Kisah tentang seorang gadis yang cantik dan lembut, ia harus menjalani hari-harinya yang berat setelah kepergian kakak perempuannya. Anak-anak yang harus melakukan sesuai kehendak Ibunya. Menjadikan mereka seperti apa yang mereka mau. Lalu, setelah semuanya terjadi ibunya hanya bisa menyalahkan orang lain atas apa yang telah dilakukannya. Akibatnya, anak bungsunya yang harus menanggung semua beban itu selama bertahun-tahun. Anak perempuan yang kuat bernama Aluna Madison harus memikul beban itu sendirian setelah kepergian sang kakak. Ia tinggal bersama sang Ayah karena Ibu dan Ayahnya telah bercerai. Ayahnya yang sangat kontras dengan sang ibu, benar-benar merawat Aluna dengan sangat baik. **** Lalu, ia bertemu dengan seorang laki-laki yang selalu menolongnya disaat ia mengalami hal sulit. Laki-laki yang tak sengaja ia temui di gerbong Karnival. Lalu menjadi saksi perjalanan hidup Aluna menuju kebahagian. Siapa kah dia? apakah hanya kebetulan setelah mereka saling bertemu seperti takdir. Akankah kebahagian Aluna telah datang setelah mengalami masa sulit sejak umur 9 tahun? Lika liku perjalanan mereka juga panjang, mereka juga harus melewati masa yang sulit. Tapi apakah mereka bisa melewati masa sulit itu bersama-sama? *TRIGGER WARNING* CERITA INI MENGANDUNG HAL YANG SENSITIF, SEPERTI BUNUH DIRI DAN BULLYING. PEMBACA DIHARAPKAN DAPAT LEBIH BIJAK DALAM MEMBACA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugardust, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu kembali
Aku masih terus merasakan hal kelam itu sampai aku menduduki bangku SMA , sekarang aku sudah kelas satu SMA. Kejadian bertahun-tahun yang lalu masih terus mengusikku. Hal yang sama terus menimpaku. Mereka yang satu sekolah denganku dulu di SMP langsung menyebarkan rumor itu. Rumor itu bertebaran bagaikan virus dengan cepat. Terus terjadi seperti itu, dari SD dan SMP lalu sekarang saat SMA. Setiap hari berada di sekolah sangat menyiksa. Sekolah adalah neraka bagiku. Aku selalu menunggu hari libur tiba agar aku tidak pergi ke sekolah.
" Ku kira dia tidak akan berani masuk SMA, ternyata dia masih punya muka setelah membunuh kakaknya" ucap Zea, siswi satu SMP denganku dulu.
" Bu guru kenapa sekolah ini menerima seorang pembunuh?" celetuk salah satu murid perempuan di kelasku.
" Kalian tidak boleh berkata begitu, ibu rasa itu hal yang tidak benar jadi tolong jaga ucapan kalian"
" Kata ibuku, ibunya sendiri yang mengatakan kalau dia yang membunuh kakaknya!”
" Wah sungguh mengerikan anak itu, mengapa dia harus bersekolah, harusnya dia dikurung di rumah saja!"
Hinaan-hinaan itu terus tertuju padaku, lagi-lagi aku tak bisa melawan, aku hanya menundukkan kepala ku menghadap meja, tempat dudukku juga sama seperti dulu, mereka memindahkannya di pojok belakang kelas.
" Ah kenapa dia harus di belakang ku sih, bagaimana kalau tiba-tiba dia menusukku dari belakang. Bu saya tidak mau duduk disini"
" Sudah kalian diam, bila tak nyaman silahkan keluar kelas"
" Kenapa harus kami yang keluar bu, harusnya dia!!"
Mereka semua meneriaki ku dan menyuruhku keluar kelas.
" Permisi, selamat pagi, apa ini kelas 10 A?"
Aku seperti pernah mendengar suara ini sebelumnya, suara yang lembut itu aku yakin pernah mendengarnya di suatu tempat. Ah tapi mana mungkin. Bisa saja hanya mirip.
" Ah kau anak baru yang bernama Jaeden ya?" tanya ibu guruku.
" Iya bu”
" Silakan perkenalkan diri dulu di depan kelas"
" Halo, perkenalkan nama saya Jaeden Greevenford, mohon kerjasamanya"
" Wah gila tampan sekali, akhirnya di kelas kita ada anak yang tampan" celetuk anak perempuan di kelasku.
" Sialan, kau pikir kami jelek?" saut anak laki-laki di kelasku.
" Kau boleh duduk terserah dimana kau mau" ucap bu guru.
" Hei hei kau mau duduk disampingku?, hei Gab kau pindah di samping si pembunuh sana"
" Ah sialan kau kini membuangku dan kau ingin aku mati ya? aku tak mau pindah, kau saja sana!"
Semua wanita di kelas ku tampak ingin anak baru itu duduk bersamanya. Aku tak bisa menatapnya karena begitu takut dengan tatapan anak-anak lain terhadapku, aku hanya menunduk ke bawah meja setiap hari.
Aku mendengar langkah kaki ke arahku
" Permisi, apa bangku ini kosong?"
" Ah iya, ini kosong.. kau kan?" aku terdiam dan menatapnya, dia adalah anak laki-laki yang ku temui di Karnival waktu itu, kenapa dia pindah ke sekolahku?
" Wah apa-apaan itu gila, hei kau jangan duduk disitu, dia pembunuh bisa-bisa kau selanjutnya!"
" Kenapa aku tidak boleh duduk di tempat yang ku mau?”
“ Dia itu pembunuh! kau duduk saja dengan Clarissa disini” ucap teman sebangku Clarissa.
Clarissa, anak cantik dan kaya di kelasku. Sepertinya dia menginginkan Jaeden untuk duduk bersamanya. Wajahnya terlihat sangat kesal dan dia begitu iri denganku. Saat aku melihatnya sekilas, tatapan matanya sangat tajam ke arahku. Aku buru-buru menundukkan wajahku kembali.
“ Kenapa menyuruhku begini dan begitu? dan lagi jangan berbicara omong kosong kalau kalian hanya mendengar rumor bukan melihatnya langsung jadi jangan menyebar rumor sembarangan tanpa tau faktanya" dia membelaku dengan ucapannya untuk yang kedua kalinya.
“ Dia benar kok!! itu bukan rumor belaka” celetuk Zea dengan keras.
" Hei anak-anak sudah, benar kata Jaeden jangan menyebar rumor yang tak jelas" bu guru juga terlihat membelaku.
Anak-anak masih berbisik dan tampak mengumpat padaku. Tapi aku sudah tak peduli dan tak mau dengar lagi, itu adalah makanan hari-hariku.
" Hei, terima kasih karena telah menolongku lagi, Jaeden" bisikku kepada Jaeden.
Akhirnya aku tau namanya, Jaeden Greevenford. Apa ini keajaiban dan dia akan menjadi penyelamatku. Tak ku sangka aku bertemu lagi dengannya bahkan dia duduk disampingku.
" Aku tak membantumu tuh" jawabnya.
" Apa kau sungguh akan duduk disini? kau tak perlu duduk disini, nanti namamu akan jelek setelah duduk bersamaku".
" Aku tak peduli pada orang-orang seperti mereka"
" Kau sungguh tak apa?"
" Kau sendiri masih mau terus dirundung, tidak di luar tidak di sekolah kau masih tahan begitu, kenapa diam saja dan tak melawan?"
" Percuma aku melawan pun tak akan ada yang percaya padaku"
Jam pelajaran pertama pun telah usai, saat istirahat biasanya aku akan makan di taman sekolah, karena aku takut untuk pergi ke kantin. Aku pernah makan di kantin lalu mereka menatapku dengan penuh kebencian, sinis dan kemarahan. Pernah sekali kaki ku tersandung yang dilakukan dengan sengaja oleh Gabby, salah satu teman Clarissa. Aku terjatuh dengan makanan yang aku bawa, lalu mereka semua yang ada di kantin menertawakanku. Aku yakin mereka melakukan itu dengan sengaja. Ada anak yang berpura-pura tidak tahu, tidak ingin ikut campur dan lebih memilih diam saja melihat aku dirundung begitu.
Jadi, aku lebih memilih makan sendirian di taman sekolah dengan sembunyi-sembunyi, karena aku tak punya seorang pun untuk bersandar atau sekedar berbicara. Bahkan aku tak punya tempat di sekolah ini. Aku ingin sekali punya teman, bagaimana ya rasanya.
Pernah suatu hari, ada dua anak perempuan, mereka mendatangiku di taman, Katrina dan Chloe, mereka meminta maaf karena tidak bisa bermain denganku, meminta maaf atas sikap mereka. Mereka mengatakan bahwa mereka berdua tidak percaya pada rumor itu, tapi mereka hanya mencari aman karena tidak mau membuat masalah di sekolah. Jadi mereka memilih menghindariku dan tidak mau ikut campur daripada terkena masalah. Katrina dan Chloe sungguh-sungguh meminta maaf karena tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memaklumi hal itu. Aku tersenyum kepada mereka jika aku tidak apa-apa, padahal aku tidak merasa begitu baik, aku hanya menjalani hidupku saja.
Tak seperti biasanya, hari ini ada yang mendatangiku.
" Kenapa kau makan sendirian di sini?" Jaeden datang ke tempatku entah dari mana.
" Kenapa kau tahu aku ada disini? Aku memang suka makan sendiri sambil menikmati udara segar"
" Ada dua anak perempuan yang memberitahu. Lagi-lagi kau bohong ya"
Aku hanya diam.
" Mulai sekarang aku akan menemani mu makan di sini, kalau kau butuh teman kau bisa panggil aku"
" Terima kasih, tapi kau tak perlu repot, aku tak mau kau jadi susah karena aku"
" Wah kelihatan enak sekali" dia mengambil sandwichku seakan mengalihkan pembicaraan.
" Hei, beli sana dan kenapa kau tak makan di kantin saja sih?"
" Aku tak suka makan di kantin".
Apa yang membuat dia tak menyukainya, aku masih tak tahu banyak tentang dia.
" Hei, waktu itu kau kenapa tak jadi naik bus?" aku sangat penasaran akan hal itu.
" Ada urusan lain, aku sebenarnya sedang menunggu seseorang di Karnival tapi orang itu mendadak membatalkan janjinya, saat aku tiba di halte bus, tiba-tiba orang itu bilang bahwa ingin menemuiku kembali”
" Ku kira kau sedang mengerjaiku"
" Lagian kenapa kau harus mengikuti ku sih?"
" I i itu, aku tak mengikutimu tahu!!" ah menyebalkan aku malu setengah mati.
" Hahahaha kau sungguh lucu"
Mendengar hal itu aku jadi merasa malu sepertinya pipiku menjadi sangat merah. Dia menganggapku lucu. Baru kali ini ada yang mengajakku bicara di sekolah.
Bel masuk telah berbunyi kami segera kembali ke kelas. Suasana kelas seperti biasa, mereka masih tetap menggunjingku. Melihat aku dan Jaeden berjalan bersama, membuat suasana kelas semakin panas.
" Jaeden, kau tadi kemana? kenapa tidak ke kantin? aku mencari mu di kantin" tanya anak perempuan di kelasku.
" Apa semua yang aku lakukan harus aku beritahu?”
" Pffftt" aku menahan tawaku.
" Kau kenapa ketawa sialan?" perempuan itu terlihat marah padaku.
" Kan memang lucu jadi wajar dia ketawa, kau berlagak sok akrab padaku"
" Ah menyebalkan awas kau Aluna" dia kembali ke tempat duduknya dan langsung menyebarkan rumor kepada teman-temannya tentangku. Aku bisa melihatnya dari tatapan tajam teman-teman di kelas ke arahku. Tiba-tiba aku jadi berani melihat wajah mereka, karena aku merasa aman karena ada Jaeden.
Mungkin saja rumornya seperti " wah gila dia sudah berani menggoda dan mencari muka pada anak baru itu, dia jadi berani sekarang"
Hari demi hari jadi berbeda, setelah kehadiran Jaeden di sekolah ini. Aku jadi punya teman di sekolah, makan siang bersama, bermain bersama, belajar bersama dan sesekali pergi ke perpustakaan bersama. Aku jadi bisa mengunjungi Perpustakaan karena sebelumnya aku tidak berani pergi kesana sendirian. Saat kembali ke kelas, aku selalu mendengar rumor yang berubah-ubah. Aku yakin anak-anak perempuan itu iri padaku.
Meskipun mereka bilang aku menggoda Jaeden, aku wanita murahan yang menggoda laki-laki tampan di kelas. Aku sudah muak dengan hal itu, tapi aku hanya akan tetap diam. Biarlah tong kosong seperti mereka berbicara omong kosong setiap hari, itu hanya akan merugikan diri mereka sendiri karena memberi efek negatif pada diri mereka.