NovelToon NovelToon
Pasutri Bobrok

Pasutri Bobrok

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Nikahmuda / Dikelilingi wanita cantik / Tunangan Sejak Bayi / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3k
Nilai: 5
Nama Author: Rrnsnti

Cegil? itulah sebutan yang pantas untuk Chilla yang sering mengejar-ngejar Raja.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rrnsnti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

gak mau ditinggal

Hari Minggu pagi, suasana apartemen Raja dan Chilla sebenarnya tenang. Namun, seperti biasa, Chilla mulai menunjukkan sisi manjanya. Kali ini, ia merengek agar Raja tidak pergi ke kantor. Meski Raja hanya bekerja di kantor ayahnya pada akhir pekan, karena hari biasa ia masih harus sekolah, Chilla tetap merasa kesal karena mereka jarang menghabiskan waktu bersama.

"Raja, aku nggak mau kamu pergi ke kantor hari ini," rengek Chilla sambil duduk di sofa. Wajahnya ditekuk seperti anak kecil yang tidak mendapat mainan.

Raja yang sedang bersiap mengenakan jam tangan hanya bisa tersenyum tipis melihat tingkah istrinya. "Chilla, aku harus kerja. Kamu tahu kan, ini penting?" ujarnya lembut, mencoba memberi pengertian.

Chilla mengerucutkan bibirnya dan langsung berdiri, mendekati Raja sambil mengusap perutnya yang mulai terlihat sedIkit membuncit. "Nggak mau, aku lagi pengen sama kamu hari ini, sayang. Anak kamu juga pengen ditemenin sama Daddynya," ucapnya sambil menatap Raja dengan mata berbinar.

Raja menghela napas panjang, lalu berjongkok sehingga sejajar dengan perut Chilla. Ia meletakkan tangannya di sana, seolah berbicara dengan bayi mereka. "Dengar ya, Nak. Daddy kerja supaya nanti kamu punya susu, popok, dan semuanya tercukupi," katanya dengan nada lembut.

Ia lalu menatap Chilla, yang masih dengan ekspresi kesalnya. "Kalau aku nggak kerja, siapa yang bayar biaya lahiran kamu nanti? Siapa yang beliin susu buat anak kita? Pampers? Mainan?" lanjutnya sambil mengusap pipi Chilla dengan penuh kasih.

"Tapi aku nggak peduli, pokoknya aku kesel sama kamu," jawab Chilla sambil mengalihkan pandangan. Ia melepaskan tangan Raja dari pipinya, lalu berjalan masuk ke kamar dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Raja terdiam sejenak. Ia tahu, Chilla semakin manja sejak hamil. Emosinya lebih sensitif, dan terkadang sulit diajak bicara. Namun, Raja tidak menyalahkannya. Ia paham bahwa perubahan hormon membuat Chilla menjadi seperti itu. Setelah menghela napas panjang, Raja memutuskan untuk mengalah.

Ia menyusul Chilla ke kamar. Saat masuk, ia melihat istrinya sudah duduk di tepi ranjang sambil memeluk bantal. Matanya sedikit merah, tanda ia hampir menangis.

"Chilla," panggil Raja lembut.

"Apa?" sahut Chilla tanpa menoleh. Nada suaranya terdengar kesal.

Raja mendekat, duduk di samping Chilla, dan meraih tangannya. "Aku tahu kamu lagi pengen aku di sini, dan aku ngerti banget perasaan kamu. Tapi aku juga punya tanggung jawab buat kita bertiga, Chilla. Aku kerja bukan buat siapa-siapa, ini semua buat kamu dan anak kita," katanya dengan suara penuh kelembutan.

Chilla akhirnya menoleh, menatap Raja dengan mata yang berkaca-kaca. "Aku cuma ngerasa kesepian, Raja. Kamu sibuk terus, dan aku nggak punya siapa-siapa di sini selain kamu. Kadang aku mikir, apa aku egois ya kalau minta kamu di rumah?" ucapnya pelan.

Raja tersenyum kecil, lalu meraih wajah Chilla dengan kedua tangannya. "Sebentar aja, aku janji bakal cepet pulang." ujar Raja.

"Sana pergi." usir Chilla.

Raja menghela nafas kasar, ia segera pergi ke kantor.

*******

Raja melangkah memasuki ruangan Papa Arthur di kantor dengan raut wajah lelah dan penuh rasa bersalah. Ia baru saja meninggalkan apartemen, meninggalkan Chilla yang menangis karena tidak ingin dirinya bekerja di hari libur.

Papa Arthur, yang sedang duduk di kursi kerjanya, menatap Raja dengan alis terangkat. "Kenapa, muka kamu lecek banget, Ren gak dikasih jatah Chilla ya?" ledeknya dengan nada bercanda, mencoba mencairkan suasana.

Raja menghela napas panjang sebelum menjawab, "Tadi Chilla nangis, Pa. Dia nggak bolehin aku kerja."

Papa Arthur menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap putranya dengan rasa ingin tahu. "Kenapa dia nangis? Ada apa?"

Raja tampak ragu sejenak, memilih kata-kata yang tepat. "Karena…" ucapannya terhenti, dan dia tampak bingung. Raja belum memberi tahu kedua orang tuanya bahwa istrinya sedang mengandung. Ia khawatir bagaimana reaksi mereka, meskipun mereka sudah tahu bahwa dirinya dan Chilla menikah.

"Karena apa?" Papa Arthur mendesak, merasa penasaran dengan sikap Raja yang tampak canggung.

Raja akhirnya memberanikan diri, memutuskan untUk memberi tahu ayahnya lebih dulu. "Papa, jangan kasih tahu siapa-siapa dulu, ya," ucapnya pelan, seperti sedang meminta jaminan.

"Iya, apa, Raja? Kamu bikin Papa penasaran," balas Papa Arthur, semakin tak sabar.

Raja menghela napas panjang sekali lagi sebelum akhirnya mengaku, "Chilla hamil, Pa."

Papa Arthur terdiam sejenak, mencoba mencerna informasi yang baru saja ia dengar. Setelah beberapa detik, matanya membesar dan wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. "APA? Jadi Papa bakal punya cucu?" tanyanya dengan nada tak percaya, tetapi penuh kegembiraan.

Raja mengangguk kecil. "Iya, Pa. Makanya tadi Chilla nggak mau aku tinggal kerja. Dia lagi sensitif banget."

Papa Arthur tersenyum lebar, jelas terlihat bahwa kabar ini membuatnya sangat senang. "Kenapa nggak langsung kasih tahu Papa sama Mama? Ini kan kabar bagus!" serunya antusias.

Raja menggaruk belakang kepalanya, tampak sedikit canggung. "Kita juga baru tahu dua hari yang lalu, Pa. Chilla sebenarnya mau bikin kejutan buat Papa dan Mama nanti malam. Jadi aku belum bilang ke siapa-siapa."

Mendengar itu, Papa Arthur tertawa kecil. "Ya ampun, Ren. Papa senang banget dengarnya. Tapi kalau gitu, kamu nggak perlu kerja hari ini. Pulang aja, temenin istri kamu. Jangan sampai dia nangis seharian gara-gara kamu kerja."

Raja langsung menggelengkan kepala. "Tapi, Pa, kalau aku nggak kerja, siapa yang bakal handle dokumen penting yang harus Papa tanda tangan hari ini?"

Papa Arthur menatap Raja dengan tegas, tetapi ada senyum hangat di wajahnya. "Nggak ada tapi-tapian, Raja. Menantu Papa sama calon cucu Papa itu yang lebih penting daripada kerjaan. Urusan kantor bisa nunggu. Lagipula, ini hari Minggu. Kamu harus ada buat istri kamu, apalagi kalau dia lagi hamil," tegasnya.

Raja terdiam, merasa kalah argumen dengan Papanya. Ia tahu Papa Arthur benar. Sejak mereka menikah, Papa Arthur selalu menekankan bahwa keluarga harus menjadi prioritas. Apalagi sekarang, dengan kabar bahagia bahwa mereka akan segera memiliki cucu, Raja tak punya alasan lagi untuk menunda pulang.

"Baik, Pa," ucap Raja akhirnya, menyerah dengan senyum tipis. "Aku pulang sekarang. Tapi tolong Papa nggak bilang ke siapa-siapa dulu sampai malam, ya. Biar Chilla tetap bisa kasih kejutan buat Mama."

"Tenang aja, rahasia aman sama Papa," jawab Papa Arthur sambil mengedipkan sebelah matanya. "Sana, pulang. Bilang ke Chilla kalau Papa senang banget dapat kabar ini."

Raja mengangguk, merasa lega sekaligus bersyukur memiliki ayah yang pengertian. Ia lalu meninggalkan kantor dan bergegas pulang ke apartemen. Dalam perjalanan, ia memikirkan bagaimana caranya meminta maaf kepada Chilla karena sudah meninggalkannya tadi pagi. Ia tahu bahwa kehamilan membuat emosinya lebih sensitif, dan ia harus belajar lebih sabar menghadapi perubahan suasana hati istrinya.

Sesampainya di apartemen, Raja membuka pintu dengan hati-hati. Ia melihat Chilla sedang duduk di sofa ruang tamu, memeluk bantal, dan menonton acara televisi dengan wajah murung.

"Sayang," panggil Raja lembut, berjalan mendekat.

Chilla menoleh, tetapi wajahnya masih cemberut. "Kenapa balik lagi? Nggak jadi kerja?" tanyanya dingin.

Raja duduk di sampingnya dan meraih tangannya. "Papa yang suruh aku pulang. Katanya, menantu sama calon cucunya lebih penting daripada kerjaan," ucapnya sambil tersenyum.

Chilla menghela napas, tetapi sudut bibirnya mulai melengkung membentuk senyuman kecil. "Benar, tuh. Papa Arthur emang lebih ngerti daripada kamu, eh tunggu Papa tau dari mana?" sahutnya masih kesal. .

Raja tertawa kecil, lalu memeluk Chilla dengan penuh kasih. "Maaf ya, sayang. Aku tadi terlalu mikirin kerjaan. Mulai sekarang, aku bakal lebih sering ada buat kamu dan anak kita. Tadi aku kasih tau Papa tentang kehamilan kamu, tapi Papa udah janji kok gak bakal kasih tau yang lain, jadi kejutan kamu gak bakal berantakan. "

Chilla akhirnya tersenyum lebar, rasa kesalnya perlahan menghilang. "Janji ya, kamu nggak bakal ninggalin aku terlalu sering."

"Janji," balas Raja sambil mengecup keningnya.

1
Kelinciiiii
bersyukur ja
Ciaa
ayo lanjut seru juga ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!