Seorang gadis cantik lulusan pesantren menikah dengan pemuda tampan yang sederhana
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Orang Suusah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14 Penolakan
" Oh ya nak, gimana kerjaanmu, lancar lancar saja kan. " tanya ayah mertuanya.
" Allhamdulillah, lancar bi. " jawab Vano.
" Allhamdulillah, abi turut senang." kata ayah mertuanya yang juga ikut senang mendengarnya.
" Oh ya Abi, tadi pengurus pesantren telpon umi. katanya besok ada tamu yang akan datang, kata mereka pemimpin pondok pesantren yang ada di kabupaten XX, ingin silahturahmi dengan pondok kita. " kata sang istri yang memberitaukan informasi penting itu.
" Wah bagus dong umi, berarti pondok pesantren kita di kenal baik. " jawab sang suami yang sangat senang mendengarnya.
" Iya, jadi kita harus pulang sekarang, biar besok masih sempat untuk mempersiapkan semuanya. " kata sang istri yang tidak ingin mengecewakan tamu yang datang.
" Baiklah umi, setelah selesai sarapan kita langsung ke stasiun aja. " jawab suaminya.
" Nanti biar Vano yang antar ke stasiun bi. " ucap Vano tiba tiba.
" Kamu nggak sibuk nak?, umi sama abi bisa naik taxi aja. " jawab uminya yang tidak ingin mengganggu pekerjaan Vano.
" Nggak kok umi, kebetulan hari ini Vano masuk malam. " jawab Vano.
" Baiklah kalau begitu, jika tidak merepotkanmu. " imbuh ayah mertuanya.
Sejam kemudian, mereka pun sudah siap. Vano dan Yasmin turun kebawa mengantarkan keduanya menuju stasiun.
" Nanti umi sama abi kapan kesini lagi." tanya Yasmin yang masih rindu dengan kedua orang tuanya itu.
"Mungkin bulan depan, jika abimu tidak ada jadwal. " jawab uminya.
" Atau jika suamimu ada waktu libur, bisa datang berkunjung kepesantren. " usul uminya.
" Iya umi, insyaallah dalam waktu dekat ini Vano ada waktu libur. " jawab Vano yang tengah menyetir.
" Baguslah, umi tunggu di pesantren. " kata ibu bertuanya itu yang terlihat sudah tidak sabar.
Beberapa menit kemudian mereka pun tiba di stasiun, dan langsung masuk kedalam, karena sebentar lagi keretanya akan berangkat. Yasmin terlihat meteskan air matanya begitu kedua orang tuanya masuk kedalam kereta, Vano yang menyadari akan hal itu. Hanya bisa meliriknya saja, karena tidak bisa
berbuat apa-apa.
Sebelum kedua orang tuanya pergi, mereka sempat berpesan kepada Yasmin. Untuk melayani suaminya dengan baik, karena surga seorang istri ada pada suaminya sendiri.
Sesampainya di apartemen, aktifitas mereka kembali seperti biasanya. Yasmin yang terus mengurung diri di dalam kamarnya, sementara Vano selalu berkutak
dengan pekerjaanya.
Tiba tiba Iyan menelponya, karena mereka
membutuhkan dokter segera untukbmelakukan operasi darurat. Dengan cepat Vano masuk kedalam kamarnya bersiap siap, namun begitu ia mengambil ransel hitamnya.
Vano melihat paper bag kecil berisi ponsel, yang ia beli dulu untuk Yasmin. Vano pun keluar membawanya dan mengetuk pintu kamar sang istri.
"Yasmin..." panggil Vano.
Dengan cepat Yasmin keluar dan membuka pintu kamarnya.
" Saya rasa benda ini harus kamu ambil, agar bisa menghubungi orang tuamu jika merindukan mereka, dan juga... saya minta maaf, karena meninggalkanmu di halte bus tempo hari. " kata Vano sambil memberikan paper bag kecil itu.
Namun Yasmin tak kunjung mengambilnya. Melihat tidak ada respon dari gadis kecil itu, Vano langsung mengeluarkan ponsel itu dari dalam tas, kemudian menghidupkanya.
" Di sini sudah ada nomor kontak saya dan juga orang tuamu, saya taru di sini, kalau ada apa apa segera hubungi saya. " kata Vano yang meletakan ponsel itu di meja sofa depan TV.
Kemudian ia pamit berangkat menuju rumah
sakit. Yasmin semakin bingung apakah harus menerima ponsel itu atau tidak. Namun memang benar kata sang suami, jika setelah pindah kekota ini, dirinya memang membutuhkan benda kecil itu.
Terlebih lagi ketika sedang merindukan kedua orang tuanya, sehingga ia bisa menghubungi kapan saja dan di mana saja.
Di rumah sakit, Vano langsung di sambut oleh pasien yang sangat banyak. Hari ini ada kecelakaan bus, sehingga membuat banyak sekali pasien yang datang kerumah sakit mereka. Dengan cepat Vano mengganti pakaianya dan masuk kedalam ruang operasi.
Setelah satu operasi selesai, ia langsung di sambut dengan operasi yang lain lagi. Hingga jam menunjukan pukul sepuluh malam, Vano dan dokter yang bertugas hari itu. Selesai dengan operasi darurat mereka.
Vano berjalan menuju ruang kerjanya, sambil sesekali terlihat merenggangkan tubuhnya. Tiba tiba ada seseorang yang memanggilnya dari jauh.
Karena penasaran, Vano pun berbalik dan melihat kearah sumber suara itu. Terlihat seorang gadis cantik sedang berlari kearahnya.
" Hy. " sapa gadis itu, tersenyum manis.
"Salma. " kata Vano yang kaget melihatnya.
" Gimana kabar kamu." tanya Salma.
"Kamu ngapain di sini, bukanya sedang di jepang. " tanya Vano yang kaget melihat Salma tiba tiba ada di rumah sakit.
" Ooh.. aku baru aja sampai tadi sore, terus langsung nyamperin kamu kesini, cuma kata perawat, kamu ada jadwal operasi, makanya aku datang lagi sekarang, "jelas Salma.
"Terus kamu ngapain ke indonesia. " tanya
Vano penasaran.
" Ya aku kangen sama semua yang ada di sini temasuk kamu dan Iyan. " jawab Salma.
Vano hanya bisa diam menatap gadis itu, ada perasaan senang karena bisa melihat Salma lagi.
Namun perasaan gelisah, tiba tiba menyelimuti hati Vano, perasaan yang tidak bisa ia artikan sendiri.
Salma melihat lihat sekelilingnya karena belum melihat lyan.
" Oh ya, lyan mana, kok nggak kelihatan. " tanya Vano.
" Dia ada jadwal operasi. " jawab Vano yang masih terpaku menatap Salma.
" Oh.. ya udah deh, kalau begitu aku pamit pulang dulu, nanti kita makan makan barang, aku pengen ngobrol sama kalian. " kata Salma pamit.
Kemudian gadis itu pergi, sambil melambaikan tangan tersenyum manis. sementara itu Vano kembali masuk kedalam ruang kerjanya, pria itu masih saja bengong karena terkejut melihat kedatangan Salma yang tiba tiba.
Sudah lama ia meninggalkan indonesia, karena melanjutkan studinya di luar negeri. Namun sekarang dengan tiba tiba Salma kembali, tanpa ada pemberi tahuan terlebih dulu.
Malam menjelang, Vano pulang kerumah dengan keadaan tubuh yang sudah sangat capek karena banyaknya jadwal operasi. Ia merebahkan tubuhnya di atas sofa ruang tengah, keadaan rumah sama seperti biasa. Selalu sunyi seperti tidak ada kehidupan di dalamnya, walaupun ada Yasmin.
Di lihatnya, ponselnya yang Vano berikan masih ada di tempat yang sama seperti pagi tadi. la mengambilnya dan benar saja, Yasmin tidak mengambilnya.
Vano menghampiri kamar Yasmin dan mengetuknya.
"Yasmin... " panggilVano .
Yasmin keluar sambil menunduk.
" Kenapa ini nggak di ambil. " tanya Vano yang memegang ponsel itu.
" Saya tidak bisa menerimanya." jawab Yasmin.
" Tapi kenapa, saya memberikanya tidak ada maksud dan tujuan tertentu. " tanya Vano heran.
" Maaf tetap saya tidak bisa menerimanya." jawab Yasmin.
Vano hanya bisa memijat pangkal hidungnya, karena pusing dengan sikap Yasmin.
" Baiklah kalau kamu tidak bisa menerimanya. " kata Vano yang langsung membuangnya kedalam tempat sampah.
Yasmin langsung kaget melihatnya, barang semahal itu tidak ada harganya di mata Vano.
"Ini." kata Vano yang datang lagi, dan memberikan sebuah kartu ATM untuk Yasmin.
" Apa ini. " tanya Yasmin.
" Nafkah buat kamu, kamu pasti faham kan. " jawab Vano.
Yasmin hanya diam, sambil menatap benda itu dan tidak mengambilnya.
" Saya tidak ingin ada penolakan kali ini." kata Vano yang langsung meletakan benda kecil itu di meja dekat pintu kamar Yasmin.
Kemudian ia berlalu masuk kedalam kamarnya.
Beberapa menit, Yasmin diam mematung sambil menatap benda kecil itu. Kemudian Yasmin mengambil dan berjalan kearah kamar Vano.
Dengan memberanikan diri, Yasmin mengetuknya.
Vano yang masih berada di kamar mandi tidak mendengarnya.
Hampir setengah jam Yasmin menunggu di depan pintu kamarnya, namun Vano tak kunjung keluar.
Setelah selesai Vano keluar karena ingin mengambil air minum. Ketika ia membuka pintu, Vano langsung melihat Yasmin berdiri di depan pintu kamarnya.