sama. Lalu bagaimana bisa ayah hadir di Corsica untuk–”
“Itulah sebabnya aku mengirimmu ke Corsica, putriku.” Sang ayah memotong ucapan Karina dengan suara yang tegas, matanya menatap tajam ke arahnya lalu beralih ke pria di sampinya. “Kamu dan Steve.” Dan keduanya langsung bertukar tatapan tercengang. “Kalian berdua akan menghadiri pertemuan di Corsica tanpaku. Aku percaya bahwa aku sudah cukup mengajarimu untuk berhasil menangani proyek ini tanpa kehadiranku, Karina.”
Tiba-tiba, persepsinya tentang apa yang biasanya dilakukan dalam perjalanan bisnis terhapus dengan sendirinya. Matanya membulat, campuran antara rasa terkejut dan antisipasi. Apakah ayahnya akhirnya mengakui potensinya dan membiarkannya ‘memegang kendali’ dan bukan lagi ‘belajar menguasainya’ kali ini?
“Tentu saja, Ayah.” Jawab Karina, dengan nada yang penuh keyakinan. Ayahnya hanya memberinya satu anggukan, kemudian menoleh pada Steve yang kini duduknya menjadih semakin tegak di bawah tatapan sang direktur utama. “Dan aku percaya kamu juga akan membantu Karina menangani proyek ini dengan lancar, Steve.” Ayah Karina tersenyum sebelum kembali melanjutkan. “Dan tentu saja juga menjaga putriku dengan baik disana.”
Senyum bangga seorang ayah kepada menantunya muncul di bibir ayahnya, dan wajah Karina seketika memanas. Betapa Karina berharap sofa yang ia duduki saat ini tiba-tiba terbuka dan menelannya. Steve di sebelahnya hanya tertawa dengan sopan, tawa yang terdengar begitu palsu hingga membuat tulang Karina rasanya ngilu. “Tentu saja, Ayah.”
“Baiklah kalau begitu,” Ayah Karina meregangkan tubuhnya yang sedari tadi duduk dengan tegak dan menyandarkan punggungnya dengan nyaman di kursinya. “Sekretarisku akan mengurus semua dokumen-dokumen yang kalian perlukan. Semuanya akan selesai dan dikirimkan pada kalian setelah jam makan siang.”
“Perjalanan ini akan memakan waktu selama dua minggu. Rincian proyek akan dilampirkan dengan jelas pada dokumen, kalian hanya perlu membaca dan memahaminya. Pastikan saja bahwa produk kali ini bisa melebihi penjualan marjinal dari produk sebelumnya. Para investor tampak tidak terlalu puas dengan yang sebelumnya.”
Keduanya hanya mengangguk mengerti. Karina baru saja akan berdiri, merapikan blazernya dan membersihkan debu-debu yang tak terlihat. “Apa ada hal lain yang perlu kami ketahui?”
“Oh, iya, ibu kalian juga akan ikut. Ibumu tanpa sengaja melihat saat aku memesan tiket penerbangan kalian, dan dia mengatakan bahwa dia ingin ikut berlibur ke Corsica bersama ibu Steve agar mereka bisa menjadi lebih dekat. Dan tentunya aku tidak bisa menolak permintaannya itu.”
Dan saat itulah gambaran ideal tentang perjalanan bisnis yang santai dan menyenangkan yang Karina bangun di kepalanya hancur seketika. Gambaran dua minggu tanpa harus berpura-pura cinta pada Steve dan jauh dari pengawasan orang tua mereka sirna begitu saja.
Apakah dirinya tidak salah dengan barusan? Ayahnya hanya bercanda, kan? Terjebak tidak hanya dengan ibunya tapi juga ibu mertuanya di sebuah pulau selama dua minggu di mana mereka akan bertemu satu sama lain lebih sering daripada sebelumnya tentu adalah sebuah mimpi buruk bagi Karina. Ditambah lagi dua minggu tanpa bisa bebas menghubungi Felix.
Jantung Karina terasa dingin, dan di saat yang bersamaan Steve juga merasakan hal yang sama. Mereka saling tatap dengan sorot mata ngeri dan khawatir. Ayah Karina kembali bersuara, sepertinya sama sekali tidak menyadari ekspresi terkejut dari putri dan menantunya itu.
“Ibu kalian akan menghabiskan waktu hanya berdua saja, jadwal liburan mereka akan terpisah dan berbeda dengan jadwal kalian berdua. Aku sudah menyewa sebuah mansion besar di daerah bukit dekat pantai untuk perjalanan kali ini, kalian berempat akan tinggal disana.” Ayahnya berhenti sejenak sambil melonggarkan dasinya.
“Jangan khawatir, baik ibumu atau ibu Steve tidak akan menggangu perjalanan bisnis ini. Mungkin kalian hanya akan bertemu dengan mereka saat sarapan, atau saat makan malam jika kalian sudah kembali kerumah.”
Ayah Karina terus melanjutkan monolognya, masih tidak menyadari ekspresi ketakutan di mata putrinya. “Nanti aku akan sekalian meminta sekretarisku mengirim detail konfirmasi pemesanan mansion. Pokoknya kalian akan terima semuanya dengan beres. Aku tahu kamu tidak suka detail-detail yang tidak perlu, putriku.”
Ayahnya akhirnya berbicara pada Karina, matanya bertemu dengan mata putrinya itu dan Karina dengan cepat menetralkan ekspresinya. Ok, mansion besar, tinggal bersama, makan siang atau makan malam bersama. Sungguh, Karina yakin ia tidak akan bisa melakukan apa pun sesukanya selama dua minggu perjalanan bisnis ini.
“Selain itu, sedikit quality time bersama ibu kalian bukan ide yang buruk juga. Kalian harus melakukan yang terbaik dalam proyek kali ini, tapi jangan lupa untuk menikmati waktu bersama juga. Kalian berdua sangat sibuk dengan pekerjaan hingga bahkan tidak sempat pergi berbulan madu.” Senyum bangga seorang ayah itu kembali tersungging di wajahnya, dan Karina merasa sangat bangga pada dirinya sendiri karena bisa mengontrol ekspresinya, ketika sebenarnya ia sangat ingin menangis dan berteriak frustasi. “Anggap saja ini hadiah pernikahan dariku untuk kalian. Jangan terlalu mengkhawatirkan tentang proyek ini, semuanya akan berjalan lancar seperti biasanya.”
Karina hanya bisa menanggapi ucapan ayahnya dengan senyum tipis. Ingin rasanya ia membenturkan kepalanya ke dinding.
“Kami mengerti, Ayah.” Respon Steve. Karina mengangguk di samping Steve. Ketakutan memenuhi setiap pembuluh darah di tubuhnya, menyuntikkan kegelisahan yang terasa seperti racun ke dalam darahnya. Karina berpikir mungkin dirinya bisa melamar pekerjaan di Broadway dengan monolog internalnya yang sangat melodramatis ini.
“Kalian berdua boleh pergi sekarang,” ujar ayahnya, dan keduanya langsung berdiri bersamaan. “Semoga beruntung,” ayahnya kembali berujar, yang kali ini direspon dengan ucapan terima kasih oleh keduanya.
Begitu berada di luar ruangan kerja ayahnya, Karina langsung menghela napas berat. Ia dan Steve langsung melangkah menuju lift.
“Memangnya Corsica itu ada di mana?” tanya Karina sambil menekan tombol lift.
“Salah satu dari sekian banyak pulau di Prancis, berada di laut Mediterania. Corsica adalah kota pesisir jadi ada banyak gunung dan pantai di sana. Aku pernah baca kalau anggur disana memang sangat baik.” Jawab Steve panjang, membuat Karina menatapnya dengan tatapan aneh.
“Kamu ini sebenarnya kamus berjalan atau apa, sih?” tanya Karina, langsung berjalan masuk begitu pintu lift terbuka.
“Kamu saja yang nggak memperhatikan pelajaran geografi saat masih di sekolah.” Jawab Steve yang membuat Karina menyikut lengannya.
Tanpa mereka ketahui, perjalan ini akan mendatangkan serangkaian hal yang akan mengubah hidup mereka, mengubah cara pandang mereka terhadap satu sama lain. Dan ketika mereka melihat ke belakang beberapa minggu dari sekarang, hanya Tuhan yang tahu seberapa besar penyesalan yang muncul dalam diri keduanya.
•
•
aku mampir nih thor... semangat ya!
😭