Alan ... menikahlah dengan Delila, ku mohon! Aku sangat mencintai anakku Delila, aku paling tidak bisa terima bila dia di permalukan. Nelson Jocelyn
Saya tidak mau karena saya tidak mencintainya. Alan Hendra Winata
Maaf, maafkan aku telah menyeretmu ke dalam masalah besar ini. Delila Jocelyn
Pernikahan yang tak di inginkan itu apakah tumbuh benih-benih cinta atau hanya akan ada rasa sakit yang menjalar di antara keduanya?
Yang penasaran dengan ceritanya langsung saja kepoin ceritanya disini yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bilqies, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Terbelenggu Masa Lalu
"Delila motornya sudah datang. Ayo kita sarapan dulu dan setelah itu kita pergi berkeliling," ajak Alan yang kini sudah berdiri disebelahnya.
"Ayo!" jawab Delila penuh semangat.
"Katanya mau makan, kenapa diam? Nggak enak makanannya?" Delila memberondong beberapa pertanyaan yang berhasil membuat Alan bingung mau menjawab yang mana dulu. Dia memajukan wajahnya mendekati Alan yang sibuk dengan pikirannya.
Delila tersenyum nakal dan menjulurkan lidahnya untuk menggoda lelaki yang kini menjadi suaminya itu.
"Hayoo kamu sedang ngelamunin apa? Yuk ah makan dan pergi jalan-jalan," ajak Delila sembari membalikkan tubuhnya dan berjalan meninggalkan Alan.
Seketika seulas senyum terbit di wajah Alan. Lelaki itu bahagia ketika melihat Delila yang mulai meninggalkannya, gadis itu tampak tenang dan ceria. Dan sepertinya sudah menjadi rencana Tuhan mengirimkan Delila sebagai teman pelipur laranya.
"Delila, tunggu!" Alan mulai beranjak dan berjalan menyusul istrinya itu.
🌷🌷🌷
"Gimana, kamu udah siap Delila?" tanya Alan.
"Hu'um," jawab Delila sambil menganggukkan kepalanya.
"Kamu yakin mau naik motor?" tanya Alan kembali memastikan.
"Yakin dong. Dulu Daddy juga suka mengajak aku berkeliling pakai motor. Jadi aku sudah terbiasa," jawab Delila penuh semangat.
"Hmmm ... ayo kita pergi sekarang juga biar nggak terlalu siang," ajak Alan.
Di luar villa tampak motor besar terparkir sempurna yang akan di gunakan mereka untuk berkeliling Bali di hari ini. Alan menyerahkan sebuah helm berwarna hitam dan tak lupa memasangkannya pada Delila. Keduanya diam dalam sunyi, meski mereka sudah berteman selama satu tahun terakhir ini namun untuk berdekatan seperti ini baru mereka alami setelah keduanya terpaksa menikah.
"Luna mana mau di ajak naik motor, naik mobil aja nunggu AC menyala dan mobil sudah dalam suhu dingin baru dia mau masuk ke dalam mobil." Alan tertawa kala mengingat hal lucu tentang sosok Luna, wanita yang tega meninggalkan dirinya demi lelaki lain.
"Ah ... maaf Delila." Alan baru sadar telah membicarakan wanita yang sudah menyakitinya juga Delila.
"Its ok. Kamu tak perlu minta maaf. Aku bisa memahami, tentu banyak kenangan tentang seseorang yang kita cintai dan tak mudah bagi kita melupakannya," jawab Delila tanpa rasa marah sedikitpun.
Delila tak merasa marah ketika Alan menceritakan mantan kekasihnya. Delila bisa mengerti tentu sangat sulit bagi Alan untuk melupakan wanita yang sangat di cintainya.
Sedangkan Alan hanya tersenyum hambar ketika Delila mengatakan itu. Tanpa berkata-kata lagi Alan menaiki motornya dan kemudian di susul oleh Delila.
"Pegangan Delila," ucap Alan seraya menarik tangan Delila agar memeluk pinggangnya.
Delila pun menurut dengan dada yang berdebar.
'Kenapa dengan jantungku ini?'
Sedangkan Alan, dia tersenyum senang ketika tangan Delila melingkar di pinggangnya.
🌷🌷🌷
Setelah beberapa jam berkeliling Bali pakai motor. Kini mereka telah tiba di sebuah pantai yang indah, namun begitu sepi pengunjung.
"Aku sangat suka ke pantai ini, tak terlalu ramai tapi indah," ucap Alan seraya menyerahkan satu buah kelapa yang telah siap untuk di nikmati pada Delila.
"Terimakasih." Delila menerima buah kelapa itu lalu menikmatinya.
"Kamu capek nggak?" tanya Alan menatap sekilas Delila.
"Nggak," jawab Delila seraya tersenyum menampilkan deretan giginya yang rapi terlihat jelas.
Senyuman yang indah dan selalu menular ke suaminya itu. Sebab kini Alan pun ikut tersenyum pada Delila tanpa alasan.
"Mau nggak main air?" tanya Alan.
"Mmm ... pengen sih tapi aku nggak bawa baju ganti," jawab Delila sembari terus menikmati buah kelapanya.
"Aku gendong aja, mau kan?" tanya Alan kembali.
"Hah?" Delila membulatkan bola matanya. Seolah dia tak percaya dengan apa yang di katakan oleh Alan barusan.
"Iya, aku gendong di punggungku aja. Mau ya? Jadi nggak akan basah. Ayo sini pegangan." Alan membalikkan badannya dan meminta Delila untuk memeluknya dari arah belakang sebagai pegangan.
Delila sempat terdiam sembari menatap punggung lebar dan kokoh itu.
"Ayo naik Delila," ajak Alan kembali sembari menolehkan wajahnya.
Ada keraguan yang menyeruak di dalam hatinya. Sebelum akhirnya Delila pun menuruti keinginan Alan. Dia mengalungkan tangannya ke leher suaminya itu dan Alan pun berdiri dengan menggendong Delila di punggungnya.
"Ternyata kamu ringan banget ya, Delila." Alan tertawa ketika mengatakan itu.
"Enak aja, makanku banyak tahu!" jawab Delila tidak terima sembari mengeratkan pelukannya dan Alan kembali tertawa.
Mungkin untuk saat ini memang belum ada getaran atau apapun yang di rasakan keduanya. Namun baik Alan dan Delila telah merasakan sangat nyaman dengan kedekatan mereka hari ini. Dan itu sudah cukup bagi mereka hingga tidak ada kecanggungan lagi di antara keduanya. Setidaknya sudah ada perkembangan untuk hubungan mereka agar bisa saling melupakan masa lalu mereka masing-masing.
"Alan turunin aku. Aku bisa jalan kok," pinta Delila yang terus merengek meminta Alan untuk menurunkannya. Sebab Delila tak ingin membuat Alan capek karena menggendongnya.
"Jangan nanti kaki kamu kotor dan pasti nggak nyaman kalau pakai sepatu lagi," tolak Alan.
"Kamu tenang aja, nanti aku bersihin kakiku." Delila terus mencari alasan agar Alan mau menurunkannya. Tapi usahanya tidak berhasil sebab Alan tetap kekeh dengan pendiriannya.
"Udah ah gini aja. Kamu yang nurut sama aku." Alan bersikeras menolak keinginan Delila. Entah kenapa dia begitu enggan untuk menurunkan Delila dari gendongannya.
🌷🌷🌷
Tepat jam empat sore keduanya telah sampai kembali di villa mereka. Secara silih berganti mereka membersihkan diri, di mulai dari Delila yang terlebih dulu melakukan itu.
Kini Delila sedang duduk di sebuah bangku yang berada di luar villa, tempatnya tak jauh dari kolam renang. Dia menatap lurus dengan pandangan menerawang seolah memikirkan sesuatu. Tak lama Alan datang dan duduk di sebelahnya.
"Apa kamu capek?" tanya Alan yang berhasil membuyarkan lamunan Delila.
"Nggak kok. Aku malah senang sekali hari ini. Terimakasih ya Lucas." Tanpa dia sadar Delila telah salah menyebutkan nama.
Seketika Alan tersenyum samar. Tanpa Delila bercerita pun, hingga akhirnya Alan tahu siapa yang Delila lamunkan tadi. Dia jadi ingat dimana dirinya yang juga masih mengingat sosok yang telah menyakitinya.
"Maaf. Aku tidak bermaksud untuk ...."
"Its ok, Delila. Kamu tenang aja, seperti yang kamu bilang tadi pagi. Pasti sulit melupakan seseorang yang sangat kita cintai, meskipun mereka menyakiti hati kita."
Delila menyenderkan kepalanya ke bahu Alan sembari menghela nafas beratnya.
"Lucas adalah cinta pertama aku. Meskipun tak ingin mengingatnya, tapi tak semudah itu untuk melupakannya," ucap Delila dengan wajah sendunya.
"Luna juga cinta pertama bagiku, sehingga aku sulit untuk menerima semua ini," timpal Alan sambil tersenyum kecut kala mengingat perbuatan Luna yang menyakitinya.
"Semoga kita dapat segera menemukan cinta terakhir yang bisa membuat kita bahagia dan melupakan mereka."
.
.
.
🌷Bersambung🌷
yah dah di pastikan ini mah novel sering tahan nafas 😁😁😁😁
pantes kalau Lucas sma Luna