NovelToon NovelToon
Bayi Rahasia : Agen Dan Mafia Berbahaya

Bayi Rahasia : Agen Dan Mafia Berbahaya

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Mafia / Lari Saat Hamil / One Night Stand / Single Mom / Roman-Angst Mafia
Popularitas:5k
Nilai: 5
Nama Author: dadeulmian

Elena adalah agen rahasia yang sedang menjalankan misi untuk mengambil informasi pribadi dari kediaman Mafia ternama bernama Luca Francesco Rossi. Saat menjalankan misi Elana terjebak dan menjadi tawanan beberapa hari.

Menyamar sebagai wanita panggilan, setelah tidur bersama pria yang menjadi mafia berbahaya itu, Elena menyelinap dan berhasil mendapatkan informasi penting yang akan menghancurkan setengah kekuatan milik Luca.

Dan itulah awal dari kisah Luca yang akan memburu dan ingin membalas dendam pada Elana yang menipunya. Disisi lain Elena yang bekerja menjadi agen rahasia berusaha menyembunyikan putri kecil rahasianya dengan mafia kejam itu.

Sampai 4 tahun berlalu, Luca berhasil menemukannya dan berniat membunuh Elena. Dia tidak mengetahui tentang putri rahasianya itu.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dadeulmian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14

Di pagi hari yang tenang mansion Rossi yang biasanya sibuk dengan pengawal dan asisten dapur mendadak terasa lebih santai. Fiona tidak ada, Luca sedang sibuk dengan urusannya, dan Sophia tampak bosan.

“Mommy, Pia lapar,” keluh Sophia sambil menarik-narik ujung baju Elena.

Elena menatap putrinya dengan senyum lembut. “Baiklah, Sayang. Apa kamu ingin aku membuatkan sesuatu?”

Sophia bersorak riang. “Pia mau pasta! Tapi Pia juga mau bantu masak!”

Elena mengerutkan kening, tetapi tidak tega menolak. “Baiklah, tapi kamu harus mengikuti apa yang Mommy katakan, oke?”

Sophia mengangguk antusias. “Oke, Mommy!”

Elena dan Sophia masuk ke dapur yang besar dan mewah. Peralatan memasak yang canggih berbaris rapi di meja, tetapi Elena hanya membutuhkan bahan-bahan dasar.

“Baik, kita akan membuat pasta dengan saus tomat,” kata Elena sambil mengeluarkan bahan-bahan dari lemari es.

Sophia memanjat kursi kecil di dekat meja dapur, siap membantu. “Mommy, Pia mau pecahin telor!”

“Tapi kita tidak butuh telur untuk pasta,” jawab Elena sambil tertawa kecil.

Sophia tampak bingung, tetapi ia mengambil sebutir telur dari keranjang dan memecahkannya ke atas meja, membuat kuning telur menyebar ke mana-mana.

“Oh tidak, Sayang! Bukan begitu caranya!” seru Elena sambil mengambil kain untuk membersihkan meja.

“Maaf, Mommy,” kata Sophia dengan wajah polos.

Elena menggeleng sambil tersenyum. “Tidak apa-apa. Sekarang, bisakah kamu membantu Mommy mengaduk saus ini?”

Sophia mengambil sendok kayu dan mulai mengaduk saus tomat dalam panci kecil. Namun, karena terlalu semangat, ia mengaduk terlalu cepat, menyebabkan saus tomat terciprat ke mana-mana, termasuk ke wajah Elena.

“Pia, hati-hati!”

Sophia menatap wajah ibunya yang penuh saus tomat, lalu tertawa terbahak-bahak. “Mommy lucu banget!”

Elena tidak bisa menahan tawa. Ia mengambil sejumput tepung dan menempelkannya ke hidung Sophia. “Sekarang kamu juga terlihat lucu!”

Keduanya tertawa bersama, tetapi kekacauan belum berakhir.

Ketika Elena sedang mencoba membersihkan dapur yang kini penuh saus tomat dan tepung, Luca tiba-tiba masuk.

“Apa yang sedang kalian lakukan di sini?” tanyanya dengan nada datar, tetapi matanya membelalak melihat kekacauan di dapur.

Sophia berlari menghampirinya dengan tangan penuh tepung. “Daddy! Pia bantu Mommy masak!”

Luca menatap putrinya, lalu melihat Elena yang sedang berusaha membersihkan lantai. “Bantu atau membuat kekacauan?”

Elena berdiri dan menatap Luca dengan kesal. “Kami sedang memasak. Kamu tidak tahu bagaimana rasanya menjaga anak kecil yang penuh energi, kan?”

Luca mendesah panjang. “Aku rasa aku akan memesan makanan saja.”

“Tunggu!” kata Sophia sambil menarik tangan Luca. “Daddy harus coba masakan Pia!”

Elena tersenyum tipis. “Kamu dengar itu? Putrimu ingin kamu mencoba pasta buatan kami.”

Luca menatap mereka berdua, lalu menghela napas panjang. “Baiklah. Tapi kalau tidak enak, aku hanya akan memesan makanan atau membiarkan koki pribadi ku untuk memasak.”

Elena dan Sophia tertawa bersama, sementara Luca duduk di meja dapur, menunggu dengan skeptis.

Ketika pasta akhirnya selesai, Elena menaruh piring di depan Luca. Sophia duduk di sampingnya, menatapnya dengan penuh harap.

“Cobain, Daddy!” kata Sophia antusias.

Luca mengambil garpu, mencicipi pasta itu dengan hati-hati. Untuk sesaat, ia tidak berkata apa-apa, membuat Sophia dan Elena semakin tegang.

“Jadi?” tanya Elena akhirnya.

Luca menatap mereka, lalu mengangguk kecil. “Lumayan. Tapi sausnya terlalu cair.”

Elena mendengus. “Oh, jadi kamu seorang kritikus makanan sekarang?”

Sophia bersorak, tidak peduli dengan kritik Luca. “Daddy suka! Pia koki yang hebat!”

Luca tersenyum kecil melihat putrinya begitu bahagia. Meski dapur penuh kekacauan, momen ini membuatnya merasa sedikit lebih hangat.

Setelah makan siang yang penuh dengan kekacauan di dapur, mereka bertiga pindah ke ruang tamu. Sophia, yang sudah kenyang dan puas, mulai bermain dengan boneka beruangnya di lantai, sementara Elena duduk di sofa, membersihkan sisa saus tomat di bajunya.

Luca duduk di kursi seberang, matanya tertuju pada koran di tangannya, tetapi sesekali melirik ke arah Elena dan Sophia.

“Jadi, kamu bisa memasak,” gumam Luca tanpa menurunkan korannya.

Elena mendongak dengan alis terangkat. “Tentu saja aku bisa memasak. Kamu pikir aku tidak punya keterampilan dasar sebagai manusia?”

Luca menatapnya sejenak, lalu kembali membaca. “Hanya saja... aku tidak menyangka. Itu saja.”

“Ya, kau pasti berpikir aku hanya bisa menembak seseorang dan menyelinap ke kamar orang, kan?” balas Elena dengan nada tajam namun penuh sarkasme.

Luca tersenyum tipis, meskipun ia mencoba menyembunyikannya di balik korannya.

Sophia tiba-tiba mendongak dari permainannya, menatap mereka dengan mata lebar. “Mommy, Daddy, kalian nggak boleh berantem!”

“Kami tidak berantem, Sayang,” jawab Elena cepat.

Sophia berjalan mendekat dan memanjat sofa di sebelah Elena. Ia menatap Luca dengan ekspresi serius. “Daddy harus lebih baik sama Mommy.”

Luca menurunkan korannya, menatap Sophia dengan bingung. “Aku tidak melakukan apa pun.”

“Tapi Daddy selalu bicara dengan nada dingin sama Mommy,” protes Sophia dengan tangan di pinggulnya.

Elena menahan tawa, menikmati betapa tegasnya putri mereka. “Dengar itu, Luca. Bahkan anak kecil bisa melihat sikapmu.”

Luca menghela napas panjang. “Sophia, bisakah kamu tidak terlalu sensitif? Kamu akan menjadi orang dewasa yang cerewet.”

Sophia tersenyum puas dan kembali bermain, meninggalkan kedua orangtuanya dalam keheningan canggung.

Untuk menghabiskan waktu sore, mereka memutuskan berjalan-jalan di taman belakang mansion. Sophia berlari-lari di antara semak-semak bunga, tertawa riang saat mengejar kupu-kupu.

Elena duduk di bangku taman, mengamati putrinya dengan senyum lembut. Luca berdiri di dekatnya, tangan dimasukkan ke saku celananya.

“Dia benar-benar anak yang penuh energi,” kata Luca akhirnya, memecah keheningan.

Elena mengangguk. “Memang dia seperti itu, dia selalu keras kepala dan tidak kenal takut ataupun lelah.”

Luca menoleh, alisnya terangkat. “Keras kepala? Aku pikir itu hal yang kamu turunkan padanya.”

Elena tertawa pelan. “Mungkin. Tapi dia pasti mendapat sesuatu darimu.”

“Seperti apa?” tanya Luca, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.

Elena terdiam sejenak, lalu menatap Luca dengan serius. “Dedikasi. Kau mungkin keras, tapi kamu tidak pernah menyerah untuk melindungi orang-orang yang kamu anggap penting.”

Luca terlihat terkejut mendengar kata-kata itu. Untuk pertama kalinya, ia melihat Elena tanpa nada sarkasme atau permusuhan.

Namun, sebelum suasana menjadi terlalu serius, Sophia berlari mendekat dengan tangan penuh bunga liar.

“Mommy, Daddy, lihat! Pia bikin mahkota bunga untuk Mommy!” serunya sambil menyematkan bunga-bunga itu di kepala Elena.

Elena tertawa, sementara Luca menatap putrinya dengan senyum kecil. “Bagaimana dengan Daddy? Apa Daddy juga dapat mahkota?”

Sophia menggeleng dengan serius. “Daddy nggak cocok pakai bunga. Daddy harus pakai mahkota singa!”

Elena tertawa keras, sementara Luca hanya menggeleng, meski ada senyuman kecil di wajahnya.

Dan di malam hari setelah Sophia tertidur, Elena duduk di teras belakang dengan segelas teh hangat. Ia menikmati ketenangan, meskipun pikirannya masih penuh dengan konflik tentang apa yang harus ia lakukan.

Luca datang dan duduk di kursi di sebelahnya, membawa segelas anggur.

“Malam ini tenang sekali,” katanya sambil menyesap anggurnya.

Elena mengangguk. “Ya, cukup menyenangkan.”

Mereka duduk dalam keheningan selama beberapa menit, menikmati udara malam.

“Terima kasih,” kata Luca tiba-tiba.

Elena menoleh, terkejut. “Untuk apa?”

“Untuk... mencoba tidak kabur, setidaknya untuk sekarang,” jawab Luca, meskipun suaranya terdengar canggung.

Elena tersenyum kecil. “Aku melakukannya untuk Sophia.”

Luca mengangguk, lalu menatapnya dengan serius. “Dan mungkin juga untuk dirimu sendiri.”

Elena tidak menjawab, hanya menatap bintang-bintang di langit. Dia tidak pernah berhenti mencoba untuk kabur, bahkan setiap saat dia selalu berpikir cara untuk melakukannya

1
tia
lanjut Thor
tia
semangat thor cerita bagus
dadeulmian: terimakasih udah komen kakk
total 1 replies
tia
masa ibu ny lebih muda thor
dadeulmian: emang awet muda dia
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!