Rin yang terpaksa harus merubah penampilannya saat berada disekolah barunya sebagai siswa pindahan, dikarenakan sebuah kejadian yang membuatnya tak sadarkan diri dan dirawat dirumah sakit.
Disekolah baru ini, Rin harus mengalami drama sekolah bersama primadona kelasnya serta dengan adik kelasnya. Serta rahasia dari sekolah barunya, bersama dengan identitasnya yang ingin diketahui teman-teman sekelasnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rheanzha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan Dari Kepala Sekolah
Kemarin adalah sesuatu yang sangat langka terjadi di kelas 2-2, sebuah perdebatan yang di lakukan oleh dua orang yang tak pernah di sangka-sangka oleh seisi kelas. Si cupu yang pendiam, Rin Astav dengan Primadona kelas 2-2 yang polos, Karin Althea.
Permasalahannya sebenarnya hal yang tak terlalu besar, hanya masalah apa yang harus kelompok mereka bahas dan teliti pada praktikum pelajaran Biologi, hanya karena hal itu mereka berdua berdebat, keras kepala dengan ide masing-masing.
Begitupun dengan hari ini, hawa permusuhan terpancar dari wajah mereka dan juga tingkah dan sikap mereka, dari awal pelajaran di mulai sampai pelajaran kedua pun sikap mereka masih sama.
Suara ketukan mikrofon terdengar dari speaker yang ada di kelas.
"E-hemp, maaf untuk mengganggu." suara yang terdengar itu sungguh mudah untuk dikenali, yaitu Luna, dokter di sekolah ini, "tapi kenapa dia yang ada di ruangan broadcast." begitulah yang ada di pikiran para siswa.
"Kepada siswa yang bernama Rin Astav. V dan Karin Althea kelas 2-2 harap segera menghadap ke ruang kepala sekolah. Terima kasih." begitulah pengumuman yang terdengar di seluruh ruangan sekolah.
Seluruh anak kelas 2-2 mulai heboh, bertanya-tanya tentang pengumuman barusan, apa mungkin karena perdebatan mereka kemarin hingga mereka di panggil ke ruang kepsek. Dinda dan Nirmala yang mendengar hal itu pun bertanya-tanya kenapa Rin di panggil ke ruangan kepala sekolah.
Rin dan Karin segera pergi ke ruangan kepsek setelah mendapat izin dari guru yang ada di kelas. Di sepanjang jalan menuju ke ruang kepala sekolah, mereka berdua tak berbicara sama sekali, mereka pun juga menjaga jarak saat berjalan.
Mereka berdua akhirnya sampai di depan ruangan kepala sekolah, setelah mereka berjalan berdua tanpa suara. Karin segera mengetuk pintunya, setelah mendapat tanggapan dari dalam, mereka berdua segera masuk.
"Ba-bapak, memanggil kami?" tanya Rin.
"Ya itu benar, saya memanggil kalian berdua."
"Ada apa sih Papa, nggak biasanya nyuruh Thea ke sini sama dia pula, apa lagi lewat pengeras suara." Karin memasang wajah kesal ke kepala sekolah.
"Eh ... Pa-Papa ... ka-kamu ...." ujar Rin terbata-bata.
Namun tiba-tiba seseorang mendekap Rin dari belakang dan menyebut-nyebut namanya. Hal itu membuat Rin dan Karin kaget.
"Apa yang Ibu lakukan?"
"Apa lagi, Ibu lagi meluknya, kan." jawabnya sambil mengencangkan pelukan.
"Tapi itu, kan -"
"Ka ... Kak Luna, sa ... sakit." rengek Rin yang merasa sakit dengan pelukannya Luna.
"Eh, kakak? Kamu manggil dia kakak?"
"Ayolah, kenapa kamu masih seperti ini, kan kakak dah pernah bilang waktu itu."
"Tapi ... itu Kak."
Ucapan Karin tadi tak di anggap oleh mereka berdua.
"Kamu nggak usah menyembunyikannya kalau disini." tutur Salman.
"Tapi ... itu Pak." tutur Rin sambil melirik kearah Karin.
Karin yang merasa seperti tak dianggap mulai kesal dan geram.
"Ada apa ini semua, Pa coba jelasin ke Thea ada apa dengan ini semua." emosi Karin tak terbendung lagi.
Selagi Karin mengeluarkan kekesalannya Luna mulai menjahili Rin, di lepaskannya kacamata yang di pakai Rin serta dia mulai mengacak-acak rambutnya juga.
"Kak Luna, apa yang kamu lakukan." tutur Rin risih.
"Kamu tak pernah berubah ya Luna." tutur suara seorang wanita yang sedang duduk di sofa membelakangi mereka
"Hmm, suara ini kalau tak salah ...." Luna segera menghampiri wanita itu.
"Mama ... ngapain Mama ada disini?" tanya Rin yang tahu kalau suara itu adalah mamanya.
Pertanyaan Rin tak langsung terjawab, soalnya Luna langsung memeluk Intan.
"Kak Intan, apa kabar, dah lama nggak ketemu."
"Baik, terakhir saat Seira baru masuk sekolah, kan, kamu nggak pernah berubah."
Luna hanya tersenyum mendengar Intan bilang seperti itu.
Karin masih terdiam tak mengerti dengan apa yang terjadi, Karin mencoba untuk bertanya ke Rin siapa tahu dia tahu, namun Karin dibuat terkejut dengan Rin yang dilihatnya.
"Ka ... kamu ...." Karin tergagap saat melihat Rin tak berkacamata dan rambutnya yang acak-acakan habis diberantakin oleh Luna tadi
"Iya, ada apa sih." jawab Rin sembari merapikan rambut yang diacak-acak oleh Luna, yang entah kenapa susah untuk di tata ulang oleh Rin.
"Kamu bukannya yang ada di kafe itu."
"Kalau iya memangnya kenapa!" jawab Rin ketus masih kesal dengan rambutnya.
"Kak Luna, tanggung jawab, rapikan rambut aku." tutur Rin ngambek.
"Kamu nggak berubah, selalu ngejahili Rin, sini biar mama aja yang merapikannya."
"Habisnya dari dia kecil dulu, kalau lihat mukanya pengen ngerjain dan ganggu dia terus."
"Ya, Luna memang begitu dari dulu, si pembuat orang lain kesal tapi ngangenin." tutur Salman
"Anu, maaf, hubungan kalian ini apaan sich?" tanya Karin penasaran.
"Kalau itu, ra-ha-si-a." tutur Intan dan Luna kompak.
"Ya aku juga nggak heran, karena memang begitulah mereka berdua." tutur Rin yang masih merapikan rambutnya.
Karin terdiam bingung sendiri, seakan-akan dia saat ini berada di planet lain, terasa asing di tempat yang seharusnya tak asing lagi baginya. Salman menyuruh Rin dan putrinya itu agar bergabung duduk dengan mereka, ada hal yang ingin dibicarakannya dengan mereka berdua.
Rin pasrah dan menyerah dan membiarkan rambutnya tetap berantakan. Mereka berdua segera duduk bersama dengan yang lainnya.
"Bapak mau bertanya ke kalian berdua. Thea menurut kamu Rin itu bagaimana dan Rin menurut kamu Thea itu seperti apa?" tanya Salman ke mereka berdua.
"Dia!" Rin dan Karin saling tunjuk.
"Cowok cupu, Kutu buku, pendiam dan paling nyebelin." tutur Karin
"Cewek nyebelin, sok polos, kalau ngomong blak-blakan nggak bisa di rem." ujar Rin
"Dan juga dia keras kepalanya bukan main." ucap mereka berdua serempak.
Hal itu membuat pertengkaran kecil diantara mereka lagi. Intan, Salman dan Luna hanya tersenyum geli melihat tingkah yang mereka berdua lakukan.
"Memangnya untuk apa sih Pa?" tanya Karin ke Salman seraya menghentikan pertengkaran kecil mereka berdua.
"Sebenarnya Papa dan orang tuanya Rin ingin suatu hal dari kalian berdua."
"Apa itu Pa?"
"Kami ingin kalian berdua tunangan." Intan langsung memberitahukan mereka berdua secara langsung tanpa basa-basi lagi.
"Apa ...?" Rin dan Karin sontak mencondongkan tubuh mereka ke depan karena kaget.
Bukan itu saja, Luna pun ikut terkejut dengan penuturan dari Intan, karena dia tidak diberi tahu pasti alasan kenapa dia juga ada di sini.
"Tunggu dulu, Papa pasti bercanda, kan." tutur Karin meminta kepastian ke Papa nya kalau yang didengarnya itu hanya candaan, tapi gelengan kepala yang diberikan Salman, menandakan bahwa itu memang benar.
"Tapi Ma, kenapa kami harus bertunangan sih Ma." ujar Rin yang masih bingung dengan apa yang didengarnya itu.
"Dulu kami pernah berjanji untuk menikahkan kalian berdua kalau kalian sudah dewasa nanti, tapi karena insiden itu terjadi ke kamu, Mama bilang ke Papanya Karin untuk membuat kalian bertunangan dulu. Dan juga Nini-mu ingin kamu tamat dari SMA tinggal dirumah utama dengan membawa calon istri, Mama mana bisa nolak apa yang Nini inginkan." tutur Intan menjelaskan.
"Tapi Ma, bagaimana dengan Nirmala." tutur Rin yang merasa bingung di hatinya.
"Nirmala? Oh gadis itu, ada apa memangnya dengan dia?"
"Sebenarnya, kemarin Nirmala nyatain perasaannya ke Rin, tapi dia bilang untuk memikirkannya dulu jangan langsung di jawab, setelah itu dia pergi."
"Oh, Mama tahu, itu pasti dia ingin melindungi kamu dan diantara rasa sukanya itu dia tidak ingin kamu, orang yang dikenalnya seperti ini, ke sekolah dengan penampilan yang seperti itu." Intan menjelaskan tentang apa yang dia pikirkan tentang tindakan dari Nirmala.
Mendengar penuturan dari Mamanya, Rin tertunduk dalam, perasaannya saat ini benar-benar sedang bercampur aduk.
"Luna tolong panggilkan Nirmala lewat pengeras lagi, soalnya sekarang sudah masuk istirahat, oh ya itu sekarang dimana?"
"Dia sekarang ada di UKS."
"Bawa dia kesini, setelah itu tolong bikin surat izin untuk tiga orang."
Luna segera meninggalkan ruang, menjalankan apa yang diperintahkan kepala sekolah.
"Anu, maaf tante, insiden apa ya yang tante bicarakan tadi dan apa hubungannya dengan Nirmala?"
Karin penasaran apa lagi melihat Rin sampai tertunduk, matanya sampai berbinar.
"Sebenarnya sebelum pindah ke sini, Rin di sekolahnya dulu pernah dibuat sampai masuk rumah sakit, kalau soal Nirmala, dia seorang yang nolong dan belain Rin, saat yang lain tak percaya sama Rin dan menghakimi Rin." nada bicara Intan seketika memberat, dia tak sanggup untuk mengingat hal itu lagi.
"Masuk rumah sakit tan, kenapa bisa begitu tan?" Karin makin penasaran dengan kejadian yang menimpa Rin.
"Soal itu -"
"Ma, cukup, nggak usah diceritakan Ma, tentang kejadian itu."
Rin menghentikan Mamanya untuk melanjutkan ceritanya tentang kejadian itu, dengan tubuhnya yang tiba-tiba gemetar dan pandangannya semakin dalam melihat kakinya.
"Maaf Karin, tante nggak bisa menceritakannya." tutur Intan sambil memberi isyarat ke Karin 'kalau mau tahu ceritanya tanya sama Salman' melirik dan menunjuk Salman.
°
°