Cerita ini kelanjutan dari( Cinta tuan Dokter yang posesif).
Reihan Darendra Atmaja, dokter muda yang terkenal begitu sangat ramah pada pasien namun tidak pada para bawahannya. Bawahannya mengenal ia sebagai Dokter yang arogan kecuali pada dua wanita yang begitu ia cintai yaitu Mimi dan Kakak perempuannya.
Hingga suatu hari ia dipertemukan dengan gadis barbar. Sifatnya yang arogan seakan tidak pernah ditakuti.
Yuk simak seperti apa kisah mereka!. Untuk kalian yang nunggu kelanjutannya kisah ini yuk merapat!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Novi Zoviza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
23. Pelaku sebenarnya
Setelah pulang dari pemakaman Zain dan Raihan tidak langsung pulang keduanya langsung mengusut tuntas penyebab kematian Ibu Aisyah. Keduanya kini berada di ruang dokter jaga yang memantau ruangan bekas perawatan Ibu Aisyah semalam. Dan Zain tampak sibuk dengan laptop yang terhubung dengan CCTV.
"Dapat...," seru Zain setelah hampir tiga jam lamanya mengotak atik komputer. Pantas saja Dokter jaga dan para suster tidak curiga sama sekali ternyata ada yang menyabotase cctv. Dan akhirnya berkat kepintaran Zain dalam dunia IT. Dan akhirnya ia bisa menemukan pelaku. Jangan lupa Zain mewarisi kepintaran Mamanya ,Mika.
Reihan yang sejak tadi memeriksa berkas medis ibunya Jessi menoleh pada layar komputer. Seorang wanita paruh baya berusaha menyuntikkan sesuatu pada Ibu Aisyah."Kak coba zoom wajahnya!," ucap Reihan.
"Silahkan kamu lanjutkan Rei, kamu ahli dalam bidang ini," jawab Zain berdiri dari tempat duduknya. Bukan ia tidak bisa tapi matanya sudah terasa lelah menatap layar komputer sejak tadi apalagi ia tidak menggunakan kaca mata baca.
"Kenapa harus aku Kak, kamu kan juga bisa," protes Reihan namun tetap duduk didepan layar komputer.
"Aku ingin tahu sampai mana keahlianmu dalam dunia IT," jawab Zain.
"Yang paling ahli ini Aiden, Kak. Tapi tuh anak ada jadwal operasi," gerutu Reihan. Ia sebenarnya lebih jago dari kedua Kakaknya itu tapi ia malas untuk menunjukkan bakatnya itu.
Jari Reihan menari-nari diatas keyboard dan dalam hitungan menit ia berhasil menemukan jadi diri dari pelaku."Amira Narendra," gumam Reihan bersamaan dengan Jessi yang memasuki ruangan itu. Ia ingin tahu siapa orang yang dengan tega menghabisi Ibunya.
Jessi terpaku melihat gambar dan data diri yang tertera di layar komputer. Tangan gadis itu terkepal kuat dengan kedua mata tampak memerah. Dadanya bergemuruh hebat dengan jantung berdegup kencang saat tahu siapa yang sudah dengan kejinya membunuh Ibunya. Ia tidak akan mengampuni wanita itu dan ia tidak peduli jika ia terikat tali darah dengannya.
"Jessi... kamu mengenali wanita ini?,".tanya Zain tanpa menoleh pada Jessi dan terus menatap layar komputer.
Jessi segara keluar dari ruangan itu, ia tahu dimana bisa menemukan wanita itu sekarang. Amarah menguasainya dan ia tidak akan memaafkan orang yang sudah menghilang nyawa orang yang paling ia sayangi di dunia ini.
"Jessi...," teriak Zain melihat gadis itu pergi begitu saja. Sementara Reihan tetap fokus pada layar komputer mencari tahu siapa itu Amira Narendra. Rasanya Narendra ini tidak asing di telinganya dan pernah mendengarnya tapi entah dimana.
Zain mengejar Jessi meninggalkan Reihan di ruangan itu sendirian. Entah kemana gadis itu perginya. Ia tidak menjawab pertanyaannya dan malah pergi begitu saja.
***
Brak
Jessi membuka dengan paksa kamar rawat yang ditempati Papanya. Ia heran kenapa Papanya itu belum kunjung keluar dari rumah sakit ini. Jessi menatap nyalang wanita yang duduk di sofa, wanita yang sudah dengan kejinya menghabisi nyawa ibunya. Entah apa salah ibunya sehingga wanita itu tidak henti-hentinya mengganggunya dan Ibunya.
Jessi segara menghampiri wanita itu dan menjambak rambutnya dengan kuat lalu menampar pipi wanita itu berkali-kali.
"Akh... lepaskan aku,"teriak wanita itu dengan kencang hingga membangunkan sang adik yang tadinya tertidur pulas setelah meminum obatnya.
"Hei...siapa kamu, lepaskan Kakak saya," teriak pria paruh baya yang berada diatas ranjang rumah sakit.
Jessi tidak menghiraukan teriakan pria itu, ia semakin menjadi. Jessi tidak hanya menampar wanita tapi ia juga melempar tubuh wanita itu keatas lantai. Dan itu belum seberapa dengan apa yang dilakukan wanita ini pada Ibunya.
Jessi menginjak tangan wanita itu lalu berjongkok mencengkram kuat rahang wanita itu dengan tatapan bengisnya."Kau menghabisi nyawa Ibuku dengan begitu keji. Salah apa dia sama kamu, hah?," ucap Jessi.
"Aku tidak mengenalmu, siapa ibumu yang kau maksud?," jawab wanita itu.
"Jessi....hentikan!," teriak Zain yang tiba-tiba saja masuk menarik tangan gadis itu jika tidak Jessi bisa saja membunuh wanita itu karena Jessi tampak akan berniat mencekik wanita itu.
Wanita itu tidak menyia-nyiakan kesempatan langsung berdiri dan berlari menuju ranjang adiknya."Dokter... gadis gila ini sudah melakukan kekerasan pada saya. Dia karyawan disini bukan?. Saya akan menuntut gadis ini," ucap wanita itu yang tampak sudah babak belur.
Zain benar benar tidak menyangka betapa bar barnya Jessi.
"Dokter lepaskan saya. Saya akan membalas kematian ibu saya," teriak Jessi memberontak untuk dilepaskan. Darahnya benar-benar mendidih melihat wanita ini. Ia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang dialami Ibunya sebelum ajal menjemputnya.
"Jessi kita bisa menyelesaikan masalah ini secara baik baik bukan?. Kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah. Reihan sudah membuat laporan pada pihak kepolisian dengan bukti cctv itu. Biar hukum yang menyelesaikannya," jawab Zain.
"Dia sudah membunuh ibu saya Dokter, dia pembunuh," teriak Jessi.
"Jessi... kamu benar Jessi anakku," ujar pria paruh baya yang sejak tadi memperhatikan Jessi.
Jessi menoleh pada pria paruh baya itu dengan tatapan dinginnya."Saya tidak mengenal anda Pak, Ayah saya sudah lama mati," jawab Jessi. Ia memang sudah menganggap Papanya tiada setelah Papanya pergi meninggalkannya dengan sang ibu demi wanita lain.
"Maaf Pak atas ketidaknyamanan ini tapi saudari anda sudah melenyapkan pasien saya," ucap Zain pada pria paruh baya itu dengan wajah tenangnya.
"Bohong, itu tidak benar Farid. Aku tidak melenyapkan nyawa siapapun," teriak wanita itu dengan histeris.
"Tapi rekaman cctv sudah membuktikannya. Anda melenyapkan nyawa pasien rumah sakit ini dan saya sebagai Dokter yang menanganinya tentu saja tidak akan tinggal diam. Kami akan menuntut anda," ucap Zain.
"Farid tolong percaya sama Kakak, Farid. Kakak tidak melenyapkan nyawa siapapun," jawab wanita itu.
Tidak lama kemudian Reihan memasuki ruangan itu bersama beberapa orang security. Pria yang tampak dingin dan datar itu meminta security untuk mengamankan wanita itu dan membawanya ke kantor polisi.
"Lepaskan saya, saya tidak membunuh siapapun," teriak wanita berusaha untuk memberontak.
"Tunggu!," ucap Jessi lalu berjalan menghampiri wanita itu yang sudah dipegang oleh dua orang security.
Plak plak
Jessi kembali menampar wanita itu kini dengan lebih keras. Sudut bibir wanita itu terlihat pecah dan mengeluarkan darah segar."Itu adalah pembalasan dari Ibuku," ujar Jessi dengan tatapan penuh amarah.
Zain tampak meringis melihat Jessi menempel wanita itu tepat di depan matanya. Baru kali ini ia melihat seorang wanita cantik yang begitu bar-bar.
"Bawa dia!," ucap Reihan pada para security.
Sementara itu Jessi tampak berusaha untuk meredam amarahnya. Tanpa sadar air matanya kembali jatuh dan ia buru-buru menghapusnya dengan cepat.
"Jessi tunggu!," ujar Farid tiba-tiba.
...****************...