Layaknya matahari dan bulan yang saling bertemu disaat pergantian petang dan malam, namun tidak pernah saling berdampingan indah di langit angkasa, seperti itulah kita, dekat, saling mengenal, tapi tidak pernah ditakdirkan untuk bersama.
Aku akan selalu mencintaimu layaknya bulan yang selalu menemani bintang di langit malam. Diantara ribuan bintang di langit malam, mungkin aku tidak akan pernah terlihat olehmu, karena terhalau oleh gemerlapnya cahaya bintang yang indah nan memikat hati itu.
Aku memiliki seorang kekasih saat ini, dia sangat baik padaku, dan kita berencana untuk menikah, tetapi mengapa hatiku terasa pilu mendengar kabar kepergianmu lagi.
Bertahun-tahun lamanya aku menunggu kedatanganmu, namun hubungan kita yang dulu sedekat bulan dan bintang di langit malam, justru menjadi se-asing bulan dan matahari.
Kisah kita bahkan harus usai, sebelum sempat dimulai, hanya karena jarak yang memisahkan kita selama ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Roshni Bright, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jatuh ke Jurang
Ketika sedang duduk termenung, ada seorang Pria yang wajahnya seperti seseorang yang Ia kenal.
“Aisyah,” panggil Pria itu tersenyum menatapnya.
“Ji-hyeon? Kamu gak jadi ke Kalimantan?” tanya Aisyah yang nampak senang.
Aisyah langsung berlari memeluknya dan memejamkan matanya.
“Aku mohon, jangan pergi lagi ya! Aku gak bisa kalau gak ada Kamu!” pinta Aisyah.
Ada dua orang Wanita yang melintas melihat Aisyah yang seperti memeluk seseorang, namun tidak ada siapapun di sana.
“Mbak!” panggil salah satu Wanita menepuk pundak Aisyah.
Aisyah melepaskan pelukannya dan menatap ke belakang.
“Mbak lagi ngapain ya? Kok saya lihat mbak kayak lagi memeluk seseorang,” kata wanita itu yang terlihat kebingungan.
“Memang, tadi saya lagi peluk teman kecil saya yang baru pulang dari Kalimantan,” jawab Aisyah.
“Tapi gak ada siapapun di sana mbak, coba deh Mbak lihat lagi!”
“Aaa...” Aisyah langsung memastikan perkataan Wanita itu dan benar saja, tidak ada orang selain Mereka bertiga di sana.
“Lho! Tadi ada Mbak!” kata Aisyah yang nampak syok.
“Hm... Ya sudah Mbak, Kita permisi ya!” kata Wanita itu menarik tangan temannya.
Aisyah nampak kebingungan dan mencari keberadaan Ji-hyeon, karena Ia yakin, tadi ada Ji-hyeon di hadapannya.
“Ji-hyeon, Kamu di mana? Tadi itu Kamu kan?” tanya Aisyah mencari ke sekelilingnya.
“Aisyah,” panggil Pria itu dari arah belakang.
Mendengarnya Aisyah langsung berlari menghampirinya.
“Ini beneran Kamu kan Ji-hyeon?” tanya Aisyah memegangi pipinya.
“Iya, ini aku Ji-hyeon, ada apa?” tanya Ji-hyeon.
“Tadi aku dihampiri oleh dua orang Wanita, Mereka mengatakan jika tidak ada orang selain Kita bertiga di sana, padahal saat itu, aku sedang memelukmu, tapi anehnya, Kamu tiba-tiba menghilang, Kamu bukan wujud dari imajinasiku saja kan?”
“Wujud dari imajinasi? Ya bukanlah! Balik yuk! Udah gelap tuh! Udah mau Maghrib! Pamali lho!”
“Hm.. Iya!”
Aisyah mengajak Ji-hyeon ke kamarnya dan anehnya saat Ia membawa Ji-hyeon pulang, Ibunya bersikap seolah tidak bisa melihat keberadaan Ji-hyeon di sampingnya.
“Assalamualaikum Bu,” ucap Aisyah mencium tangan Ibunya.
“Wa'laikumsalam, udah mau Maghrib, makan dulu Nak!” pinta Ibunya.
“Hm... Iya Bu, nanti saja, Aisyah mandi dulu ya, sekalian saja habis Maghrib Bu, Aisyah masih kenyang soalnya, baru banget tadi habis makan es krim di jalan,” jawab Aisyah.
“Oh, ya sudah kalau seperti itu!”
“Aisyah ke kamar dulu ya Bu.”
“Iya Nak!”
“Kok Ibu kayak gak bisa lihat Ji-hyeon ya?” batin Aisyah bertanya-tanya dan sesekali menoleh ke Ibunya dan Ji-hyeon.
“Kamu kenapa sih?” tanya Ji-hyeon.
“Hm.. gak apa-apa kok!” jawab Aisyah.
“Kamu tunggu di sini dulu ya, aku mau mandi, jangan mengintip lho ya!” pinta Aisyah.
“Kagak lah! Ngapain juga ngintipin Kamu!”
“Ya udah, aku mau mandi!”
“Iya.”
Ketika Aisyah mengunci pintu kamar mandi, tiba-tiba Ji-hyeon menghilang secara misterius.
Aisyah yang selesai mandi pas sekali dengan adzan Maghrib pun sekalian wudhu untuk melaksanakan sholat Maghrib. Ketika Aisyah ke luar dari dalam kamar mandi, Ia terkejut, karena Ji-hyeon sudah tidak berada di sana.
“Lho? Ji-hyeon pergi lewat mana? Kan pintu kamarnya aku kunci, ya udah deh, nanti aja aku cari Dia habis sholat Maghrib dulu,” ucap Aisyah mengambil sajadah dan mukena miliknya.
Setelah selesai sholat, Aisyah mencari keberadaan Ji-hyeon, namun yang Ia temukan hanya noda di lantai tempat tadi Ji-hyeon duduk di atas kasurnya.
“Ada noda, noda apaan ini?” tanya Aisyah memegangnya.
Aisyah membasahi tisu dengan air dan membersihkan noda itu. Aisyah yang merasa penasaran dengan noda apakah itu pun menciumnya, dan tercium bau amis darah.
“Hm! Kok bau amis darah sih? Jadi noda itu darah kering? tapi darah siapa? Aku belum menstruasi, ini kan tadi tempat Ji-hyeon duduk ya? ...”
“... Apa jangan-jangan ini darah Ji-hyeon? Apa jangan-jangan Ji-hyeon.. Ah enggak! Enggak! Ji-hyeon gak kenapa-kenapa!” ucap Aisyah berusaha berpikir positif, namun hatinya terus mengkhawatirkan kondisi Ji-hyeon di sana.
“Apa yang dikatakan Cewek tadi itu benar ya? Kalau sebenarnya tidak ada orang, apa jangan-jangan tadi itu bukan Ji-hyeon? Tapi arwahnya Ji-hyeon ...”
“... makanya yang bisa lihat Ji-hyeon hanya aku, kedua orang tadi tidak bisa melihat keberadaan Ji-hyeon, bahkan Ibu juga tidak melihat kalau aku pulang bersama Ji-hyeon, biasanya kan Ibu udah heboh banget kalau ketemu Ji-hyeon, tapi ini enggak, tapi masa iya sih?” tanya Aisyah kebingungan.
Aisyah yang memang bisa melihat makhluk halus dan masuk ke dimensi Mereka pun mendapat penglihatan tentang Ji-hyeon.
Aisyah melihat Ji-hyeon rebahan santai di bawah jurang dengan kondisi kepala yang terluka.
“Aisyah, Aisyah tolong!” pinta Ji-hyeon merintih kesakitan.
Seketika Aisyah tersadar dan syok melihat Ji-hyeon yang terkapar dengan kondisi bersimbah darah di kepalanya.
Aisyah kembali tertarik ke dimensi Ji-hyeon dan melihat awal mula sebelum Ji-hyeon terkapar di bawah jurang.
Ji-hyeon yang tengah membawa motor seorang diri dihadang oleh lima orang Pria yang membawa parang.
“Mau apa Kalian?” tanya Ji-hyeon panik menatap Mereka.
Tanpa menjawab perkataan Ji-hyeon, ke-lima Pria itu langsung menarik tas yang Ji-hyeon pakai, dan mendorongnya ke jurang.
Kedua Pria membawa motor, dan barang-barang Ji-hyeon dan Mereka pergi meninggalkan Ji-hyeon begitu saja di bawah jurang.
Aisyah kembali tersadar dan syok dengan apa yang Ia lihat barusan.
Aisyah kembali tertarik ke dimensi lain dan melihat Ji-hyeon yang memegang sebuah kalung.
Dalam kondisi yang lemah, Ji-hyeon membuka bandul kalungnya, dan Aisyah terkejut melihatnya, nampak foto dirinya dan Ji-hyeon saat masih kecil ada di bandul kalung itu yang menandakan jika selama ini Ji-hyeon masih menyimpan kalung couple yang dulu Ia berikan padanya.
“Aisyah Halwatuzahra, aaa-aku mencintaimu,” ucap Ji-hyeon yang langsung memejamkan matanya.
Aisyah kembali tersadar dan syok mendengar perkataan Ji-hyeon. Aisyah juga teringat, jika Dia pernah melihat Ji-hyeon mengenakan sebuah kalung, namun bandul kalungnya Ia masukkan ke dalam baju yang membuat Aisyah tidak menyadari jika selama ini Ji-hyeon masih memakai kalung couple Mereka.
Suasana hatinya semakin berkecamuk. Aisyah tidak tahu harus melakukan apa saat ini untuk bisa menolong Ji-hyeon.
Aisyah menyesali perbuatannya yang selama ini hanya terdiam menatap Ji-hyeon begitu saja.
Sebenarnya selama ini hati keduanya masih terikat satu sama lainnya, namun gengsi dan ego keduanya sama-sama besar, hingga tidak ada yang mau membuka topik pembicaraan, yang membuat Mereka akhirnya asing begitu saja.