Tiba-tiba saja Alexa menghilang di hari pernikahannya, daripada malu baik pihak laki-laki dan perempuan sepakat menikahkan Gavin dengan Anjani. Anjani sendiri merupakan kakak dari Alexa, tetapi Gavin tidak mencintainya dengan alasan usia yang lebih tua darinya. Selisih usia mereka terpaut 6 tahun, Gavin selalu berlaku kasar.
Suatu hari Alexa kembali, ia ingin kekasihnya kembali. Gavin sendiri sangat senang, mereka berencana mel3nyapkan Anjani? Berhasilkah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dollar Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
05
Anjani mulai membuka akun sosial media miliknya, ada begitu banyak notifikasi. Sebagian orang penasaran, siapa wajah dibalik Anjani Galleri.
Sedangkan Gavin pergi keluar membeli makanan, ia sangat kesal dengan Anjani. Wanita tua itu sangat menyebalkan, pikirnya.
Sampai di restoran, Gavin memesan makanan mahal. Ia juga memesan minuman yang membuat mabuk, padahal dirinya termasuk orang yang gampang mabuk.
Di rumah Anjani memasak ayam rica-rica, ia tidak peduli karena siapa suruh menghinanya terus. Bahkan, membuat persyaratan yang tidak masuk akal. Setelah masakannya jadi, Anjani membawanya ke kamar untuk dimakan.
Makan ayam rica-rica yang panas di malam hari, membuat tenggorokan dimanjakan. Selesai makan, Anjani lanjut melukis di buku tebalnya.
Jam 11 malam, Gavin dengan dengan membawa mobil ugal-ugalan. Sampai rumah, pintu tidak ditutup sama sekali.
"Arrgh!" teriak Gavin, "kenapa kamu ninggalin aku sayang ...."
Anjani mendengar suara Gavin, ia kemudian memeriksa cctv yang terhubung ke laptopnya.
"Jadi dia mabuk," gumam Anjani, "pria yang tak berguna!"
Anjani mengabaikan Gavin, ia lanjut melukis. Sedangkan, Gavin sendiri sudah tidak bisa bangun bahkan muntah.
Paginya, Anjani sudah bersih dan rapi. Saat keluar dari kamar, ia melihat Gavin terlentang ditengah pintu rumah.
"Gimana aku bisa keluar," ucap Anjani dengan bingung. Anjani kemudian memilih pintu belakang tiba-tiba kakinya ditahan oleh Gavin.
"Tolong saya," ucap Gavin.
"Kenapa saya harus menolong?" tanya Anjani.
"Saya mual," sahut Gavin.
"Maaf, itu bukan urusan saya!" ucap Anjani menolak untuk menolong Gavin, ia kemudian pergi ke belakang.
Gavin yang merasa harga dirinya diinjak sebagai suami langsung marah, lalu ia berdiri dan mengejar Anjani.
"Anjani!" panggilnya dengan berteriak.
Gavin menarik kasar Anjani sampai terjatuh, "Dasar istri nggak tahu diri!"
"Kamu ini apa-apaan sih!" kesal Anjani sambil berdiri.
"Mau jadi istri durhaka kamu," sahut Gavin.
"Sejak kapan kamu anggap saya istri, hah!"
"Ya pokoknya kamu salah!" teriak Gavin bahkan air liurnya hampir muncrat ke wajah Anjani.
"Emm ...." Anjani menutup hidungnya karena bau mulut Gavin, "jorok!"
Anjani kemudian pergi meninggalkan Gavin, ia tidak menyangka seorang Gavin Anderson sejorok itu.
"Bau banget lagi mulutnya," gumam Anjani, "minum apa sih, dia!"
Anjani sudah sampai di garasi dan mengambil motornya lalu pergi ke toko Anjani Galleri.
Gavin sendiri mencoba mencium bau mulutnya.
"Eh, bau banget! Pantas wanita tua itu kebauan, aih, bikin malu aja!" kesal Gavin langsung mandi dan siap berangkat ke kantor.
Di tokonya, Anjani sedang meletakkan hasil lukisan beberapa hari yang lalu ke dinding.
Baru juga terpasanga 2 lukisan, kakinya malah salah menginjak saat diatas kursi. Anjani hampir jatuh, tetapi ada seseorang yang menangkapnya.
"Udah nggak papa," ucap orang itu karena melihat Anjani tutup mata.
Anjani membuka matanya dan ia melihat Roy.
"Mas Roy," ucap Anjani lalu meminta turun.
"Hampir aja tadi," sahut Roy.
"Makasih, Mas."
"Kamu mau masang lukisan ke dinding."
"Iya."
"Ya udah, sini saya pasang."
"Emang Mas Roy bisa."
"Coba aja dulu."
"Ya udah, tapi hati-hati ya Mas."
"Iya." Roy dengan mudah memasang lukisannya, "masih ada lagi nggak?"
"Ada 2 lukisan lagi, Mas," ucap Anjani.
"Sini," sahut Roy.
Anjani memberikan sisa lukisannya dan dipasang oleh Roy.
"Sudah selesai," ucap Roy sambil melihat deretan lukisan karya Anjani di dinding.
"Makasih, Mas," sahut Anjani.
"Sama-sama, oh ya, saya boleh minta tolong nggak?" tanya Roy.
"Minta tolong apa, Mas?" tanya Anjani.
"Saya minta tolong kamu lukis foto seseorang," sahut Roy.
"Boleh lihat fotonya," pinta Anjani.
"Oke, bentar." Roy membuka dompetnya, "ini, kamu bisa lukis ini kan?"
"Iya bisa."
"Syukur deh kalo bisa," ucap Roy.
Anjani pun duduk dan mulai melukis, lalu Roy celingak-celinguk.
"Pak Budi nggak lewat," ucap Roy.
"Mas pengen makan bakso?" tanya Anjani.
"Iya nih, bakso Pak Budi enak banget tahu."
"Nanti juga lewat." Baru juga Anjani bicara Pak Budi membunyikan suara mangkoknya.
"Bakso, bakso!" ucap Pak Budi.
"Nah, itu Pak Budi." Roy langsung berdiri.
"So, bakso!" ucap Pak Budi.
"Pak Budi," panggil Roy.
"Eh, ada apa Mas?" tanya Pak Budi.
"Saya beli bakso 2," sahut Roy.
"Iya, tunggu saya bungkus dulu."
"Hemm ...." Roy sangat suka dengan aroma kaldu kuahnya, "aromanya aja udah ngegoda banget Pak."
"Bisa aja Mas ini," ucap Pak Budi.
"Heheh ..." Roy tertawa cengengesan.
Pak Budi selesai membungkus baksonya, "Ini Mas, baksonya."
Roy kemudian membayarnya dengan uang Rp.50.000 an.
"Ambil aja kembaliannya, Pak," ucap Roy.
"Makasih banyak, Mas," sahut Pak Budi.
"Sama-sama," ucap Roy lagi lalu masuk ke toko, "An, saya juga beli buat kamu nih."
"Oh ya, terima kasih, Mas." Anjani tidak pernah menolak apa yang diberi orang lain, ia juga tidak pernah berharap diberi orang lain.
"Sama-sama," ucap Roy lalu bertanya dimana mangkoknya, "mangkoknya dimana?"
"Itu ada di kamar istirahat saya, Mas, masuk aja nggak ada barang berharga juga kok."
"Oke," ucap Roy lalu masuk ke dalam kamar ruang istirahatnya Anjani. Ternyata sangat kecil, ada kasur mini juga, ada meja dan kursi, mungkin buat Anjani bekerja menerima pesanan disini, ada beberapa lukisan klasik yang begitu indah di dinding, Roy langsung mengambil gambar beberapa lukisan itu dan tersenyum, kemudian mata Roy tertuju kepada satu lukisan yang sendirian di dinding. Tetapi, ada yang aneh dengan lukisan itu. Kenapa ada perempuan yang dikelilingi kegelapan, juga curah hujan, wajah wanita sangat suram, namun ada kecantikan yang ia tampilkan. Terlihat kuat tetapi banyak belahan pisau yang menuju ke arahnya. Sebenarnya apa maksud Anjani membuat lukisan itu, saking penasarannya dengan lukisan itu. Roy lupa sama mangkoknya sehingga Anjani memanggil.
"Mas Roy," panggil Anjani.
"Hah," gumam Roy tersadar.
"Mas Roy," panggil Anjani lagi.
"Iya," sahut Roy.
"Mana mangkoknya, nanti keburu dingin loh baksonya."
"Iya, ini mau keluar kok." Roy pun Segeran mengambil mangkok, garpu dan sendok. "Maaf, lama yah."
"Lumayan," ucap Anjani.
Roy menyiapkan baksonya ke dalam mangkok, pikirannya masih ada di lukisan wanita itu.
Anjani yang melihat Roy kurang fokus hanya bisa diam, ia tetap memperhatikan. Namun, saat Roy ingin membuat sambal di bakso yang satunya membuat Anjani harus menahan tangan itu.
"Sudah, Mas," ucap Anjani.
"Eh," gumam Roy lalu melihat tangannya dipegang.
"Kalau dua-duanya dikasih sambal, saya nggak suka makan pedas."
"Aduh, maaf yah."
"Nggak papa," ucap Anjani lalu mengambil gelas dan menekan dispenser dekat dengannya.
"Boleh saya tanya nggak," ucap Roy.
"Emang Mas Roy mau nanya apa," sahut Anjani yang mau memakan bakso.
"Kapan kamu buka Anjani Galleri?" tanya Roy.
BERSAMBUNG
semoga datang karma pada mereka..
Anjani aja gak pernah gangguin hidup mu...kamu aja yang tiap hari usil...
orang ketus mank harus dibalas ketus 👍👍👍