zayn malik seorang mahasiswa di salah satu universitas ternama di kota bandung . lelaki yg kerap di panggil malik itu harus menikahi seorang gadis SMA yg masih suka main-main dan sulit di atur.
kalau bukan karena permintaan terakhir Sang ayah , gadis yg bernama zahartunnissa tidak akan menerima perjodohan dengan seorang lelaki yg tidak ia sukai.
akan kah keduanya sama-sama bertahan atas pernikahan ini?
gimana cerita selanjutnya? yuk baca kisah nya di novel ku ini ya, selamat membaca 🤗🤗
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Masrifah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 14
Mereka telah sampai di stasiun , tapi tidak ada satu pun yang keluar. Malik menghela nafas berat lalu menoleh pada andi yang juga mendapatkan kabar rumah hancur, walaupun andi tidak menangis , malik dapat melihat kehancuran di wajahnya, andi menunduk dengan wajah lesu.
Semua orang sontak menoleh panik mendengar tangisan maya. Malik sontak menghampiri mantanya itu.
" Ada apa? "
"Lik... " Panggi maya dengan suara gemetar.
" A-ayah... Ayah gue meninggal"
Semua orang sontak menghela nafas berat seakan ada sesuatu yang sangat besar menimpa dada mereka, mendengar itu mereka semakin mengkhawatirkan keadaan keluarga mereka yang belum bisa di hubungi.
Malik sepontan mengelus kepalanya maya berusaha menenangkan. Maya yang menangis tersedu-sedu seketika memeluk lelaki itu erat, malik yang tidak tega membiarkan maya menangis di pelukannya.
Tapi pikiran malik terus tertuju pada zahra yang belum jelas keadaanya sekarang.
"Satu orang pergi beli tiket, kita balik sekarang" Malik berintruksi sebab ia tidak bisa pergi karena maya masih memeluknya dan malik masih berusaha menenangkan mantannya itu di saat ia pun belum tahu kondisi istrinya. Mahendra segera pergi membeli tiket.
" May, sabar ya.. Gue turut berduka atas kepergian ayah lo"ucap malik.
"Kita balik lagi ke bandung sekarang"
Sementara itu, di halaman rumah sakit, suasana sangat ricuh, dokter dan perawat berusaha melindungi pasien-pasien mereka.
Bolak-balik membawa pasien yang belum di keluarkan dari gedung rumah sakit, banyak orang cedera sebab ada beberapa spot bangunan yang hancur karena gempa itu.
Halaman rumah sakit di penuhi pasien yang tidur di ranjangnya masing-masing. Dari puluhan pasien, salah satunya ada zahra yang terlihat lemas dengan selang oksigen di hidungnya.
" Kak malik.. " Lirih nya pelan
Di perjalanan mereka kembali ke Bandung, suasana benar-benar hening, tidak ada lagi tawa canda, tidak ada lagi kata hiking yang keluar dari mulut mereka.
Sebagian menunduk, sebagian lagi mengalihkan pandangan ke luar jendela hanya untuk berusaha mengalihkan pikiran mereka terhadap hal-hal buruk yang menimpa keluarga mereka.
Hancur hati mereka yang masih belum bisa menghubungi keluarga masing-masing. Apalagi televisi sudah menyiarkan kondisi bandung yang cukup parah dengan banyaknya rumah yang hancur dan banyak korban yang terluka berat hingga di larikan ke rumah sakit.
Hal yang membuat mereka semakin takut adalah sudah ada tiga puluh orang yang meninggal akibat reruntuhan bangunan. Mereka takut dari tiga puluh orang itu salah satunya adalah keluarga mereka.
Maya menggenggam erat tangan malik yang sorot matanya terfokus pada televisi di kereta tersebut.
Hingga mata mereka terbelalak melihat kondisi warung bi ijah yang kebetulan tersorot camera wartawan di sana.
"Bi ijah.. " Seru syahrul
Warungnya terlihat hancur, hanya sebagian saja yang terlihat masih berdiri kokoh, , mereka juga tidak tahu apa bi ijah ada disana atau sudah mengungsi ke tempat yang aman .
Mereka juga memikirkan kondisi bi ijah yang kebetulan bi ijah tinggal seorang diri tanpa anak dan suami. Malik menghela nafas berat, berkali-kali zafar menghubunginya tapi malik belum berani mengangkat sebab malik tahu zafar akan marah besar karena dirinya meninggalkan zahra sendirian di rumah.
Sebelumnya malik sudah menghubungi aisyah. Meminta ibunya memberi kabar soal kondisi zahra, tapi aisyah belum memberi kabar apapun membuat malik semakin khawatir.
Malik melirik ke arah zaidan yang dari tadi hanya diam.
" Gimana, keluarga lo? Bisa di hubungi? "Tanya malik akhirnya membuka suara pada teman kecilnya.
Zaidan menatap malik lalu menggelengkan kepala lemah.
" Gue belum tau keadaan mereka" Ucapnya membuat malik menghela nafas berat.
" May, lo tidur aja" Ucap malik pada maya yang duduk di sampingnya dan masih menggenggam tangan lelaki itu.
"Lo bakalan sibuk banget ngurusin pemakaman ayah lo, jadi siapin energi dari sekarang"
Maya mengangguk pelan lalu bersandar pada pundak malik. Dalam tidurnya sesekali ia menyeka air mata yang terus jatuh membasahi pipinya, kenyataan ayahnya meninggal membuat maya belum siap jika harus kembali ke rumah dan bertemu ayahnya dalam keadaan sudah tidak bernyawa.
Tapi, ia anak pertama perempuan, banyak hal yang perlu di siapkan untuk pemakaman ayahnya nanti, jadi maya harus berusaha kuat dan menyiapkan banyak energi untuk mengurus semuanya, sesuai apa kata malik.
Perjalanan yang cukup panjang dan melelahkan itu bukan di ganti dengan pemandangan indah yang memanjakan mata mereka. Tetapi sebaliknya, mereka malah melihat banyaknya bangunan rumah yang hancur.
Mereka berpisah di stasiun bandung, saling memeluk satu sama lain untuk memberi kekuatan dengan apa yang akan mereka hadapi nanti ketika pulang ke rumah. Rumah yang hancur atau kehilangan bagian dari keluarga. Apalagi mereka sampai stasiun bandung belum menerima kabar sedikit pun dari keluarga mereka.
"May, lo pulang sama zaidan kan? " Tanya malik.
Zaidan tengah mengeluarkan motornya di parkiran bersama yang lain.
" Keluarga lo gimana, lik? Selamat semua? " Maya balik bertanya.
Malik mengangguk.
"Alhamdulillah, keluarga gue selamat semua. Tapi.... " Malik menggantungkan kalimatnya, mengingat kondisi zahra yang belum ada kabar.
"Kalau gitu, boleh engga gue minta lo temenin gue pulang? Gue engga kuat pulang sendirian, lik... rumah gue dan zaidan jauh walaupun searah".
" May, gue engga bisa, ada hal lain yang perlu gue urus"
"Lo bilang keluarga lo selamat semua, kan? "
" Iya, tapi.... Gue tetep engga bisa, maafin gue ya, turut berduka cita buat ayah lo. Lo harus kuat demi ibu dan ade lo. Gue pulang dulu"
"Malik! " Teriak maya dengan mata berkaca-kaca, lelaki itu naik ke motornya dan pulang.
Maya sangat berharap hadirnya malik di moment seperti ini, dia butuh malik yang menemani dan menguatkan tapi malik harus melihat kondisi zahra.
Di perjalanan pulang, tak henti-hentinya malik berdoa semoga zahra dalam keadaan selamat, tidak terluka sedikit pun, sesekali ia menghela nafas berat ketika berpapasan dengan mobil ambulance.
Sepanjang jalan ia melewati beberapa rumah dan toko yang hancur, juga serpihan pepohonan yang sebagian sudah di bersihkan oleh warga.
Akhirnya ia sampai di rumah, malik segera melepas helm fullface nya dan melihat atap rumahnya yang hancur. Buru-buru ia masuk ke dalam rumah.
" Zahra... Zahra"
Kondisi di dalam rumah sangat berantakan, perabotan hancur dan berserakan di lantai, piring dan gelas yang jatuh menjadi serpihan beling kecil di dapur. Nafas malik naik turun melihat itu semua, ia mencoba berlari ke kamarnya dengan panik. Dan ketika membuka pintu kamar, zahra tidak ada di sana.
" Zahra... "
Ponselnya tiba-tiba berdering, panggilan masuk dari ibunya.
Sebelumnya ia meminta sang ibu untuk menghubungi jika sudah ada kabar dari Zahra.
"assalamu'alaikum, ma"
"waalaikumsalam, cepat kamu ke rumah sakit, zahra ada di rumah sakit".
Tidak berbicara lagi, ia langsung berlari keluar dari rumah, menaiki motornya, memakai helm nya lalu melaju dengan cepat menuju rumah sakit.