NovelToon NovelToon
3 IMPIAN

3 IMPIAN

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Duda / Mengubah Takdir / Chicklit
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: Lel

Tiga gadis desa yang memiliki pemikiran sama, tidak mau menikah muda layaknya gadis desa pada umumnya. Mereka sepakat membuat rencana hidup untuk mengubah citra gadis desa yang hanya bisa masak, macak dan manak di usia muda, menjadi perempuan pintar, santun, dan mandiri.

Nayratih, dan Pratiwi terlahir dari keluarga berada, yang tak ingin anak mereka menikah muda. Kedua orang tua mereka sudah berencana menyekolahkan ke luar kota. Terlebih Nayratih dan Pratiwi dianugerahi otak encer, sehingga peluang untuk mewujudkan citra perempuan desa yang baru terbuka lebar.

Tapi tidak dengan, Mina, gadis manis ini tidak mendapat dukungan keluarga untuk sekolah lebih tinggi, cukup SMA saja, dan orang tuanya sudah menyiapkan calon suami untuk Mina.

Bagaimana perjuangan ketiga gadis itu mewujudkan rencana hidup yang mereka impikan? ikuti kisah mereka dalam novel ini.
Siapkan tisu maupun camilan.
Selamat membaca

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

SUSAH BAHAGIA

Bu Tyas memang tak memperpanjang tawaran itu. Mina juga tidak diteror, suasana toko juga seperti biasa. Keduanya menganggap seperti tak ada apa-apa, hanya saja Mina berusaha sebisa mungkin tidak kontak mata dengan Bu Bos.

Kapan Bu Bos datang, ia akan menyibukkan diri di belakang. Kalau pun berpapasan, Mina hanya menganggukkan kepala, dan buru-buru pergi. Percayalah suasana hati Mina sudah tak seperti dulu.

"Kelihatan banget loh kamu menghindari Bu Tyas, ada apa?" tanya Kia penasaran. Tak seperti biasanya Mina banyak diam di depan Bu Tyas, biasanya menyapa dengan ramah, dan menanyakan kabar atau sekedar memuji cantiknya Bu Bos.

"Enggak. Gak ada apa-apa!" jawab Mina sedikit jutek bila membahas Bu Bos.

Kia tersenyum sinis, "Iya deh!" ucap Kia kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Mina pun kembali berkutat dengan ramainya toko. Ia akan mengumpulkan uang sebanyak biaya les kemudian resign. Mulai dari sekarang pun, ia mulai mencari pekerjaan. Fokusnya ke baby sitter atau pembantu saja. Setidaknya ia punya tempat tinggal, dan tidak ada biaya tambahan untuk tidur dan makan.

Setiap hari dilalui Mina dengan kecemasan, cemas kalau Bu Tyas bisa berubah seketika sedangkan belum ada kerjaan pengganti untuk Mina.

Sedang fokus packing kue hajatan, dering ponsel Mina terdengar keras. Buru-buru ia mengangkatnya, karena yang punya nomornya hanya beberapa, pasti penting hingga menelpon.

"Mbak masih kerja, Dek!"

"Maaf, Mbak!" terdengar suara Risma lirih dan menangis, Mina sudah berdiri kaku. Pikiran negatif mulai menghantui meski Risma belum mengucapkan.

"Ke..ke..kenapa?" tanya Mina terbata.

"Ayah, Mbak!"

"Ayah kenapa, Dek?" meski sang ayah terlalu problematik, mau bagaimana pun itu adalah ayah Mina. Tanpa beliau Mina tak akan hadir di dunia ini.

"Ayah muntah darah, Mbak!"

Mina lemas seketika. Ponselnya jatuh. Air mata keluar begitu saja. Novi dan Mbak Fitri yang ada di dekat Mina spontan memapah Mina. Novi mengambil ponsel itu, dan tentu saja ia memberitahukan kepada penelpon bahwa Mina tidak baik-baik saja, ia kemudian mematikan. Namun sebelum menutup panggilan itu, Novi sempat mendengar.

"Mbak, kemungkinan terburuk malam ini akan dioperasi!"

Novi ikut menghela nafas berat, sembari menengok pada Mina. Tak terasa air matanya ikut turun, ikut sedih dengan jalan hidup sang sahabat. Terlalu berat dilalui gadis seusia Mina.

Mina sadar, apa yang harus ia lakukan. Mereka pasti membutuhkan uang yang tak sedikit, apalagi keluarganya sejak dulu tidak mau daftar biaya kesehatan dari pemerintah. Mina ingat betul ayah menolak ajakan Pak RT.

Ikut begituan sama aja berdoa sakit suatu saat nanti, udah keluarga saya gak usah diikutkan begituan!

Pemikiran kuno yang berefek sekarang. Keluarganya pasti sedang bingung, apalagi sang ibu. Beliau pasti tak ada pegangan uang, Mina bingung memikirkannya.

"Kalau aku pinjam uang ke Bu Bos gimana, Mbak?" tanya Mina pada Kia menjelang tidur.

Kia hanya menghela nafas berat, memang itu jalan tercepat memperoleh uang. Tapi Bu Bos pasti tak mau mengeluarkan uang sebesar itu dengan status hutang. Beliau adalah pebisnis, tak mungkin mau rugi, beliau tak akan menyetujui pinjaman dengan jangka waktu yang sangat lama.

"Kamu tahu lah apa imbalannya, Min!" ucap Kia dan membuat Mina terdiam.

Malam ini Mina tak bisa tidur. Ia terus berkabar dengan Risma.

Ibu ikutan masuk rumah sakit, Mbak 😭.

Mina langsung memijit kepalanya. Pasti sang adik bingung setengah mati, mana yang harus ditunggu, dan pasti kamar ayah dan ibu beda.

Ibu masih di UGD, tekanan darah beliau sangat rendah. Sedangkan ayah, besok atau lusa menunggu hasil biopsi keluar.

Kamu sudah makan, Dek?

Gak selera, Mbak!

Maaf gak bisa pulang, akan kuusahakan mencari uangnya.

Cari uang sebanyak itu di mana, Mbak. Tolong jangan sampai melakukan hal yang kotor.

Mina berhenti mengetik. Nasehat dari sang adik jelas menamparnya. Rencananya besok pagi ia akan menyodorkan diri kepada Bu Bos dan pasti tahu resikonya.

"Tidur, Min. Meski sedih, tubuh kamu butuh istirahat!" ujar Mbak Kia prihatin, "Jangan sampai ikutan sakit juga."

"Aku kayaknya ke Bu Bos, Mbak!"

Kia langsung bangun, bahkan sampai menyalakan lampu kamar. Novi sampai protes dengan suara khas orang tidur.

"Min, kamu!"

"Pikiranku buntu, Mbak! Aku gak bisa merawat kedua orang tuaku, masa' aku juga gak bisa memberi uang untuk pengobatan mereka juga."

Mbak Kia terdiam. Serba salah juga posisi Mina. Mungkin ini adalah posisi kepepet hingga menghalalkan segala cara.

"Demi keluraga meskipun salah!"

"Mina," ucap Mbak Kia melas.

"Aku gak tau lagi, Mbak harus ngapain. Aku mau protes sama Allah, tapi rizeki bernafas pun masih diberikan. Jahat banget kalau aku mau protes. Mau menyalahkan Ayah juga untuk apa, keadaan sudah terlanjur. Ayah juga saat menegak minuman keras gak mikir efeknya apa, asal ayah senang saja. Aku sebenarnya ingin gak peduli, tapi hati kecilku melarang. Kok tega banget orang tua yang selama ini sudah merawatku, aku telantarkan ketika sakit. Jahat banget, kan!"

"Mbak gak tau lagi harus bilang apa, Min!"

"Resiko hidup miskin gini ya, Mbak. Harus mengorbankan harga diri demi uang."

"Mina," ucap Mbak Kia ikut sakit mendengar omongan Mina. Dia anak yang sangat baik, tapi keadaan yang membuat dirinya harus mengambil keputusan yang tidak baik.

"Percayalah, Mina. Kamu pasti akan mendapat kebahagian luar biasa."

"Aamiin, Mbak. Rasanya aku sudah tidak tahu rasanya bahagia itu seperti apa. 18 tahun aku hidup, perasaan susah terus. Dari kecil makan saja ikut nenek, SD- SMP aku sudah ikut menjajakan jualan ibu di sekolah. SMA, ayah mulai berhutang demi menyekolahkanku. Kata Ayah, kamu SMA harus sekolah aja yang benar, gak usah ikut jualan lagi, turun harga diri kamu. Otak kamu dipinterin biar ada orang yang mau menikahi kamu saat SMA. Kejam gak sih?" ucap Mina sembari tertawa miris, mengingat bagaimana sepak terjang keluarganya.

"Padahal mimpiku adalah menjadi wanita karier yang sukses, biar bisa mengangkat kehidupan keluargaku. Capek banget hidup serba kekurangan, Mbak!"

"Iya aku paham!"

"Ah," keluh Mina sembari menatap langit-langit kamar, sekaligus menahan laju air mata. "Doaku cuma satu, kalau suatu saat nanti aku menikah, aku gak mau mengajak anakku susah. Sudah cukup aku remuk sejak kecil, tapi tidak untuk anakku."

"Aamiin."

"Kita memang diberikan otak untuk berpikir. Kehidupan keluarga yang kita jalani sekarang tentu menjadi tempat belajar untuk masa depan kita nanti. Baiknya keluarga kita sekarang akan kita ambil kebiasaannya, buruknya keluarga juga akan kita hindari jangan sampai terjadi di keluarga kecil kita nanti. Betul bukan?"

Mina mengangguk. "Dan semoga aku bahagia suatu saat nanti!"

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!