"Apa-apaan ini?" teriak Alea
"Nikah sama aku!" perintah Niko.
"Gak mau!" tolak Alexa
"Kamu nolak siap-siap aku hancurin karier kamu juga kehidupan kamu!" ancam Niko.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon echa wartuti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tujuh Belas
"Mari, Nyonya. Saya akan mengantar Anda ke kamar," ajak Diana.
"Baiklah, ayo," balas Alexa.
Alexa merangkul lengan Diana, masuk ke dalam rumah. Interior rumah itu begitu memanjakan mata. Banyak hiasan mahal yang terpajang di sana.
"Silahkan, Nyonya." Diana mengarahkan Alexa untuk masuk ke dalam lift.
Setelah Alexa masuk, Diana pun menyusulnya. Alexa terbengong saat merasakan pergerakan lift berhenti, padahal baru beberapa detik yang lalu mereka masuk ke lift.
"Kenapa berhenti?" tanya Alexa.
"Kamar Nyonya ada di lantai satu," jawab Diana.
"Hah! Hanya ke lantai satu saja kita harus naik lift? Yang benar saja," gerutu Alexa. "Kita bisa naik tangga saja, tidak perlu repot-repot begini."
Diana tersenyum mendengar perkataan Alexa. Nyonya mudanya memang berbeda, dia tidak manja.
Setelah pintu lift terbuka, keduanya keluar dari dalam lift, melangkah menuju kamar utama. Alexa masih betah merangkul lengan Diana, seperti merangkul lengan kakaknya sendiri.
"Ini kamar Anda, Nyonya," tunjuk Diana dibalas anggukkan oleh Alexa.
Diana membuka pintu, memperlihatkan sebuah ruangan tidur yang sangat mewah dan besar. Ruangan itu di dominasi warna white and gold, ada gorden besar berwarna merah dengan garis emas di bawahnya menambah nuansa mewah kamar itu.
"Diana, apa ini kamarku?" Alexa berseru melihat kamar tidurnya yang begitu luas.
"Iya, Nyonya," jawab Diana.
"Lalu di mana kamar si mesum itu?" Alexa bertanya sambil melihat ke sekeliling kamar.
Diana hanya menahan tawa saat Alexa menyebut Nicholas dengan sebutan tuan mesum.
"Anda jangan bercanda, Nyonya. Tentu saja ini juga kamar tuan. Kalian sekarang sudah resmi menjadi suami-istri. Sudah sepatutnya tidur dalam satu ruangan," jawab Diana.
"Ck, aku tidak rela berbagi kamar ini dengannya." Alexa menggerutu lantas mendudukan dirinya di tepi tepat tidur, bertumpu pada kedua tangannya, dan juga menyilangkan kaki.
Pandangannya mengarah pada sisi kirinya. Dari jendela kamar itu bisa melihat pekarangan rumah yang amat luas. Alexa sangat mengagumi tempat itu. Namun, sesaat kemudian ada perasaan sedih, karena menyadari suatu hal. Rumah itu mungkin menjadi sangkar emas untuk dirinya. Tapi untuk apa dipikirkan, yang terpenting saat ini dirinya bisa hidup enak.
Alexa mengela napas berat sebelum berdiri. "Diana, ayo tunjukkan bagian lain dari rumah ini."
"Baik, Nyonya," sahut Diana.
Keduanya keluar dari kamar. Melangkah ke bagian-bagian lain rumah itu. Rupanya rumah itu bukan banya besar, tapi sangat besar. Hampir semua ruangan di dominasi dengan warna white and gold, membuat kesan elegan dan juga mewah.
Ada banyak ruangan dan juga fasilitas di rumah itu, di antaranya ada kolam renang outdoor dan juga indoor, garasi mobil dengan deretan mobil mewah berjejer di dalamnya, lapangan golf, rooftop, ruangan Gym, ruangan biliar, gudang wine, dan masih ada beberapa fasilitas lainnya.
"Ada tempat biliar juga?" tanya Alexa saat memasuki satu ruangan lagi.
"Ada, Nyonya. Bisa dibilang ini tempat favorit tuan," jelas Diana.
"Benarkah? Kalau begitu akan aku kacaukan saja tempat ini," ucap Alexa.
Lagi-lagi Diana menahan tawanya. Ia cukup heran bagaimana dua orang yang memiliki sifat bertolak belakang bisa dipersatukan dalam hubungan pernikahan.
Alexa melangkah, melihat-lihat tempat itu. Dari sekian banyak ruangan, hanya tempat ini yang memiliki nuansa berbeda, hitam dan abu-abu.
Alexa mengambil stik biliar, lantas mengarahkan ujung stik ke bola yang sudah ditata di atas meja biliar. Dalam sekali sodokan bola-bola kecil berwarna-warni itu buyar, menggelinding ke berbagai sisi.
Alexa tersenyum lantas memutari meja biliar. Matanya menatap meja biliar, mencari sasarannya. Setelah menemukannya, Alexa kembali membungkuk, mengarahkan ujung stik ke arah bola. Alexa tersenyum puas saat bidikannya sukses.
"Anda ingin makan atau minum sesuatu, Nyonya?" tawar Diana.
"Apa ada wine di sini?" celetuk Alexa.
Matanya masih fokus pada sasarannya.
"Tentu ada," jawab Diana.
"Pasti pria mesum itu memiliki banyak stok wine mahal," tebak Alexa.
"Benar, Nyonya," jawab Diana.
"Aku mau itu," pinta Alexa.
"Maaf, Nyonya. Saya tidak bisa memberikannya pada Anda," tolak Diana.
"Kenapa?" Alexa bertanya sambil membidik sasarannya.
"Tuan melarang saya memberikan Anda minuman beralkohol," jawab Diana.
"Apa?" Alexa menegakkan tubuhnya menatap Diana kesal. "Apa lagi yang dia larang?" tanya Alexa, satu tangannya menekuk di pinggangnya.
"Melarang saya memberikan pakaian terbuka untuk Anda," jawab Diana.
"Ya Tuhan! Semua yang aku suka dia larang!" decak Alexa. "Aku bisa bosan."
"Itu demi kebaikan Nyonya sendiri," ucap Diana.
"Haiis, kenapa semua orang membela dia?" decak Alexa.
"Tuan sebenarnya baik. Hanya saja sedikit pemarah," sambung Diana.
"Bukan cuma pemarah, tapi mesum juga," imbuh Alexa mengundang tawa Diana. "Baiklah lupakan dia! Aku mau jus mangga saja."
"Baiklah, saya akan siapkan, Nyonya." Diana membungkuk sebelum keluar dari ruangan biliar.
-
-
Sementara itu Nicholas sudah berada di apartemen pribadi Emma. Mereka duduk di ruangan tengah, dengan posisi saling berseberangan. Nicholas berdecih saat Emma sengaja membuka blazer yang wanita itu pakai di depannya, meninggalkan tank top yang sedikit menampilkan belahan dadanya. Sengaja menggoda Nicholas.
Nicholas nampak biasa saja, berbanding terbalik dengan Emma. Perempuan itu banyak bicara dan gaya membuat Nicholas merasa muak.
"Bisa tutup mulutmu! Berisik!" Nicholas bicara pelan, tetapi penuh tekanan, membuat Emma terdiam seketika.
"Ah … baiklah! Maaf jika aku membuatmu tidak nyaman," ucap Emma.
"Aku tidak suka perempuan yang banyak bicara," desis Nicholas.
Terkecuali Alexa. Nicholas suka jika Alexa banyak bicara, karena ia jadi memiliki alasan untuk membungkam mulut wanita itu dengan mulutnya.
"Aku hanya merasa senang bisa bersama denganmu. Jadi aku tidak bisa mengendalikan diriku," ucap Emma membuat Nicholas mendengkus.
Emma sadar Nicholas sudah berubah. Dulu saat mereka masih bersama Nicholas tidak merasa keberatan jika dirinya banyak bicara.
"Emm, aku buatkan minum dulu," ucap Emma.
"Hmmm!" gumam Nicholas.
Emma lantas beranjak dari ruangan itu, pergi menuju dapur.
Nicholas tidak bergeming, ia memilih berkutat dengan ponsel pintarnya. Auranya tiba-tiba menggelap melihat sesuatu yang di ponselnya.
"Cih!" Nicholas berdecih lantas menaruh ponselnya ke atas meja.
Tidak lama setelah itu Emma kembali ke ruangan itu dengan segelas minuman dingin di tangannya.
"Ini untukmu." Emma kembali dari dapur lantas meletakan minuman yang ia buat untuk Nicholas di meja.
Nicholas menatap Emma dengan aura dinginnya, mengintimidasi, membuat Emma sedikit ketakutan.
Nicholas bangun, berdiri dua langkah di hadapan Emma. Satu tangannya masuk ke dalam saku celananya dan satu tangannya terulur mengambil minuman yang ada di meja.
"Kamu yang minum!" Nicholas menyodorkan minuman yang Emma buat pada wanita itu.
"Tapi ini untukmu," tolak Emma.
"Minum!" tekan Nicholas.
"Gak, Nicho. Itu untukmu!" tolak Emma lagi.
PRANK
Nicholas membanting gelas di hadapan Emma, membuat wanita itu memekik dan menutup kedua telinganya.
"Kamu mencampur minuman ini dengan sesuatu, bukan?" tebak Nicholas.
"Gak!" elak Emma.
Nicholas mencengkram leher Emma membuat tuh wanita itu gemetar ketakutan. "Kamu pikir aku to**l!"
"Gak, Nicho. Aku gak campur apapun," elak Emma. Suaranya tidak jelas karena cekikan Nicholas.
"Apa yang kamu campur ke minuman itu?" tanya Nicholas pelan tapi penuh tekanan. Cengkraman tangannya semakin kuat membuat Emma kesulitan bernapas.
"Nicho, sakit?" ucap Emma tidak jelas.
"Kalau begitu jawab!" Nicholas melepas cengkraman tangannya membuat Emma mundur beberapa langkah.
"Gak ada. Percaya sama aku, Nicho," bujuk Emma.
Nicholas menunjukan rekaman CCTV di apartemen itu, terlihat jelas Emma mencampurkan sesuatu ke minuman itu. Emma terbelalak, ia tidak tahu jika Nicholas bisa me-retas CCTV mana pun yang dia mau.
"Apa yang kamu campur, sialan!" bentak Nicholas membuat Emma tersentak. "Jawab!"
"Ob-at per-angsang." Emma menjawab dengan wajah tertunduk, suaranya tidak begitu jelas karena cekikan Nicholas.
Nicholas berdecih, mencengkram leher Emma lebih kuat lagi. "Kamu pikir bisa menjebakku dengan trik murahan seperti itu!"
Nicholas menghempaskan Emma, membuat wanita itu terduduk di sofa. "Kamu juga yang sebarin berita jika aku gay, bukan?"
"Ma-af. Aku cuma gak rela kamu jadi milik orang lain," ucap Emma di sela isak tangisnya.
"Kamu tidak ada hak untuk itu, Sialan!" teriak Nicholas.
"Itu karena aku gak bisa hidup tanpa kamu!" Emma berdiri, balas berteriak.
"Kalau begitu kamu mati saja!" desis Nicholas lantas pergi meninggalkan Emma begitu saja.
sabaaaar yaaa ,,sebentar juga malam
ditunggu jawabannya thoor ,,kalo bisa jangan kelamaan hehe
nicholas yang ngelakuin itu ke Alexa, dan dia baru tahu setelah sekian lama,, makanya dia ada bersama Alexa sekarang