Namaku Melody Bimantara, umurku baru dua puluh dua tahun, tapi sudah menjadi Manager sebuah hotel bintang lima milik keluarga.
Yang membuat aku sedih dan hampa adalah tuntutan orang tua yang memaksa aku mencari lelaki yang bisa dinikahi.
Kemana aku harus mencari laki-laki yang baik, setia dan mencintaiku? sedangkan para lelaki akan mundur jika aku bilang mereka harus "nyentana"..
Tolonglah aku apa yang harus aku perbuat??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ayumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
SERANGAN FAJAR
Aku kaget atas tindakan suamiku yang tiba-tiba m*ncium b*birku dengan kasar. Kenapa tindakannya selalu membuat aku marah?
Tangan ku berusaha menolak dadanya, tapi dia m*meluk erat. Tubuhnya bergaya seperti orang n*fsu. Apa dia lagi s4nge, tapi ada Belinda.
Aku jadi curiga, jangan-jangan semua ini akal-akalan mereka supaya aku tetap disini mengabdi.
"Diamlah, kau istriku seharusnya kau beri jatah suamimu." bisiknya dengan suara bergetar.
"Sadarlah, aku bukan istri kau."
"Berani kau menolak, aku akan telepon pak Lurah supaya dia melaporkan kau ke polisi." ancamnya.
Aku terdiam, takut juga. Karena tidak tau masalah pernikahan. Bisa jadi yang di katakannya benar. Aku harus berani, pikirku.
"Laporkan! aku tidak takut!" gertakku.
Dia lalu menggapai ponselnya yang berada di atas meja dan membukanya. Aku protes dan berusaha mengalihkan perhatiannya. Dia tidak peduli apapun yang aku katakan.
Melihat aku gugup dia kembali beraksi B*birnya terus menyerang ku secara intens. Aku yang belum pengalaman jadi bingung, akhirnya aku diam saja sambil menikmati c*umannya yang membuat detak jantungku jedag jedug.
Suara gedoran pintu dan teriakan dari Belinda tidak mengurangi aksi Arunakha.
"Pacarmu akan marah." ucapku menahan sesak. Aku merasa Arunakha semakin liar membuat aku tak berdaya. Antara takut kena sanksi hukum dan keinginan menolak.
"Biarin, aku ingin tidur dengan istri ku."
"Jangan membuat masalah, kita akan cerai secepatnya."
Aku mengingatkannya. Aku tidak mau hidup di tengah keluarga toxic. Masa depanku masih panjang, aku yakin suatu hari nanti, aku akan bertemu dengan lelaki yang tulus menyayangiku.
"Kita akan tidur b*rpelukan selama satu jam. Nanti kita ke pasar berdua." ucapnya.
Dia memperbaiki posisi, kami tidur miring pertama saling berhadapan, karena kurang nyaman aku membelakanginya. Dia tidak protes, aku lega.
Terus terang aku merasa risih tidur begini. Walaupun sofa ini khusus untuk tidur tapi tetap tidak nyaman. Body kami tinggi besar, tidak gemuk hanya saja tidur jadi nempel.
Gedoran pintu serta umpatan kasar yang ditujukan padaku sudah hilang. Mungkin Belinda capek menunggu. Biarlah!
Sampai sekarang aku tidak mengerti kenapa Arunakha malah tidur disini dan tidak mengindahkan Belinda. Apakah dia sudah terpesona dengan ku atau ada maksud tertentu?
Tangannya melingkar dipinggangku, aku mau berontak,tapi tidak bisa. Tangannya kekar dan kuat.
"Jangan berontak, aku suamimu. Kalau kau terus marah-marah aku bisa lapor polisi. Ada undang-undang yang menjerat kalau pasangan menolak kewajiban."
Kembali aku diam, aku buta masalah pernikahan.
"Kau juga bisa dijerat dengan Belinda karena berselingkuh terang-terangan."
"Sekarang aku tidak selingkuh, tapi kau harus berdamai denganku."
"Kau minta aku tidak menggugat cerai, itu maksudmu? Supaya kalian menjadikanku b4bu?"
"Tidak begitu, aku merasa berdosa kalau kau menderita...."
"Elehh...jujur saja jangan banyak bohong. aku sudaĥ tahu sifat dasar kalian semua. Aku tidak silau apa yang kalian punya."
Aku jadi emosi.
Dia lebih erat m*melukku dan nafasnya terasa menggelikan di belakang leher. Aku merinding disko saat b*birnya mejalar ke leher dan berlabuh ke b*birku. Posisi kami kembali atas dan bawah.
Sekarsng dia begitu lembut memperlakukan ku, aku semakin curiga. Aku sengaja membiarkan aksinya. Tangannya mulai usil membuat aku mengg*linjang g*li.
"Hentikan tanganmu..." bisikku menepis tangannya yang menyusuri gunung dan lembah.
"Aku cuma meraba milikku...." ucapnya penuh keyakinan. Nafasnya memburu, membuat aku semakin takut.
"Ingat, perjanjian pasca nikah kita." ucapku.
Untung aku ingat surat perjanjian itu, jika tidak, dia bisa menguasaiku sesuka hati. Bagaimanapun aku sudah resmi menjadi istrinya, walaupun belum diurus dicatatan sipil. Kami resmi suami istri menurut hukum adat.
"Apa aku salah menginginkanmu, kita sudah nikah." dia kekeh dan tak mau turun dari tubuhku.
"Baca dulu surat perjanjiannya baru di unboxing." ucapku untuk mengalihkan perhatiannya.
"Aku tau dan mengerti aku sudah baca semuanya. Tidak apa-apa. Ayo kita pindah ke ranjang, disini sempit."
Akhirnya kami pindah ke ranjang. Aku tidak takut berduaan sekarang dengannya karena dia sudah ingat isi perjanjian itu dan dia takut melanggar.
"Sudah sore aku mau ke pasar, kau tidak usah ikut. Aku tidak mau terlibat adu mulut dengan pacar kau."
"Apa kau takut tidak bisa bermesraan dengan Dion?"
"Ngapain takut, aku tidak ada hubungan istimewa dengan Dion. Kau salah menilai aku. Aku tidak semurah yang kau pikirkan. Aku bukan Belinda yang bisa dibeli dengan uang receh."
"Jangan bawa nama Belinda, dia spesial dan kaya. Kau salah menilainya, dia sangat mencintaiku."
"Kalau dia spesial kenapa kau tidak menikah dengannya dan menceraikanku? Apa kau takut tidak punya b4bu." ucapku dengan suara tinggi.
Nyesel memberikan b*birku untuknya, tau gitu aku tidak mau menerima p*lukannya.
"Kau cemburu dengan Belinda?"
"Tidak, aku malah senang dia kembali dan akan menyatu denganmu. Kau tidak bisa mempersulit lagi langkah ku untuk cerai."
"Jangan membohongi hati kecilmu, tidak mungkin kau tidak tetarik dengan ku. Aku kaya dan ganteng."
"Ciihhh....itu menurutmu, kau gede rasa. Selera orang beda-beda. Laki-laki type aku seperti Dion. Energik, humble dan bisa menghargai aku."
"Hemm, benar tebakanku kau mencintai Dion. Kelihatan saja ksu polos, ternyata kau m4niak."
"Aku cuma mengaguminya. Kita gak usah munafik, jika senang katakan terus terang jika benci katakan juga. Lebih baik pergi kalau tidak senang, jangan pura-pura baik untuk menahan orang."
Aku menyindirnya, aku tahu dia paham maksudku. Mungkin dia tidak mampu memutuskan sendiri, mempertahankan aku disini pasti sudah kesepakatan bersama.
"Orang jatuh cinta, pertama kali pasti ada rasa kagum setelah itu baru mencintainya dan pacaran, syukur-syukur menikah."
"Seperti kau dengan Belinda, sayang calon istrimu diajak lari oleh...."
"Jangan diungkit aku sakit hati kalau ingat itu. Gapapa juga, itu jalan hidup namanya."
"Kalau dia tidak kabur aku tidak mungkin disini. Kau tidak punya pembantu gratis. Maka cepat nikahi dia dan ceraikan aku."
Aku tertawa pahit dan turun dari ranjang. Sudah sore aku harus ke pasar. Ada yang aku inginkan di pasar yaitu membelikan bibi daster.
"Belum waktunya ke pasar kita belum sempat istirahat."
"Sudah sore nanti aku telat, banyak pedagang nungguin aku." ucapku tetap melangkah menuju kamar mandi.
Kalau Arunakha di temanin bisa keteter kerjaanku yang sudah terkonsep. Aku orang hotel bekerja dengan orang asing sudah biasa on time.
Apa yang harus aku beli juga tercatat rapi tidak boleh ada yang tertinggal. Begitulah aku kerja untuk memberi kesan yang baik.
*****
sukses selalu ceritamu
tunggu karma mu kalian berdua !!😤