"Ibumu pembunuh!"teriak Amanda.Dadanya bergemuruh.Emosinya berkobar-kobar melihat sang putri kecilnya kini meregang nyawa karena ulah mertuanya.
"Kamu mengatakan ibuku seorang pembunuh?Dia itu mertuamu!Yang berarti ibumu juga Amanda!"teriak Richard tak mau kalah.Ia tak mau ibunya dituduh sebagai pelenyap nyawa putrinya.
Amanda,seorang istri yang harus mencari nafkah karena suaminya , Richard tak mau bekerja setelah dipecat dari tempatnya bekerja.Ia harus mengasuh putrinya yang masih berusia dua bulan,namun tanpa sepengetahuan Amanda,ibu mertuanya memberikan makanan yang belum boleh dikonsumsi oleh bayi , hingga sang anak meninggal dunia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya?Ikuti terus yuk kisah mereka🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Diandra Deanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
EPISODE 2 pov richard
"Aini alah meninggal."
Terdengar Amanda menelpon orang tuanya.
"Mampus lah aku, bisa jadi rujak aku dibuat kakaknya."
Amanda masih terus menangis sampai kami membawa jenazah Aini ke rumah.
Di rumah, sudah ramai orang datang melayat. Tangisan Amanda makin kuat, dia memeluk jenazah anak kami erat-erat, seakan tidak ingin melepaskannya.
"Aku pun sedih, Yang," ucapku mencoba menggandeng tangannya.
Tapi Amanda tak menggubrisku. Aku hanya berharap dia tak membuka mulut soal ibu yang memberikan pisang pada Aini. Tadi ibu sempat berbisik padaku, meminta agar aku menahan Amanda supaya tak bicara di depan orang banyak.
Ibu sangat dihormati di komunitas ibu-ibu. Dia selalu menekankan bahwa bayi tak boleh diberi makanan sebelum enam bulan. Bahkan, ibu sering diundang jadi pembicara di seminar parenting.
Hari ini, teman-teman ibu semua hadir. Mereka duduk di ruang tamu, berbincang. Wajah mereka semua tampak hormat pada ibu, tak menyangka kejadian ini bisa terjadi.
Sampai tiba-tiba...
"KALIAN PEMBUNUH! Kalau saja ibumu tidak memberi pisang pada Aini, anakku pasti masih hidup!" teriak Amanda histeris.
Ruangan langsung sunyi. Semua mata memandang tajam ke arah ibu.
Ibu cepat-cepat mendekat ke arahku, wajahnya mulai panik.
"Apa betul itu, Bu Ratna?" tanya salah seorang teman ibu, Bu Ayu.
"Bukan seperti itu ceritanya, Bu Ayu," jawab ibu dengan suara bergetar.
"Lantas, apa maksud ucapan menantu ibu itu?" tanya Bu Ayu lagi, matanya penuh selidik.
"Dia cuma salah paham, Bu," ibu makin tampak gugup.
Amanda masih memeluk tubuh Aini. Bahkan saat jenazah anak kami hendak dimandikan, dia bersikeras ingin tetap menggendongnya.
"Sudahlah, nanti kita bicarakan. Sekarang kita urus dulu cucuku," ucap ibu sambil menarik tangan Bu Ayu menjauh.
Amanda terlihat lemas. Dari keterangan dokter tadi, Aini meninggal karena tersedak. Kemungkinan pisang yang ibu berikan tidak cukup halus, sehingga menghambat pernapasannya.
Bukan cuma itu, ususnya juga bermasalah. Dan yang paling fatal, pernafasannya terhenti.
Aku diam selama beberapa hari. Kupikir takkan ada masalah, sebab ibu sudah berpengalaman membesarkan anak. Tapi ternyata aku salah. Peringatan dari tenaga kesehatan selama ini bukan sekadar omong kosong.
Kini aku hanya bisa melihat Amanda menangis tanpa henti.
Setelah dimandikan, jenazah Aini dikafani. Aku yang menggendongnya untuk dibawa ke pemakaman.
"Anakku… anakku… jangan bawa anakku!" jerit Amanda histeris. "Semalam saja… biarkan aku tidur dengan anakku…"
"Aku cuma mau anakku… tolong…" pintanya sambil bersujud di kakiku.
Hatiku nyaris hancur melihatnya seperti ini. Walaupun cintaku pada Amanda tak begitu besar, tapi dia istriku. Melihatnya begini, aku tak sanggup.
"Sudahlah, Manda. Jangan buat drama dan memperkeruh suasana. Anakmu itu tabungan surgamu," ucap ibu berusaha menenangkan.
Mendengar ucapan ibu, Amanda langsung bangkit dan menatap tajam.
"KAU PEMBUNUH ANAKKU!!!" bentaknya.
"Ibu kasih pisang ke anakku bukan sekali dua kali!" Amanda berteriak dan langsung lari ke kamar.
Aku sudah siap berangkat ke pemakaman, tapi langkahku terhenti saat Amanda keluar membawa piring.
"Lihat ini! Masih ada bekas pisang yang dikerok kasar! Kamu lihat, hah?!" Amanda menunjuk piring itu ke arah ibu.
"Ini yang kau berikan ke anakku! Satu pisang sudah habis, satu lagi hampir habis! Apa kau memang berniat membunuh anakku, ibu?!"
Ibu makin gugup. "Amanda! Kau benar-benar keterlaluan!" bentaknya sambil menampar piring di tangan Amanda hingga jatuh dan pecah.
Beberapa orang langsung memeluk Amanda yang kembali menangis histeris.
"Ikhlaskan, Nak, ikhlaskan… Semua kita pasti akan pergi…" ucap seorang ibu menenangkan.
"Sudah, Nduk… nanti ya. Kalau pemakaman anakmu selesai, baru kita bicara," bujuk yang lain.