NovelToon NovelToon
Cinta Seorang Perempuan Dingin

Cinta Seorang Perempuan Dingin

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Balas Dendam / Konflik etika / Bad Boy
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: syah_naz

Di ruang tamu rumah sederhana itu, suasana yang biasanya tenang berubah menjadi tegang.

"Ummi, Abiy, kenapa selalu maksa kehendak Najiha terus? Najiha masih ingin mondok, nggak mau kuliah!" serunya, suara serak oleh emosi yang tak lagi bisa dibendung.

Wajah Abiy Ahmad mengeras, matanya menyala penuh amarah. "Najiha! Berani sekarang melawan Abiy?!" bentaknya keras, membuat udara di ruangan itu seolah membeku.

"Nak... ikuti saja apa yang Abiy katakan. Semua ini demi masa depanmu," suara Ummi Lina terdengar lirih, penuh harap agar suasana mereda.

Namun Najiha hanya menggeleng dengan getir. "Najiha capek, Mi. Selalu harus nurut sama Abiy tanpa boleh bilang apa yang Najiha rasain!"
Amarah Abiy Ahmad makin memuncak. "Udah besar kepala rupanya anak ini! Kalau terus melawan, Abiy akan kawinkan kamu! Biar tahu rasanya hidup tak bisa seenaknya sendiri!" ancamnya dgn nada penuh amarah.
mau lanjut??
yuk baca karya aku ini🥰🤗

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syah_naz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

sebuah rahasia yang masih terjaga

Suasana kantin mulai hening ketika Najiha melamun, tatapan tajamnya tertuju pada mangkuk bakso yang nyaris tak tersentuh.

Gumaman kecil melintas di pikirannya, "Kenapa mereka takut membahas ini, ya? Pasti ada sesuatu yang mereka sembunyikan."

Dengan ekspresi dingin namun penuh tekad, ia bergumam dalam hati, "Baiklah, aku akan mencari tahu sendiri."

Lamunannya terputus ketika sebuah kursi di depannya ditarik dengan keras. Haidar duduk santai di depannya, sikapnya mencuri perhatian banyak orang di sekitar mereka. Najiha mendongak, tatapannya tajam menusuk Haidar.

“Ngapain lo duduk di sini? Ini tempat cewek!” ucap Najiha dingin, tanpa menunjukkan rasa terkejut sedikit pun.

Haidar, dengan seringai khas yang selalu sukses membuat siapa pun naik darah, bersandar santai. “Hmmm... Gue cuma mau nagih janji lo yang malam itu,” ucapnya penuh percaya diri.

Najiha menahan napas, mengingat janji yang pernah ia ucapkan dengan setengah hati.

 Ia kembali menyuap bakso, berusaha tak peduli. “Ntar aja. Jangan ganggu gue makan,” balasnya dengan nada ketus, tatapannya kembali ke mangkuk bakso.

Kasih dan Rini yang duduk di sebelahnya mulai merasa tak nyaman. Mereka saling pandang, ragu sejenak sebelum akhirnya bangkit dari kursi. “Ehh, kayaknya kami duduk di sana aja ya, Naj. Byeee!” kata Kasih cepat, menyeret Rini pergi tanpa memberi Najiha kesempatan menjawab.

“Eh, tapi gue sen—” Najiha mencoba menghentikan mereka, namun percuma. Mereka sudah menjauh dengan langkah tergesa.

Dengan kesal, Najiha meletakkan sendoknya dan menatap Haidar tajam. “Ihh... Ini semua gara-gara lo. Lo maunya apa, sih?” Nada suaranya memuat kemarahan yang ia tahan.

Haidar terkekeh kecil, seringai jahilnya semakin lebar. Ia bersandar ke meja, menatap Najiha dengan pandangan penuh arti. “Gue? Gue nggak mau apa-apa, Naj. Gue maunya cuma lo.”

Suaranya rendah, namun cukup untuk membuat suasana menjadi tegang.

“Gaje banget jadi cowok,” balas Najiha tajam. Ia bangkit dari kursinya, membawa nampan baksonya dan bergegas pergi, berharap bisa mengakhiri percakapan yang menurutnya tidak masuk akal itu.

Namun, sebelum ia terlalu jauh, suara Haidar yang tiba-tiba serius menghentikan langkahnya. “Naj, gue bakal kasih tahu rahasia gue, tapi cuma kalau lo nepatin janji lo ke gue.”

Langkah Najiha terhenti. Ia menghela napas dalam, berbalik dengan ekspresi datar. “Baiklah, kalau itu syaratnya. Gue setuju,” ucapnya singkat sebelum berlalu menuju kelas, meninggalkan Haidar di meja kantin.

Haidar menatap punggungnya yang semakin menjauh, seringai puas muncul di wajahnya.

“Yesss! Naj, lo nggak bakal nyesel,” gumamnya pelan. Dalam hati, Haidar tahu perasaan ini semakin kuat—ia tidak hanya ingin menjaga Najiha, tapi juga memiliki hati dingin gadis itu.

......................

Di sebuah rumah sederhana di Kalimantan, Om Malik dan Om Dian berkunjung ke kediaman Ustadz Ahmad Zain, ayah dari Najiha.

"Sudah lama sekali kita nggak bertemu," ucap Om Dian sambil menjabat tangan Ustadz Ahmad dengan hangat.

"Alhamdulillah, akhirnya bisa silaturahmi lagi," jawab Ustadz Ahmad.

Setelah berbasa-basi, mereka mulai berbincang serius di ruang tamu.

"Menurut kamu, Najiha setuju nggak dengan perjodohan ini?" tanya Om Dian dengan hati-hati.

"Setuju atau tidaknya itu keputusan saya sebagai ayahnya. Jadi, Bapak tenang saja," jawab Ustadz Ahmad tegas.

Om Malik, kakak Ahmad, tampak berpikir sejenak. "Tapi, Ahmad, apa nggak sebaiknya kita tanya pendapat Najiha dulu? Anak itu sudah dewasa."

Ustadz Ahmad menggeleng pelan, tapi tegas. "Tidak perlu, Kak. Dia pasti nurut. Najiha itu anak yang tahu kewajiban kepada orang tua."

"Kalau begitu, Alhamdulillah. Mari kita segera atur tanggal pernikahannya," ucap Om Dian dengan lega.

Namun, diskusi mereka tidak berhenti di situ. Om Malik menoleh ke Dian. "Kalau Haidar, bagaimana pendapatnya?"

Dian tersenyum tipis. "Haidar? Dia sendiri yang minta. Katanya dia ingin menikahi Najiha. Dia bahkan berjanji akan berubah demi Najiha."

"Bagus, kalau begitu. Saya percaya, Najiha bisa membuat Haidar menjadi lebih baik," ucap Ustadz Ahmad dengan bangga.

Setelah para tamu pulang, suasana rumah menjadi sunyi. Namun, Ummi Lina, istri Ustadz Ahmad, akhirnya membuka suara.

"Bi... Kasihan Najiha kalau perjodohan ini dilakukan tanpa sepengetahuannya," ucapnya lembut, berusaha menahan emosinya.

Ustadz Ahmad mendesah keras. "Biar saja, Mi. Dia harus nurut. Kita ini orang tuanya. Apa pun keputusan kita, pasti untuk kebaikannya."

"Tapi ini soal jodoh, Bi. Ini nggak sepele. Hidupnya yang akan terpengaruh, bukan cuma hari ini, tapi selamanya," ujar Lina dengan mata berkaca-kaca.

Ustadz Ahmad mendongak menatap istrinya. "Abiy tahu, Mi. Tapi Abiy yakin Najiha bisa menghadapinya."

Air mata Lina mulai jatuh. "Tapi, Bi... Abiy tahu kan gimana sifat Haidar? Abiy lupa betapa keras kepala dan sangat bahayanya Haidar? Abiy nggak memikirkan gimana Najiha kalau hidup satu atap dengan dia? Najiha itu keras kepala, sama kayak Abiy! Rumah tangga seperti itu mau jadi apa?"

Wajah Ustadz Ahmad mengeras. "Ini keputusan Abiy, Mi. Nggak bisa dibantah. Najiha harus belajar dari ini, agar dia paham pentingnya menghormati keputusan orang tua."

"Tapi ini anak kita, Bi..." Lina memohon, suaranya lirih, hampir patah.

"Sudah, Mi. Jangan memperpanjang ini. Abiy sudah memutuskan," ucap Ahmad dengan nada akhir, menutup perdebatan.

Lina hanya bisa menunduk, menghapus air matanya dalam diam.

Di sudut hatinya, ia tahu ini bukan hanya tentang keputusan, tapi tentang bagaimana cinta dan kebahagiaan anaknya dipertaruhkan di atas keyakinan seorang ayah yang keras hati.

......................

Di tengah malam yang sunyi, Najiha melaju di jalanan kota dengan motornya, berusaha menemukan warung martabak yang masih buka.

Perutnya yang lapar membuatnya semakin kesal ketika tidak ada satu pun warung yang beroperasi.

"Ya Rabb... mana sih martabak telor ini? Kok nggak ada yang buka!" gerutunya, memacu motornya lebih jauh.

Tiba-tiba, sebuah motor menyelipnya dari belakang dengan kecepatan tinggi.

"Subhanallah!!!" teriak Najiha terkejut, hampir kehilangan keseimbangan.

"Woyyyy!!! Kalau naik motor, pakai otak dong!" teriaknya dengan emosi kepada pengendara motor itu.

Pengendara tersebut berhenti, memutar balik, dan mendekati Najiha dengan gaya arogan. Jaket hitamnya bertuliskan OLDIARIS, nama geng motor yang dikenal cukup disegani.

"Hei, cewek berjubah hitam! Masalah lo apa, hah? Gara-gara gue nyelip doang, lo teriak-teriak?" ucap pria itu dengan nada kasar.

Najiha, yang sudah kesal sejak awal, tidak mau kalah. "Masalahnya lo nggak punya sopan santun! Dasar nggak punya otak jadi orang!" balasnya tajam.

Wajah pria itu memerah, marah.

"Berani-beraninya lo ngomong begitu ke gue! Cewek model lo mau cari mati, ya?" Pria itu mendekat, mengulurkan tangan seolah ingin menarik Najiha dari motornya.

Namun sebelum pria itu sempat menyentuhnya, suara deru motor lain terdengar mendekat dengan kecepatan tinggi. Seorang pria dengan jaket kulit dan helm hitam berhenti mendadak di samping mereka.

"Haidar?" Najiha terkejut melihat siapa yang datang.

Namun keterkejutannya berubah menjadi kebingungan saat melihat pakaian Haidar-dia mengenakan jaket geng motor, mirip dengan pria yang mengancamnya namun bertuliskan REYLIOS dgn lambang singa di belakang nya.

Haidar menatap pria itu dengan tajam, lalu berkata dingin, "Berani-beraninya lo mau sentuh cewek gue, hah?"

Pria itu tampak terkejut sesaat. "Cewek lo? Seriusan?ternyata cewek lo sama aja kayak lo.... " belum sempat pria itu menyelesaikan kalimat nya, Haidar melayang kan pukulan keras di wajahnya.

"dion!!!!jangan sok hebat lo yaa!!! " ucap Haidar murka.

Perkelahian yang tak terhindarkan itu berlangsung brutal. Haidar, dengan amarah yang meluap, terus menghajar Dion tanpa ampun.

Dion terkapar di tanah, wajahnya lebam, sementara Najiha hanya bisa menonton dengan perasaan bingung dan khawatir.

"Astaghfirullah, kok jadi begini..." gumam Najiha, suaranya gemetar.

Haidar, dengan napas terengah-engah, mengancam Dion yang sudah tak berdaya. "Gue nggak akan biarin lo hidup, Dion!" ucapnya sambil melayangkan pukulan lagi.

"Udah, Haidar! Dia udah nggak sadar! Ntar mati anak orang!" seru Najiha, menarik lengan Haidar dengan panik.

Namun Haidar masih diliputi amarah."Jangan keterlaluan!" ucap Najiha, menarik tubuh Haidar menjauh dari Dion dengan paksa.

Haidar akhirnya mengalah, namun ia langsung beralih mengomeli Najiha. "Lo ngapain keluar malam-malam kayak gini, hah?! bahaya naj! Apalagi jam segini banyak geng motor jahat".

Najiha tak mau kalah. "Ihh, terserah gue dong mau keluar malam apa nggak! Gue lapar, makanya cari makan!"

"Laper? Mau makan apa sih sampai harus keluar jam segini? Kan bisa pesan online!" ucap Haidar dengan nada sinis.

"Kalo ada mah udah gue pesan kali! Tapi nggak ada!" balas Najiha ketus.

Haidar mendengus kesal, lalu berkata, "Yaudah, gue temenin nyari makanan lo." Dia menarik tangan Najiha, tapi Najiha langsung menepisnya.

"Ehh, enak aja langsung narik tangan gue! Gue bukan mahrom lo!" ucap Najiha dengan tatapan tajam.

Haidar terdiam sesaat, lalu menghela napas. "Yaudah, ikut gue. Lo mau makan apa?" tanyanya lebih tenang.

"Martabak!" jawab Najiha singkat dan ketus.

Haidar menunjuk motornya. "Ayo naik."

"nggak! Gue bawa motor sendiri!" ucap Najiha masih dengan nada ketus.

Najiha melirik ke arah Dion yang masih terkapar. "Dan itu, anak orang lo biarin aja gitu tergeletak?!" tanyanya tajam.

Haidar hanya mengangkat bahu. "Nggak usah khawatir. Temen gue bakal ngurus dia. Udah gue kabarin. Motor lo juga nanti Dendi yang bawa ke apartemen lo."

"Ihh, lo tuh kayak bos aja!" balas Najiha kesal.

Najiha melirik ke arah Dion yang masih terkapar. "Dan itu, anak orang lo biarin aja gitu tergeletak?!" tanyanya tajam.

Haidar hanya mengangkat bahu. "Nggak usah khawatir. Temen gue bakal ngurus dia. Udah gue kabarin. Motor lo juga nanti Dendi yang bawa ke apartemen lo."

"Ihh, lo tuh kayak bos aja!" balas Najiha kesal.

Haidar tersenyum tipis. "Emang gue bos." Dia menyerahkan helm ke Najiha.

Dengan tatapan malas, Najiha akhirnya menerima helm itu dan naik ke motor Haidar.

"Dasar sok bossy," gumamnya pelan, tapi Haidar hanya terkekeh kecil sebelum menyalakan mesin motornya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!