NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

spaia pria itu Ale?

Malam Itu di Klinik

Setelah menyelesaikan rapat, Aluna langsung kembali ke klinik, seperti tidak terjadi apa-apa. Ia kembali dengan seragam rapi dan mulai mengerjakan tugas rutin seperti biasanya.

Ketika Elvanzo melihatnya, ia tidak bisa menahan diri untuk bertanya, “Bagaimana rapatmu, Luna?”

“Baik,” jawabnya singkat, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Tapi Elvanzo tahu, dari sorot mata Aluna, bahwa rapat itu lebih besar dari sekadar pertemuan biasa. Sambil berusaha menahan rasa ingin tahu, ia hanya tersenyum dan mengangguk. Dalam hatinya, ia tahu bahwa Aluna bukan hanya seorang asisten biasa, tapi seseorang yang menyimpan cerita luar biasa yang ingin ia pahami lebih dalam.

Dan malam itu, Elvanzo semakin yakin bahwa jarak di antara mereka akan menjadi teka-teki besar yang memerlukan waktu untuk dipecahkan

...~||~...

Hari Berlalu di Kampus

Pagi itu, suasana kampus berjalan seperti biasa. Mahasiswa berlalu-lalang di koridor, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Elvanzo baru saja keluar dari ruang kelas setelah menyelesaikan kuliah pagi. Saat ia berjalan menuju ruangannya, matanya menangkap sosok Aluna, yang terlihat sedang berbicara dengan salah satu teman sekelasnya.

Namun, sesuatu terjadi. Aluna tiba-tiba diam, pandangannya terpaku ke arah ujung koridor. Wajahnya yang biasanya dingin dan tenang berubah pucat.

Elvanzo mengikuti arah pandangan gadis itu. Ia melihat seorang pria tinggi dengan setelan kemeja kotak-kotak berjalan di kejauhan walaupun ia tak melihat jelas wajah pria itu, membawa tas kulit mahal dan ekspresi penuh percaya diri. Pria itu tampak seperti sedang berbicara dengan seseorang di telepon. Namun, tatapannya sesekali melirik ke arah Aluna, seolah-olah dia menyadari keberadaan gadis itu.

Sikap Aluna yang biasanya tidak tergoyahkan, kini terlihat berbeda. Tubuhnya menegang, tangan yang memegang berkas gemetar ringan, meski dia berusaha menyembunyikannya. Elvanzo yang memperhatikan dari kejauhan bergumam pelan, “Kenapa dia… terlihat sangat takut?”

Aluna dengan cepat berbalik, mencoba melangkah pergi, tetapi langkahnya terasa berat, seperti ada sesuatu yang menahan dirinya. Wajahnya tetap menghadap ke depan, tetapi matanya sedikit melirik ke pria itu, jelas menunjukkan ketegangan yang tidak bisa disembunyikan.

Elvanzo mempercepat langkah, mencoba mendekat tanpa menarik perhatian. Sesampainya di dekat Aluna, ia memanggilnya pelan, “Luna… kamu tidak apa-apa?”

Gadis itu sedikit tersentak, seperti baru sadar bahwa Elvanzo berada di sana. “Saya… baik-baik saja” jawabnya, suaranya datar, tetapi nadanya terdengar lebih terpaksa dari biasanya. Ia segera menunduk, menenangkan diri.

Namun, Elvanzo tidak mudah dibodohi. Sorot mata Aluna terlalu transparan bagi seorang yang terbiasa mengamati bahasa tubuh seperti dirinya. “Siapa pria itu?” tanyanya perlahan, memastikan suaranya tetap tenang.

“Seseorang yang tidak penting,” jawab Aluna singkat, sambil memaksa dirinya untuk tersenyum kecil yang sama sekali tidak terasa tulus. “Saya harus pergi. Masih banyak yang perlu dikerjakan.”

Belum sempat Elvanzo mengatakan apapun, Aluna sudah berjalan cepat menuju pintu keluar. Namun, Elvanzo tidak menyerah begitu saja. Ia merasa ada sesuatu yang salah, dan tidak mungkin mengabaikannya begitu saja.

Di Klinik, Sore Harinya

Elvanzo kembali bertemu dengan Aluna di klinik. Seperti biasa, Aluna mulai sibuk dengan tugas-tugas administrasi tanpa banyak bicara. Tapi kali ini, Elvanzo tidak bisa mengabaikan apa yang terjadi sebelumnya di kampus.

“Luna,” panggil Elvanzo sambil berjalan mendekat.

“Ya?” Aluna menjawab tanpa mengalihkan pandangannya dari layar komputer.

“Aku tidak bisa mengabaikan apa yang kulihat di kampus tadi pagi. Kau terlihat… sangat takut. Siapa pria itu?”

Wajah Aluna tegang seketika, tetapi ia masih mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. “Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Itu hanya urusan lama yang sebaiknya tidak dibicarakan.”

“Luna, kau tahu aku tidak mudah percaya begitu saja. Jika ada sesuatu yang mengganggumu, kau harus memberitahuku. Aku tidak akan memaksa, tetapi kau tidak perlu menghadapi semuanya sendirian.”

Aluna terdiam sejenak, lalu menggeleng pelan. “Terima kasih atas perhatianmu, Tapi saya bisa mengatasi ini sendiri.”

Melihat tekad kuat di mata Aluna, Elvanzo tahu bahwa gadis itu belum siap untuk bercerita. Tetapi dalam hatinya, ia berjanji untuk tetap memperhatikan dan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ia tahu, di balik ketenangan dan sikap tegas Aluna, ada sesuatu yang rapuh yang membutuhkan perlindungan.

Dan kali ini, Elvanzo yakin ia akan mencoba mendekati hati gadis itu dengan cara apapun, pelan-pelan tanpa membuatnya semakin tertekan.

Di Malam Hari...

Elvanzo duduk di ruang kerjanya, matanya menatap berkas di depannya, tetapi pikirannya melayang ke kejadian di kampus pagi tadi. Sosok pria asing itu, dan bagaimana Aluna bereaksi, seakan terus mengganggu benaknya.

Wajah pucat Aluna saat melihat pria itu—perpaduan antara ketakutan dan kebencian—muncul kembali dalam pikirannya. “Siapa pria itu?” gumam Elvanzo lirih sambil menyandarkan punggung ke kursi. "Dan kenapa dia membuat Aluna terlihat begitu tertekan? Apa mereka punya sejarah yang buruk?”

Elvanzo merasa semakin penasaran. Ia tidak tahan hanya diam dan membiarkan misteri ini menggantung. Ia tahu satu-satunya orang yang mungkin punya jawaban adalah Alendrox. Elvanzo pun memutuskan ke rumah alendrox.

Ketika sampai di rumah alendrox, Elvanzo menemukan Alendrox tengah duduk santai di ruang keluarga, memegang secangkir teh sambil menonton berita di televisi.

“Ale” panggil Elvanzo saat mendekatinya.

“Hmm? Ada apa, Vanzo?” jawab Alendrox santai, tanpa mengalihkan pandangan dari layar televisi.

“Aku ingin bertanya sesuatu tentang Aluna,” kata Elvanzo, duduk di kursi seberangnya.

Alendrox akhirnya menoleh, sedikit terkejut mendengar nama itu. “Tentang Aluna? Memangnya ada apa dengannya?”

“Tadi pagi, di kampus, aku melihat dia menatap seseorang. Reaksinya... aneh. Dia terlihat sangat takut, tapi juga seperti marah. Namun aku tak melihat jelas wajahnya karna jaraknya yang begitu jauh dan aku yang tidak sedang memakai kaca mataku. Jadi, Kau tahu siapa dia?”

Mendengar pertanyaan itu, ekspresi Alendrox berubah. Mata yang biasanya santai kini tampak lebih serius. Ia menaruh cangkir tehnya di meja perlahan, lalu menyandarkan tubuh ke kursi.

“Kenapa kau tanya itu, Vanzo?” ujarnya dengan nada yang berhati-hati.

“Karena aku ingin tahu. Aku khawatir dengan Aluna. Pria itu jelas punya dampak besar padanya, dan aku perlu tahu apa yang sedang terjadi.”

Alendrox terdiam beberapa saat, lalu mengambil cangkir tehnya lagi, menyesapnya pelan. Tatapannya tidak lagi tertuju ke Elvanzo, tetapi ke layar televisi.

“Vanzo, aku rasa lebih baik kau tidak ikut campur terlalu jauh dalam urusan ini,” katanya akhirnya, dengan nada datar.

“Tidak ikut campur? Ale, dia asistenku. Dia terlihat sangat takut. Kalau ada sesuatu yang mengancamnya, aku perlu tahu agar bisa melindunginya!” protes Elvanzo, dengan nada yang mulai meninggi.

Namun, Alendrox hanya tersenyum tipis, meski senyumnya tampak tidak tulus. “Aku tahu kau peduli padanya, Vanzo. Tapi percayalah, ada hal-hal yang lebih baik dibiarkan seperti apa adanya. Aluna tidak mudah bercerita tentang masa lalunya, apalagi pada orang yang baru dikenalnya.”

“Tapi kau tahu, bukan?” desak Elvanzo.

Alih-alih menjawab, Alendrox mengubah topik pembicaraan. “Hei, kau sudah menyiapkan jadwal untuk klinik minggu depan? Aku pikir kita punya beberapa pasien baru yang butuh perhatian ekstra…”

“Ale,” potong Elvanzo, nada suaranya menunjukkan frustrasi, “kau sengaja menghindar.”

Alendrox mendesah pelan dan bangkit dari kursinya. Ia merapikan teh di tangannya, lalu menepuk bahu Elvanzo dengan lembut. “Maaf, Vanzo. Tapi aku benar-benar tidak bisa membicarakan ini.”

Tanpa menunggu tanggapan, ia berjalan keluar ruangan, meninggalkan Elvanzo yang masih dipenuhi tanda tanya dan memutuskan kembali ke rumahnya .

Di rumah elvanzo

Elvanzo bersandar di kursinya, menatap pintu yang baru saja ia tutup. Ia merasakan campuran frustrasi dan penasaran yang makin sulit ditahan. Alendrox jelas tahu sesuatu, tetapi ia memilih bungkam.

“Kalau begitu,” gumamnya pelan, “aku harus mencari tahu sendiri. Aluna, siapa pria itu, dan kenapa dia membuatmu begitu tertekan? Aku akan menemukan jawabannya, cepat atau lambat.”

Tatapan Elvanzo mengeras. Ia merasa bahwa apa pun yang terjadi dengan Aluna, itu bukanlah hal kecil. Dan kini, ia bertekad untuk tidak hanya menjadi seorang dosen atau atasan di klinik, tapi seseorang yang benar-benar bisa membantu gadis itu mengatasi apa pun yang membebaninya.

1
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!