NovelToon NovelToon
The Fatalist: Legenda Para Nuswantarian

The Fatalist: Legenda Para Nuswantarian

Status: tamat
Genre:Tamat / Mengubah sejarah
Popularitas:3.3k
Nilai: 5
Nama Author: Jack The Writer

NOVEL INI SUDAH TAMAT.. DENGAN KISAH EPIKNYA YANG MEMBAGONGKAN..

NANTIKAN NOVEL SAYA SELANJUTNYA..

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jack The Writer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

ch 011_Desa Tropos agem #1

...___~V~___...

...Desa Tropos agem...

Siang itu, suasana desa Tropos Agem terasa hidup dengan aktivitas nelayan yang sibuk di pasar dan penjual ikan yang menawarkan dagangannya. Para prajurit kerajaan, termasuk Nazzares dan Kapten Nansa, tengah berjaga dengan ketenangan yang mencolok di tengah keramaian. Namun, di balik kedamaian tersebut, ancaman yang jauh lebih gelap mengintai, yaitu raksha yang telah menculik warga saat malam tiba.

"Desa ini terlihat damai, seperti tak ada masalah, Kapten," ujar Nazzares, duduk bersama Kapten Nansa sambil menikmati ikan bakar khas desa itu.

"Ya, namun tunggu malam nanti dan bersiaplah," jawab Kapten Nansa, matanya menyapu sekeliling desa. "Para prajurit sedang menyelidiki tempat-tempat yang sering terjadi penculikan."

"Baik, Kapten."

"Ngomong-ngomong, berapa usiamu?" tanya Kapten Nansa, tiba-tiba tertarik.

"12 tahun," jawab Nazzares tanpa ragu.

"Mm... masih sangat muda," gumam Kapten Nansa, tampak memikirkan sesuatu.

Mereka terus memantau keadaan sekeliling, meskipun sepertinya tidak ada yang mencurigakan. Keheningan siang itu memberikan kesan tenang, namun ancaman malam yang tak terduga membuat mereka tetap waspada.

Malam hari menjelang..

Malam itu, suasana desa Tropos Agem berubah mencekam. Para prajurit bersiap di posisi masing-masing, tersembunyi di tempat-tempat sepi, menunggu dengan harapan dan kecemasan. Kapten Nansa, yang menyamar sebagai warga biasa, berjalan perlahan di sepanjang jalan yang telah dilaporkan sebagai tempat hilangnya banyak orang. Ia berharap untuk menjadi umpan, menarik perhatian raksha yang berbahaya.

Hanya ada tiga Fatalis yang berada di desa ini-Kapten Nansa, Guru Vitjendra, dan Nazzares-serta sepuluh prajurit biasa yang bertugas membantu misi ini. Pembagian tugas dilakukan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kapten Nansa berada di garis depan, sementara Guru Vitjendra dan Nazzares menjaga jarak, mengawasi dari atap rumah-rumah yang sepi.

Para prajurit biasa yang berjaga merasa ketegangan malam itu semakin berat. Di tengah keheningan, mereka berbicara dengan suara berbisik.

"Hei, mengapa hawa malam ini begitu mencekam?" tanya seorang prajurit.

"Entahlah... kita percayakan saja semuanya kepada para Fatalis," jawab temannya, merasakan ketakutan yang tak terungkapkan.

Malam semakin gelap, dan warga desa, yang sudah terbiasa dengan ancaman raksha, kini tak berani keluar rumah. Semua pintu dan jendela rapat terkunci, menciptakan suasana yang semakin terisolasi.

Di tempat Kapten Nansa, langkah kakinya terdengar pelan. Ia melangkah di sepanjang jalan yang biasa dilalui para korban. Hatinya berdebar, namun ia tetap tenang, mengharapkan raksha segera muncul.

"Ayolah, cepat datang," bisiknya dalam hati, berharap sang makhluk berbahaya segera muncul dan menjalankan perannya.

Tiba-tiba, kabut tebal mulai turun dengan cepat, menyelimuti jalan di depannya. Bau busuk yang sangat menyengat menyeruak di udara, membuatnya waspada. Ia berhenti sejenak dan menengok kiri-kanan, mencoba menangkap gerakan atau suara yang mencurigakan.

"Apa ini?" gumamnya, perasaan waspada semakin menguasai dirinya.

Di atas atap, Nazzares merasakan perubahan dalam udara sekitar. Hawa yang mencekam, bau busuk yang mulai menyebar, dan perasaan tak enak yang datang tiba-tiba. Insting Fatalis-nya mulai berfungsi, dan ia tahu ada sesuatu yang datang.

"Aku harus menunggu aba-aba dari Guru Vitjendra," pikir Nazzares, menunggu instruksi berikutnya dengan cermat.

Guru Vitjendra tetap diam, penuh fokus, mengawasi situasi dengan keheningan yang menambah ketegangan malam itu. Semua sedang menunggu, hanya satu langkah lagi menuju pertempuran yang tak terelakkan.

Kembali ke tempat nansa..

Kabut semakin tebal, menyelimuti jalan seperti dinding yang padat, dan dalam kegelapan itu muncul makhluk mengerikan. Meskipun tubuhnya seperti anak kecil, ia dipenuhi luka, dengan rambut panjang yang menutupi wajahnya hingga ke lutut. Tangannya dipenuhi cakar yang tajam, dan yang paling mengerikan adalah lubang mata yang terletak di dadanya.

Kapten Nansa, yang tengah bersiap dalam penyamaran, terhenti sejenak melihat sosok itu. "Apa apaan makhluk itu?" gumamnya dengan terkejut, namun tanpa basa-basi ia langsung menyerang dengan teknik mistisnya.

"Corrosion Resistant: Peluru Logam," ucap Nansa dengan lirih sambil melakukan mudra dengan kedua tangannya. Ia mengarahkan jarinya seperti pistol ke arah raksha itu, dan rentetan peluru logam melesat cepat.

Dor! Dor! Dor! Dor!

Makhluk itu berteriak dengan suara serak yang menyeramkan, wajahnya menampilkan ekspresi mengerikan. Ia dengan gesit menghindari serangan, lalu langsung membalas dengan serangan balik.

Blakkk!

Nansa menahan serangan itu dengan tangannya yang dilapisi logam, hasil dari teknik mistisnya. Mereka saling bertatap mata, dan raksha itu melotot dengan senyum menyeringai.

"Akh, kau makhluk menjijikan," ucap Nansa dengan dingin, sambil terus menahan serangan dari raksha yang semakin brutal.

Di atas atap, Guru Vitjendra mengamati pertarungan dengan seksama. Melihat kesempatan untuk bertindak, ia memberikan sinyal dengan pedangnya yang menyala, memberi aba-aba pada Nazzares untuk segera bergabung.

Nazzares segera bergegas menuju tempat pertempuran, merasa ketegangan semakin memuncak. Sesampainya di lokasi, mereka melihat Kapten Nansa masih bertarung sengit dengan raksha itu. Namun, begitu raksha menyadari kedatangan mereka, ia langsung melarikan diri ke dalam hutan dengan cepat.

"Hei, jangan lari!" teriak Kapten Nansa, frustrasi melihat makhluk itu meloloskan diri.

"Kejar dia!" perintah Guru Vitjendra dengan tegas.

Segera, Nazzares dan Kapten Nansa berlari mengejar raksha yang sudah melarikan diri ke dalam hutan yang gelap dan mencekam.

Makhluk itu bergerak dengan kecepatan luar biasa, secepat angin yang melesat di tengah hutan yang gelap. Namun, kecepatan bukanlah masalah bagi seorang laksamana seperti Guru Vitjendra. Dengan lincah, ia melesat dan langsung mengayunkan pedangnya untuk menebas raksha itu.

Whoooss...

Slash...

Nazzares, yang melihat kejadian itu, terkesima. "Guru, sangat cepat," ucapnya dengan kagum, menyaksikan betapa lincah dan terampilnya Guru Vitjendra dalam menghadapi musuh.

Namun, Guru Vitjendra tak membiarkan raksha itu melarikan diri. Dengan segera, ia menusukkan pedangnya yang terhubung dengan teknik mistisnya ke kedua kaki dan kedua tangan raksha itu, mencegahnya bergerak lebih jauh.

Srakk... Srakk... Srakk...

"Aaarrggkkhh!" Raksha itu menjerit kesakitan, tubuhnya terhenti dalam penderitaan akibat tusukan pedang yang menusuk kuat.

Kapten Nansa memandang raksha yang kesakitan itu dengan penuh perhatian. "Apa kita harus membunuhnya?" tanyanya, merasakan penderitaan makhluk itu.

Guru Vitjendra menggelengkan kepalanya. "Jangan, kita harus memastikan apakah warga desa yang diculik masih hidup atau tidak. Kita tidak tahu apakah makhluk ini hanya menaruh mereka di sini atau membawanya ke alam Ashura," jawabnya tegas, memastikan prioritas mereka.

Nazzares mengamati raksha yang terkapar di tanah. "Makhluk ini memiliki bentuk yang lebih normal dibandingkan dengan yang sering aku hadapi di desa," ujarnya, sedikit merasa aneh dengan kondisi makhluk itu.

Namun, kabut kembali datang menyelimuti hutan, membuat udara semakin tebal dan mencekam. Kapten Nansa merasakan sesuatu yang tidak biasa. "Perasaan apa ini?" tanyanya, merasakan ketegangan yang semakin meningkat.

Guru Vitjendra, dengan waspada, memperingatkan, "Tetap waspada!"

Nazzares, yang sudah siap, mengangguk. "Baik."

Tiba-tiba, suara gemuruh langkah kaki terdengar dari kejauhan, semakin mendekat dengan kecepatan luar biasa.

"Bersiaplah, dia sudah dekat," kata Guru Vitjendra dengan suara tegas dan tenang.

Dengan suara gemuruh yang semakin keras, makhluk itu muncul, menerjang ketiganya dengan kekuatan yang mengerikan. Namun sebelum serangan itu mengenai mereka. Dalam sekejap, kapten nansa mengangkat tangannya dan melafalkan mantra dengan cepat.

"Corrosion Resistant: Perisai Logam!"

Duaarr! Sebuah perisai logam raksasa terbentuk di hadapan mereka, melindungi kapten nansa, Nazzares, dan Guru Vitjendra dari terjangan dahsyat raksha besar itu. Tabrakan hebat antara kanabo raksasa yang digunakan oleh raksha itu dan perisai logam membuat hutan di sekitar mereka hancur luluh lantak, tanah berguncang hebat dan pepohonan tumbang.

Namun, serangan itu tidak berhenti di situ. Raksha lainnya muncul dari balik kabut, dengan cepat mengambil raksha kecil yang sebelumnya terbelenggu oleh pedang milik Guru Vitjendra. Dengan gerakan secepat angin, raksha itu berlari, membawa tawanan tersebut.

Whoosshh...!

Raksha itu berlari sangat cepat, meninggalkan jejak kabut tebal yang mengiringinya. Kapten Nansa langsung berteriak, "Hei, kalian kejar mereka! Biarkan aku yang mengurus makhluk ini!"

"Baik!" jawab Nazzares dan Kapten Nansa serentak.

Dengan secepat kilat, Nazzares dan Kapten Nansa mengejar raksha yang membawa tawanan, berlari melintasi hutan, melompati pohon-pohon besar, bergerak sangat cepat seolah tak terhalang oleh apapun.

Whooss... Whooss... Whoos...

Ketiganya berlari dengan kecepatan luar biasa, melintasi hutan dengan lincah, memanfaatkan setiap sudut dan celah pohon untuk mempercepat pengejaran mereka.

Bersambung..

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!