DIKEJAR CINTA OM DUDA

Semua mata jelas saja tertuju pada satu pasangan yang baru saja berjalan memasuki ballroom dan duduk di meja VIP pemilik hotel.

Mereka semua memberikan senyum terbaik ketika tatapan mereka beradu dengan kelurga Xalendra.

Tidak banyak wanita yang tidak memuji wajah cantik yang berjalan di samping Arsen, mereka begitu memuji keberuntungan gadis itu.

"Kau gugup?" Tanya Arsen yang melihat reaksi Casandra lebih banyak menunduk.

Gadis itu mendongak menatap Arsen. "Aku yakin setelah ini pasti akan semakin banyak orang yang membenci ku, terutama kaum wanita." Desis Casandra pelan.

Arsen menyentuh tangan Casandra dan menggenggamnya erat, menyalurkan rasa hangat. "Aku tidak akan membiarkan mereka menyentuhmu." Ucap Arsen penuh dengan keseriusan.

Ucapan Arsen hanya mendapat respon datar dari Casandra, gadis itu sama sekali tidak berminat untuk berada di posisi seperti ini.

Lebih banyak menyendiri membuat Casandra tidak nyaman dan merasa asing, apalagi dirinya menjadi pusat perhatian. Hingga saat matanya mengedar Casandra tidak sengaja melihat tatapan kebencian dari seorang wanita, Casandra bisa melihat tatapan itu.

"Kau lihat wanita di sana." Casandra menujuk dengan dagunya, dan Arsen mengikuti pandangan Casandra. "Dia lebih menginginkan di posisi ku sekarang, bahkan dia bisa sangat membenciku hanya karena kau dekat dengan ku." Ucap Casandra dengan sinis dan tatapan datar nya menatap Jovanca dari jarak yang lumayan jaun.

Arsen hanya bisa menghela napas, dirinya tidak menyangka Casandra begitu terganggu dengan Jovanca. Mantan istri yang memang sudah selesai.

"Bahkan dia tidak sepenting posisi mu sekarang, meksipun dulu masih menjadi istriku."

Casandra langung menatap Arsen, entah kenapa dirinya semakin kesal mendengar kenyataan dari bibir Arsen sendiri, mekipun dirinya sudah tahu jika wanita yang menjadi model itu adalah mantan istrinya.

"Mau kemana?" Arsen menyentuh tangan Casandra ketika gadis itu akan beranjak.

"Pipis, mau ikut?" Casandra menaikan satu alisnya, membuat Arsen menggeleng.

"Jangan lama-lama." Ucapnya yang tidak dihiraukan Casandra.

Gadis itu terlalu muak dengan keadaan, dibenci dan di jauhi sudah makanannya, bahkan semua itu dilakukan oleh keluarganya sendiri. Rasanya Casandra memang hanya di takdirkan untuk di benci dan hidup sendiri.

Melihat Arsen hanya sendiri, dan sedang terlibat obrolan, Jovanca datang mendekat dengan senyum manis terbaiknya semoga bisa menarik simpati Arsen lagi. Wanita itu dengan santainya menyapa Arsen dan juga kolega Arsen.

"Malam tuan." Ucap Jovanca sopan sambil menampilkan senyum terbaiknya.

Pria yang disapa Jovanca hanya menaikan alisnya tidak mengenal wanita itu.

"Perkenalkan saya-"

"Apa anda mengenalnya tuan?" Tanya pria itu pada Arsen.

Arsen hanya tersenyum. "Apa anda lupa jika dia mantan istri saya." Jawab Arsen dengan kekehan.

Pria itu hanya ber'oh ria saja. "Saya pikir dia wanita yang tiba-tiba datang untuk menggoda." Ucap pria itu membuat Arsen hanya geleng kepala.

Sedangkan Jovanca sudah mengepalkan tangannya dengan wajah merah padam memendam amarah dengan apa yang pria tadi ucapkan.

"Dia seorang model, jadi harus berpenampilan menarik." Tutur Arsen tanpa melihat Jovanca yang sudah menahan marah malu.

Jovanca memang sedang memakai dress terbuka, dengan belahan dada rendah dan bagian punggung mulusnya terekspose, dan Arsen tidak suka dengan wanita berpenampilan seperti itu. Karena baginya tubuh wanitanya hanya dirinya yang melihat, tidak untuk di pertontonkan untuk umum, yang akan berfantasi liar jika melihatnya. Dan Jovanca yang dulu memang sudah berubah dengan yang sekarang.

"Gadis tadi sangat cantik, anda bertemu dimana?" Ucap pria yang memang rekan Arsen.

Arsen tersenyum mengingat gadis angkuh dan juga sangat galak dengan tatapan datar yang dia miliki. Tapi ada sesuatu yang membuat Arsen bisa jatuh cinta pada nya.

"Dia gadis pemberang yang pernah saya temui." Ucapanya sambil menatap gadis yang berjalan mendekatinya.

Jovanca tentu saja semakin membenci Casandra mendengar semua ucapan Arsen membuat hatinya kian memanas, apalagi Arsen tidak pernah tersenyum tulus dan bahagia ketika dulu menatapnya, berbeda dengan tatapannya pada gadis itu.