"kamu beneran sayang kan sama Kakak?"
"Iya kak" jawab Marsya
"Kalo gitu buktikan"
"Hah, gimana caranya?" Tanya Marsya kebingungan, bukankah selama ini Marsya sudah menunjukan rasa sayangnya itu padanya dari sikap, dan perhatiannya, apalagi yang kurang dari itu semua?
"Ayo kita lakukan itu" jawabnya sambil mengusap lembut pipi Marsya.
"Lakukan apa?" Tanya Marsya tidak mengerti dengan arah pembicaraan tunangannya itu.
"Berci*ta dengan Kakak."
"B-berci*ta? A-apa aku harus ngebuktiin dengan cara seperti itu?"
Tanya Marsya tergagap karena gugup dan sedikit takut mendengar pernyataan tunangannya.
"Ya, untuk membuktikan kalau kamu benar-benar sayang sama Kakak, kamu harus membuktikannya dengan cara memberikan apa yang selama ini kamu jaga"
Ucapnya merayu seraya terus mengelus pipi Marsya.
"T-tapi apa harus seperti itu? A-aku masih sekolah kalau kamu lupa, lagipula aku cuma mau ngasih itu ke suami aku nanti"
"Marsya sayang, jangan lupa, Kakak ini tunangan kamu, sekarang atau nanti sama saja.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rainy_day, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Harus tegas
Marsya melangkahkan kakinya meninggalkan dapur, ia melirik Naresh, sepertinya Naresh sedang bahagia karena sedari tadi ia terus saja menampilkan senyumnya yang menawan. Kalingga, Liam, Arkana, dan Albiru menatapnya, Marsya membalas tatapan mereka dengan satu alisnya yang terangkat seolah dia bertanya "ada apa?" karena ia merasa aneh ketika mereka menatapnya secara bersamaan, yang lebih membuatnya bingung adalah ketika ke empat lelaki itu menatapnya, tetapi Naresh sendiri malah menundukkan kepalanya sambil terus tersenyum.
Marsya belum pernah melihat Naresh menampilkan senyum yang begitu menawan seperti ini, senyumnya terasa sangat polos dan tulus, tetapi entah mengapa Marsya merasa tidak nyaman melihat senyumnya itu.
Marsya mengurungkan niatnya untuk menghampiri Papa Erwin karena ia merasa tidak nyaman ketika melihat rona kebahagiaan di wajah Naresh, ia melangkahkan kakinya menuju halaman rumah Abah Lasmana, ia duduk di bawah pohon rindang yang terdapat batu besar di bawahnya, 10 menit kemudian Mama Wulan melangkahkan kakinya meninggalkan dapur, ia memberi tahu bahwa sarapan sudah siap, dan meminta bantuan untuk membawa piring, nasi, serta lauk pauk.
Marsya mengalihkan pandangannya, ia melihat ponsel yang sedang ia mainkan di tangannya.
"ahhhh bt banget sumpah, signal gak masuk sama sekali lagi, pelosok banget nih tempat" Marsya membatin, entah mengapa dirinya sangat ingin pulang kerumah.
"Kakkk ngapain diem disitu? Ayo sini sarapan" ucap Mama Wulan sedikit meninggikan suaranya. Marsya tak menjawabnya, ia melangkahkan kakinya menghampiri orang tuanya lalu ikut sarapan.
"jadi mau naik hari ini?" ucap Abah Lasmana.
"jadi dong bah, ini si Naresh nih kepengen juga dia" ucap Albiru.
"iya bah" ucap Naresh sambil tersenyum.
Setelah mereka semua selesai sarapan, mereka mulai bergegas membereskan barang bawaan mereka, Marsya merasa ragu untuk ikut naik gunung, saat ini ia ingin berbaring dan bermalas-malasan saja.
"Kak ayo siap-siap, kita naik lagi" ucap Oriza pada Kakaknya yang sedang bersandar pada bilik rumah Abah Lasmana.
"ah mager banget gua Ri, pengen rebahan aja" ucap Marsya tidak bersemangat.
"lemes banget kek yupi" ucap Liam menghampiri Marsya dan Oriza.
"emang iya hehe" ucap Marsya terkekeh, ia bersedekap dada lalu memejamkan matanya.
Kalingga menatap Marsya, ia ingin menghampirinya tetapi merasa tak enak kepada Naresh, sedangkan Naresh sendiri tidak ada interaksi dengan Marsya, terakhir kali mereka mengobrol adalah saat Naresh baru saja pulang dari luar kota, mereka mengobrol di balkon.
Akhirnya mereka naik gunung tanpa Marsya dan Mama Wulan. Marsya berbaring sepanjang waktu, sedangkan Mama Wulan dia berdiam diri di dapur bersama Mak Nur.
Di sisi lain Oriza, Papa Erwin, Abah Lasmana, dan Arkana cs baru saja sampai di tempat tujuan, mereka sampai di makam yang sebelumnya mereka datangi, Naresh menatap kagum keindahan yang terpampang dari Gunung Geulis, ia menghirup nafas dalam-dalam, merasakan hembusan angin segar, tubuhnya yang penuh akan peluh terasa sedikit segar terkena hembusan angin.
Naresh mengeluarkan ponselnya, ia mengambil foto sebanyak-banyaknya untuk mengabadikan moment, setelahnya ia mendudukkan diri di dekat teman-temannya, sementara menunggu Abah Lasmana berdoa di makam.
Naresh memutuskan untuk menceritakan gadis desa bernama Sania kepada teman-temannya, gadis yang berhasil mencuri hatinya sejak pertemuan pertama mereka, ia tidak bisa menahan diri lagi dari rasa bahagianya bertemu dengan Sania.
Kalingga menyeret Naresh agar sedikit menjauh dari posisi Papa Erwin, di ikuti oleh Liam di belakangnya.
"Resh, bukannya lu lagi pdkt sama Marsya?" ucap Kalingga menahan kesal pada temannya sendiri.
"mmm iya sih, tapi Sania beda, dia bisa bikin gua berdebar di pertemuan pertama kita, gua langsung terpikat, gua gabisa berhenti mikirin dia" ucap Naresh tersenyum karena lagi-lagi dia mengingat senyum manis Sania, Liam bersedekap dada sambil menatap wajah Naresh.
Kalingga berkacak pinggang, ia merasa ingin memukuli Naresh saat ini juga, tetapi ia mengingat pesan Abah Lasmana yang harus menjaga sikap saat pendakian, ia mengacak rambutnya frustasi, ia geram pada temannya, tapi ia tak bisa berbuat apa-apa saat ini.
"heh Resh, lu gak boleh gitu dong, lu harus tegas, kalo emang dari awal lu gak yakin sama perasaan lu ke Marsya, lu harusnya gak deketin dia" ucap Liam dengan tangannya yang memegang bahu Naresh.
"terus gimana?" ucap Naresh.
"astaga Resh, lu kan cowok, lu harusnya tau apa yang bakal lu lakuin, masih nanya juga lu, kalo emang lu sukanya sama Sania, dan lu gak yakin sama Marsya, lu tegasin lah ke Marsya, bilang kalo sebenernya lu tuh gak suka sama dia, biar dia gak ngarepin lu" ucap Liam.
"jadi perhatian lu selama ini ke Marsya gak berarti apa-apa?" ucap Kalingga, Naresh menggelengkan kepalanya.
"kalo gitu, biar gua gantiin posisi lu" ucap Kalingga lalu tanpa mendengar jawaban Naresh ia melangkah meninggalkannya, diikuti oleh Liam mengikuti di belakangnya.
"ayok, kita ke Curug" ucap Abah Lasmana.
Setelah Abah Lasmana selesai berdoa dan membersihkan makam itu, mereka semua di bawa kembali pada Curug yang sebelumnya mereka singgahi, lagi-lagi Naresh merasa kagum dengan pemandangan yang tersaji, ia mengabadikan lagi menggunakan ponselnya.
Setelah 2 jam bermain di Curug, kini mereka sedang beristirahat dan makan siang sebelum melanjutkan perjalanannya untuk pulang kembali ke rumah Abah Lasmana.
Brumm brummm bruummm
Papa Erwin , Abah Lasmana, dan Arkana cs, telah sampai kembali di rumah Abah Lasmana, karena tubuh mereka kotor dengan lumpur dan tanah jadi mereka bergantian membersihkan tubuhnya di kamar mandi.
Setelah membersihkan tubuhnya Kalingga menghampiri Marsya, ia mendudukkan dirinya di depan Marsya yang sedang tertidur di sudut ruangan, ia mendudukkan dirinya di depan Marsya agar tubuh Marsya sedikit tertutupi oleh tubuhnya, ia khawatir Marsya akan malu jika saat ia terbangun ia mendapati semua orang sudah sampai di rumah Abah Lasmana, ia sedikit memiringkan tubuhnya ke arah belakang untuk melihat marsya, ia gemas melihat Marsya, karena sudah tengah hari pun Marsya masih saja mengenakan jaket tebalnya.
"kaya anak ayam, apa gua beliin bohlam kuning aja kali ya?" gumam Kalingga.