NovelToon NovelToon
Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Pangeran Pertama Tidak Mau Menjadi Kaisar

Status: sedang berlangsung
Genre:Mengubah Takdir / Epik Petualangan / Perperangan / Penyelamat
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: Razux Tian

Dilahirkan sebagai salah satu tokoh yang ditakdirkan mati muda dan hanya namanya yang muncul dalam prologue sebuah novel, Axillion memutuskan untuk mengubah hidupnya.

Dunia ini memiliki sihir?—oh, luar biasa.

Dunia ini luas dan indah?—bagus sekali.

Dunia ini punya Gate dan monster?—wah, berbahaya juga.

Dia adalah Pangeran Pertama Kekaisaran terbesar di dunia ini?—Ini masalahnya!! Dia tidak ingin menghabiskan hidupnya menjadi seorang Kaisar yang bertangung jawab akan hidup semua orang, menghadapi para rubah. licik dalam politik berbahaya serta tidak bisa ke mana-mana.

Axillion hanya ingin menjadi seorang Pangeran yang hidup santai, mewah dan bebas. Tapi, kenapa itu begitu sulit??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Razux Tian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 13

Axillion berjalan pelan menuju kamarnya dalam Istana Ratu Ketiga. Dia tidak melihat seorang dayang, pelayan maupun pengawal, dan dia tahu, mereka semua pasti masih berada dalam pesta yang masih berlangsung. Pesta ini memiliki makna yang mendalam bagi semua orang dalam Kekaisaran, karena mereka berhasil melewati krisis tanpa pengorbanan. Jadi, Axillion tidak merasa aneh dengan kekosongan istana sekarang ini.

Meskipun dirinya merupakan tokoh utama pesta kemenangan yang diadakan, Axillion tidak berkeinginan sedikitpun untuk tinggal lebih lama di sana. Dia sudah melakukan semua yang harus dia lakukan, yakni; mendapatkan sertifikat Mage dan berdansa dengan Lilia. Jadi, dia sudah tidak perlu berada di sana.

Axillion sangat benci perhatian yang diberikan padanya oleh para tamu pesta. Dari Auro dan para Mage, bangsawan-bangsawan Kekaisaran maupun bangsawan kerajaan lain, lalu, terutama—para Lady yang terus berusaha mengajaknya berdansa. Tidakkah bisa mereka membiarkannya bernapas lega sebentar saja dalam pesta??

Saat dia meninggalkan pesta, Axillion menyadari perasaan kecewa para tamu yang terarah kepadanya. Tapi, dia tetap tidak peduli. Pesta itu sangat membosankan, tidak ada hal yang benar-benar menarik dirasakannya. Kalaupun ada yang menarik, mungkin itu adalah pertanyaan dari utusan Kerajaan Suci Elvia.

Apakah anda bisa menggunakan kekuatan suci, Yang Mulia Pangeran Axillion?

Utusan Kerajaan Suci Elvia melontarkan pertanyaan yang di luar dugaan, dan dia menjawab bahwa dirinya adalah seorang Mage bukan Priest. Axillion sadar, dirinya yang berhasil menutup Gate Kosong telah menarik perhatian Kerajaan Suci Elvia, tapi untuk kesekian kalinya juga, dia tidak peduli. Selama mereka tidak mengganggunya, dia akan berdiam diri, meski dia tahu pada kenyataannya bahwa Kerajaan Suci Elvia bukanlah tempat yang suci seperti namanya.

Terus melangkah dalam lorong sepi menuju kamarnya, Axillion merasa hari ini cukup melelahkan. Tapi, syukurlah semuanya sudah berlalu dan dia akan dapat tidur dengan tenang. Dirinya hanya berharap tidak akan ada lagi agenda-agenda merepotkan yang akan menganggunya untuk sementara.

Tiba di depan pintu kamar di mana dia mengurung diri selama dua belas tahun, Axillion membukanya. Namun, langkah kakinya terhenti, dan dia tidak memasukinya sama sekali. Kamarnya gelap gulita, karena dirinya memang tidak menyalakan lampu saat meninggalkan kamar.

"Cih," berdecak kesal, Axillion menutup mata dan mengangkat tangan kanan menyusuri rambutnya. "Baru saja tiga hari."

Membuka matanya, sepuluh lingkaran sihir berwarna emas muncul di sekelilingnya. Bersinar dan berputar, peluru sihir cahaya dengan cepat melesat keluar memasuki berbagai sudut kamar tidurnya.

"Kita ketahuan!"

Dari dalam kegelapan kamar di mana peluru sihir cahaya Axillion mengarah, sepuluh orang berpakaian hitam melesat maju. Mereka semua memakai topeng putih yang hanya memperlihatkan mata. Menghindar peluru sihir yang ada, mereka semua menuju arah Axillion dengan pisau di tangan—Assassin.

Axillion tetap tidak bergerak melihat mereka yang menyerangnya. Menatap mereka semua tanpa kedip, ratusan lingkaran sihir emas berukuran kecil tiba-tiba muncul di sekelilingnya.

Kesepuluh Assassin yang ada sangat terkejut melihat sihir Axillion. Mereka memang sudah mendapat informasi bahwa Pangeran Pertama adalah seorang Mage yang luar biasa. Tapi, mereka tidak menyangka seluar biasa ini. Meskipun kecil, siapa yang bisa membuat ratusan lingkaran sihir dalam waktu sesingkat ini?

Lingkaran sihir Axillion bersinar dan berputar, ratusan jarum sihir berukuran kecil dan panjang melesat keluar tanpa henti bagaikan mesin.

Para Assassin berusaha menghindar, tapi semua terlambat. Mereka mungkin dapat menghindar satu atau dua jarum sihir yang ada, tapi, jika ribuan?—itu mustahil.

Jarum cahaya yang ada menancap badan para Assassin. Tangan, kaki, badan, wajah—mata dan dahi. Semua yang terjadi sangat cepat, mereka tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan berteriak saja juga tidak bisa. Badan mereka yang telah kehilangan nyawa ambruk jatuh ke bawah.

Kamar kembali manjadi sunyi. Ratusan lingkaran sihir di sekeliling Axillion menghilang. Dengan pelan tanpa mengubah ekspresi wajahnya, dia berjalan memasuki kamar. Tidak ada perasaan apapun dirasakannya walau dirinya baru saja membunuh sepuluh Assassin dalam sekejap mata.

Melangkah melewati tubuh tidak bernyawa para Assassin, Axillion menuju kursi sofa yang ada ada dalam kamar. Duduk dengan santai, dia menuang segelas air putih di atas meja dan meneguknya.

Selesai meneguk habis air putih, dia dengan santai meletakkan kembali gelas tersebut di atas meja. Mata hijaunya menatap gelas kosong tersebut dan kedua ujung bibirnya terangkat membentuk seulas senyum. "Kau tahu? Jika kalian mencampurkan racun dalam air minumku, kemungkinan berhasil membunuhku mungkin akan lebih tinggi dari pada menyerangku secara langsung."

Mengangkat pandangannya, mata Axillion tertuju pada sudut kamar di depannya. Tertawa kecil, dia menyandarkan punggung ke kursi sofa yang didudukinya, "Batalkan sihir dan tunjukkanlah dirimu. Jangan bersembunyi dengan Artifact sihir terus." ujarnya. "Aku sudah resmi menjadi Mage hari ini. Sebagai sesama Mage, kita bisa saling mengerti, bukan?"

"..... "

"..... "

"....."

Kesunyian masih memenuh kamar, namun, beberapa saat kemudian. Dari dalam kegelapan sudut kamar yang ditatap Axillion, seorang Assassin tiba-tiba muncul. Seperti Assassin lainnya, dia juga berpakaian serba hitam dan mengenakan sebuah topeng. Namun, tidak seperti rekannya yang langsung menyerang begitu menunjukkan diri, dia berdiri diam di tempat dengan sebuah lingkaran sihir di depan—siap menyerang.

Kedua mata Assassin yang menatap Axillion tidak dapat menyembunyikan perasaan terkejut dan takutnya. Bagaimana dia bisa tahu dirinya bersembunyi dengan Artifact? Bagaimana dia bisa tahu, dirinya menargetkan sihir kepadanya?—bukan kah dirinya tidak terlihat?

Axillion yang menatap Assassin tersebut tersenyum. Dia tahu, Assassin tersebut pasti sangat kebingungan kenapa dia bisa mengetahui keberadaannya. Tapi, dia tidak berkeinginan menjelaskannya. Mengapa dia bisa mengetahui keberadaan mereka hanya dengan melihat?—itu karena dia memiliki sepasang mata yang tidak pada umumnya; Mana Detector.

Mana Detector.

Sesungguhnya, julukan itu adalah julukan yang dibuat oleh Axillion sendiri. Dari segala buku maupun cacatan kuno yang pernah dibacanya, dia tidak pernah menemukan kasus sepertinya. Karena itu, dia menamai mata yang bisa melihat Mana dengan Mana Detector.

Mana adalah substansi netral yang memenuhi dunia ini. Di udara, air, tanah, api, cahaya—termasuk makhluk hidup. Sejak lahir, Axillion bisa melihat mana dengan jelas. Bentuknya seperti cahaya dan berwarna, serta ada di mana-mana. Awalnya dia tidak tahu apa itu, sampai dia membaca buku 'Dasar-dasar sihir untuk pemula' yang diberikan Lilia.

Mana.

Yang selalu dilihatnya di mana saja sejak lahir adalah Mana. Sangat menarik, karena itulah dia mempelajarinya. Tidak mudah, dan beberapa kali dirinya menemukan jalan buntu. Tapi, pada akhirnya dia berhasil mengendalikan mana dan menjadi—Mage.

Karena matanya lah, saat Axillion membuka pintu kamarnya, dia bisa melihat dengan jelas para Assassin yang bersembunyi dalam kegelapan. Mereka bisa menyembunyikan kehadiran ataupun menahan napas, tapi sebagai makhluk hidup, mereka tidak akan dapat menyembunyikan mana mereka. Terlebih lagi, Assassin terakhir ini yang bersembunyi dengan Artifact sihir sambil menggunakan sihir—dia terlihat paling jelas karena jumlah mana yang ada bagaikan obor di tengah kegelapan malam.

Axillion yang terus menatap Assassin tersebut kemudian tertawa. "Kau tidak perlu takut. Aku tidak berniat membunuhmu."

Senyum Axillion adalah senyum yang indah. Namun, Assassin yang melihatnya merasa sangat ketakutan. Dia telah melakukan perkerjaan ini selama puluhan tahun, dan dia telah melihat berbagai jenis manusia. Dari yang baik hingga kejam, yang normal hingga gila, yang sederhana hingga kompleks. Ini adalah pertama kalinya dia bertemu dengan orang yang tidak dapat dijelaskan. Dirinya tidak tahu Pangeran Pertama Kekaisaran ini tergolong manusia jenis apa, namun dia tahu, Axillion sangat—berbahaya.

"Aku ingin kau menyampaikan pesan pada Tuanmu," lanjut Axillion lagi. Senyum di wajahnya yang cantik tetap mengembang dengan sempurna. "Jika masih ingin membunuhku, silakan mencoba lain kali."

Assassin yang tersisa menelan ludah mendengar pesan Axillion. Dia benar-benar tidak mengerti, bagaimana Axillion bisa dengan begitu santai mengucapkan kata silakan mencoba lain kali.

Namun, sedetik kemudian, senyum menghilang dari wajah Axillion. Kedua mata hijaunya menatap Assassin tersebut berubah menjadi sangat dingin hingga menakutkan. "Tapi—jangan pernah sekalipun mencoba menyentuh Ibundaku."

Assassin tersebut tidak menjawab, tapi badannya bergetar. Itu adalah peringatan. Assassin tersebut tahu, ucapan terakhir Axillion bukanlah pesan, melainkan peringatan. Jangan menyentuh Ratu Ketiga Kekaisaran Agung Alexandria, dan jika berani menyentuhnya, maka—konsekuensinya tidak terjelaskan.

Seulas senyum kembali menghiasi wajah Axillion, kedua mata hijaunya yang tajam kembali seperti biasanya. Tertawa, dia berdiri dan melangkah menuju tempat tidurnya. "Pergilah sekarang."

Assassin tersebut tidak membuang waktu sedikitpun begitu mendengar ucapan Axillion. Dengan cepat, dia berlari ke arah jendela, membukanya dan meloncat keluar—hilang dalam kegelapan malam.

Axillion yang berhenti berjalan begitu dia menyadari Assassin tersebut telah menghilang. Tersadar akan sesuatu, dia menoleh ke belakang menatap tubuh tidak bernyawa para Assassin yang dibunuhnya tadi. Mendesah pasrah, dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Hah~, aku lupa memintanya membersihkan mayat teman-temannya."

...****************...

1
Evi Pebrianti
bagus
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😍😍

Aku akan berusaha membuat cerita ini semenarik dan seseru mungkin😘
total 1 replies
Raja Semut
dri berapa bab yg saya baca kenapa tidak pernh di jelaskan asal muasal kekuatan dari sang MC?
Razux Tian: Terima kasih untuk komentnya😀

Aku tidak bisa me jelaskan asal muasal kekuatan MC karena semuanya akan terjawab seiring dengan jalan cerita😄

Sekali lagi, terima kasih telah membaca novel ini🙏🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!