Elise, Luca dan Rein. Mereka tumbuh besar disebuah panti asuhan. Kehidupan serba terbatas dan tidak dapat melakukan apa-apa selain hanya bertahan hidup. Tapi mereka memiliki cita-cita dan juga mimpi yang besar tidak mau hanya pasrah dan hidup saja. Apalah arti hidup tanpa sebuah kebebasan dan kenyamanan? Dengan segala keterbatasannya apakah mereka mampu mewujudkannya? Masa depan yang mereka impikan? Bagaimana mereka bisa melepaskan belenggu itu? Uang adalah jawabannya.
Inilah kisah mereka. Semoga kalian mau mendengarkannya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeffa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23. Keranjang
Elise memasuki kamar dengan tergesa-gesa seperti sedang dikejar oleh sesuatu. Rein sedang berbaring diatas ranjangnya bersantai sementara Luca masih berkutat dengan kertas didepannya mencoret-coret sesuatu. Matahari siang bersinar terik diluar sana. Angin sepoi-sepoi menerabas masuk dari jendela kayu yang terbuka.
"Elise, ini daftar yang dibutukan—" Luca terdiam sejenak melihat wajah panik Elise sebelum akhirnya berkata "Ada apa?"
"Clarissa melihatku mandi di semak-semak." adu Elise duduk dengan kebingungan diraut wajahnya.
"Bilang saja kamu malu. Mudah kan." jawab Rein terkesan tidak perduli.
"Dia bertanya ah sudahlah. Kita bahas rencana ini saja." Elise malas membahas perihal ini kepada mereka berdua. Mereka tidak paham.
"Jadi bagaimana list masalahnya?" tanya Elise kembali.
Mereka mulai menjabarkan keseluruhan masalah dari pengangkutan, Stok bahan dan beberapa hal lainnya. Tapi yang paling utama adalah masalah pengangkutan. Mereka harus mengangkutnya ke pasar walaupun bisa menggunakan kantung milik Rein tapi terlalu mencurigakan jika mereka tiba-tiba mengeluarkan hasil panen dalam jumlah banyak dari sebuah kantung. Perlu diketahui bahwa orang yang memiliki kantong sihir yang merupakan sebuah artefak kuno itu hanyalah kalangan Tertentu saja. Bisa dibilang jika ketahuan akan mengancam nyawa mereka jadi mereka harus memiliki kendaraan untuk mengangkutnya , mereka tapi tidak punya kereta kuda.
"Bagaimana jika meminta gerobak sederhana dari kayu dan roda sederhana!" kata Elise. Rein dan Luca terkejut, tapi yakin itu bisa dilakukan.
"Baiklah. Mari kita diskusikan ini dengan Carla." Ucap Luca bersemangat.
"Baik. Sekarang ayo kita makan siang." Ucap Elise bergegas keruang makan. Mereka mengikuti Elise dengan wajah lelah.
...****...
Suara anak-anak terdengar riang berlarian di pelataran depan panti. Satu dua anak terlihat duduk disudut ruang makan menghabiskan makan siangnya. Sementara Elise, Rein, Luca setelah makan siang mereka berkumpul bersama Carla untuk merapatkan tentang kebutuhan apa saja yang mereka butuhkan. Luca membuka gulungan kertas yang sudah ditulisnya mengenai beberapa hal penting yang diperlukan. Carla membacanya dengan seksama sesuai urutan kepentingannya.
"Baiklah, Pertama kalian ingin sebuah gerobak sebagai kendaraan." ucap Carla terlihat berfikir sejenak kemudian berkata, "Sepertinya sulit. Untuk menyewa gerobak sederhana pun harganya cukup mahal apalagi membuatnya. Kepala panti tidak memiliki dana untuk diinvestasikan ke kalian. Membuatnya pun rumit. Bagaimana baiknya ya?"
Hening sejenak. Elise tidak berfikir jika Bu Violet tidak bisa membantu mereka. Untuk perihal ini. Karena memang jika masalah keuangan panti memang sangat amatlah miskin. Karena ini juga Elise dan yang lain ingin cepat-cepat menghasilkan uang yang banyak untuk membantu kehidupan di panti.
"Bagaimana jika keranjang yang digendong dipunggung. Hanya untuk sementara sampai kalian bisa memiliki atau menyewa sebuah gerobak." Carla memberi ide.
"Tapi bahan yang dibawa akan terbatas." keluh Elise.
"Setidaknya kita bisa meminta bantuan anak-anak yang lain untuk ikut membawanya jika diperlukan dalam jumlah yang banyak."
"Baiklah. Kurasa tidak masalah." jawab Rein.
"Lalu bagaimana dengan keranjangnya? Kita juga tidak punya bukan?" tanya Elise.
"Jika keranjang kita bisa untuk kita membuatnya sendiri. Aku akan mengajarkan kepada kalian besok pagi." jelas Carla
"Baiklah. Lalu kita akan membahas hal lainnya. Selanjutnya—"
Waktu berlalu cepat, langit sore berhiaskan matahari yang condong ke barat terlihat indah. Anak-anak sudah bergegas mandi dan mereka menyudahi perbincangan mengenai keperluan untuk menjual sayur dan buah. Carla harus bersiap memasak makan malam. Rein dan Luca memilih untuk beristirahat lebih awal sebelum makan malam. Hanya Elise yang duduk termenung menatap langit sore sendirian.
"Elise!! Elise!!" teriak Loren berlarian senang.
"Ada apa?" Elise beranjak dari kursinya menatap Loren yang aneh.
"Buah berinya sudah matang." kata Loren senang sekali.
"Bukankah mereka baru berbuah kemarin?" tanya Elise kebingungan.
"Ayo lihat jika tidak percaya!!" Loren mengajak Elise ke dekat perkebunan beri yang memanjang dipinggir ladang.
"Lihat!! Mereka berbuah." Loren memetik beberapa buah beri yang terlihat masak dan memakannya.
"Rasanya manis. Nih coba." Tanpa basa-basi memasukan beri itu kedalam mulut Elise. Rasa asam dan manis menyebar dipermukaan lidahnya.
"Wah enak sekali. Bagaimana jika kita petik beberapa dan membagikan kepada anak-anak." Elise memberi ide.
"Tentu. Aku sudah menyiapkan keranjang kecil sebentar." Loren mencari dibalik semak-semak beri dan mengambil dua keranjang kecil dari sana. Elise memicingkan matanya curiga.
"Kamu sudah berniat ya untuk memetiknya hari ini?" tanya Elise galak.
"Ti-tidak kok. Memang ada disini biasanya." Loren tidak pandai berbohong. Matanya beralih menatap hal lain.
"Awas ya kalau kamu memakan mereka semua sendirian. Aku adukan ke Luca." ancam Elise.
"Tentu. Makanya aku memanggilmu kan." sahut Loren senang. Seperti anak yang berhasil lolos dari ujian gurunya.
"Baiklah ayo kita panen. Sebelum hari menjadi gelap." Elise dan Loren dengan cepat memetik buah beri yang sudah matang.
"Ingat jangan merusak tangkainya atau kita bisa dimarahi Luca."
"Siap Elise."
mereka kembali sibuk dengan memetik buah beri. Memang mengenai masalah pohon ataupun semak yang ditanam Luca sangat sensitif seperti dirinya bisa berbicara dengan tanaman tersebut. Pernah suatu kali Elise dimarahi oleh Luca perihal menginjak sebuah tanaman.
'Elise perhatiankan kakimu!! Lihat kakimu menginjak tanaman kentangku!!' begitu teriak Luca saat itu. Bahkan jika itupun Rein.
'Hei Rein!! Lihat kakimu juga!! Oh tidak kentangku!! Awas saja kalian macam-macam terhadap tanamanku'
begitu teriaknya mengancam. Padahal baik Elise maupun Rein tidak berniat menginjaknya. Mereka hanya tidak sengaja. Tetapi reaksi yang diberikan Luca sangatlah hiperbola.
"Hei Elise, Jangan bilang Luca bisa berbicara dengan spirit?" Loren tiba-tiba membuka pembicaraan.
"Apa? Kenapa?" tanya Elise bingung dengan percakapan tiba-tiba ini.
"Kamu tahu tidak, kemarin aku sangat kelaparan, sehingga aku berniat memanen sedikit kentang untuk direbus dan dimakan. Padahal disana tidak ada siapapun. Tapi anehnya Luca tahu dan memarahiku." adu Loren.
"Hei bukannya Luca juga punya mata jika melihat tanamannya dirusak tapi tidak ada hewan pengrusak selain dirimu?" tanya Elise tidak heran dengan tingkah aneh Loren.
"Tidak Elise. Sungguh aku hanya mengambilnya satu pohon lalu menanamnya lagi. seperti tidak terjadi sesuatu." Loren memasukan beberapa beri kemulutnya dan melanjutkan, "Jika bukan itu bagaimana Luca tahu bahwa aku pencurinya dan dibagian itu telah dicuri."
Elise menatap Loren dengan wajah serius. Benar, jika memang sudah ditanam lagi seharusnya Luca tidak mengetahui kejadiannya dan bagaimana bisa langsung menuduh Loren. Bisa saja anak lainnya. Elise berfikir sejenak.
"Yakan? Kamu juga berfikir begitukan??" tanya Loren.
"Entahlah. Mungkin saja memang karena hanya kamu satu-satunya orang dipanti yang selalu lapar. Padahal sudah makan banyak." cibir Elise tidak mengakuinya padahal didalam hatinya Elise mulai menduga-duga. Membenarkan perkataan Loren.
"Sudah ayo kita kembali. Sudah waktunya makan malam. Ini sudah cukup bukan." Elise menimbang keranjang ditangannya.
"Iya. Ayo." mereka pun kembali dengan dua keranjang penuh beri ditangan mereka.